Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji menepis anggapan generasi muda di Indonesia enggan menikah.

"Anak muda tidak ingin menikah, saya meyakini Indonesia tidak seperti itu, sudah ada risetnya belum? Berapa persen? Belum, kan?" katanya dilansir ANTARA, Selasa, 22 Oktober.

Ia juga menanggapi fenomena enggan memiliki anak atau childfree yang tidak sesuai dengan budaya di Indonesia.

"Kultur kita beda, dan kita tidak boleh mengikuti kultur orang lain, negara lain. Ini kultur kita beda, kemudian sunatullah (hukum Tuhan dalam Islam), kita selaku manusia ini memang dilahirkan untuk itu. Itu proses alamiah saja, kalau kita melawan itu nanti, ya, ada hukum sunatullah yang lain," ujar dia.

Namun, guna mempertahankan angka kelahiran total atau TFR di Indonesia yang saat ini ada di angka 2,18 (setiap perempuan usia produktif rata-rata melahirkan dua orang anak), ia menyatakan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga akan fokus pada pengendalian.

"Kita fokus pada pengendalian, karena kita melihatnya terkadang orang mengatakan bonus demografi bagaimana, ini cara pandang saya fokus saja pada pengendalian, karena yang lebih penting adalah pasca (bonus demografi) ini, 15 sampai 22 tahun ke depan," paparnya.

Wihaji juga menegaskan program pembangunan kependudukan agar menjadi keluarga berkualitas tidak dapat diukur dengan cepat, perlu proses yang panjang.

"Besok kita rapat kabinet, pasti ada pengarahan dari Bapak Presiden, dan dari kementerian kita sendiri tentu ada target jangka pendek, menengah, panjang, juga ingat, bahwa menangani program kementerian kita tidak bisa diukur dengan cepat, dengan angka yang cepat, tidak bisa, butuh proses," tuturnya.

Berdasarkan Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) dari Kementerian Agama (Kemenag), tercatat 1.544.571 pasangan Muslim menikah pada 2023. Angka tersebut menurun jika dibandingkan dengan pada 2022 yang mencapai 1,71 juta pasangan.