JAKARTA - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, memberikan pandangannya terkait fenomena childfree (menikah tanpa anak) dan ketakutan menikah yang belakangan menjadi perbincangan di masyarakat Indonesia.
Menurutnya, fenomena ini masih tergolong minoritas dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks. Hal ini diungkapkan Wihaji dalam acara Refleksi akhir tahun di Kantor Kemendukbangga/BKKBN.
"Yang tidak menikah ini, saya meyakini itu hanya keinginan. Saya orang Indonesia, saya meyakini kulturnya, itu hanya keinginan, belum tentu dikerjakan," ujar Wihaji, saat ditemui di Jl Permata No.1, Jakarta Timur pada Selasa, 31 Desember 2024.
Ia menambahkan bahwa konsep childfree, yaitu pasangan yang menikah tetapi memilih untuk tidak memiliki anak, masih dianggap sebagai fenomena yang belum meluas di Indonesia.
"Satu dua ada yang disebut childfree. Kalau childfree menikah tapi tidak mau punya anak. Saya pikir itu fenomena, tapi masih menjadi fenomena," jelasnya.
Wihaji juga menyoroti ketakutan menikah yang dirasakan oleh sebagian masyarakat. Menurutnya, ketakutan ini sering kali tidak beralasan atau bersifat konstruksi sosial.
"Sebabnya itu mungkin ditakut-takutin. Apa itu? Ekonomi. Takut menikah karena begini begitu. Coba kalau kita bilang 'sudah baik-baik saja'. Ketakutan ini dibuat-buat saja," paparnya.
Ia menekankan bahwa meskipun kecemasan tersebut ada, penting untuk memahami penyebabnya agar dapat memberikan solusi yang tepat.
BACA JUGA:
Wihaji mengidentifikasi tiga faktor utama yang menjadi penyebab ketakutan menikah dan keputusan untuk tidak memiliki anak, yakni ekonomi, karier dan kultur.
"Ada 3 penyebab, satu ekonomi, dua karier, ketiga kultur. Ada pergeseran budaya yang menggeser kebahagiaan. Dulu punya anak bahagia, sekarang dengan boneka atau punya anjing bisa bahagia, ini menggeser kebahagiaan," tuturnya.
Selain faktor ekonomi dan budaya, Wihaji juga menyoroti adanya pengalaman pribadi yang memengaruhi keputusan seseorang untuk childfree atau tak mau menikah.
"Biasanya ada sebab, peristiwa. Mungkin pernah terluka hatinya, trauma, sering ditipu oleh pasangan, harapan palsu, ada kelukaan. Ini sebabnya, kita analisis buat kita selesaikan penyebabnya itu." ujarnya.
Wihaji menegaskan bahwa pemerintah dan masyarakat perlu hadir untuk memberikan dukungan dan solusi terhadap permasalahan ini. Dengan memahami akar masalah, diharapkan fenomena ketakutan menikah dan keputusan childfree dapat dikelola dengan pendekatan yang lebih bijaksana dan inklusif.