Bagikan:

JAKARTA - Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan produk pangan lokal untuk mengatasi stunting.

Langkah ini dinilai dapat membiasakan masyarakat dalam meningkatkan konsumsi makanan berbasis komoditas setempat, hingga meningkatkan nilai tambah dan pemberdayaan ekonomi lokal.

“Mengembangkan produk pangan lokal sangat penting dalam mengatasi stunting karena dapat memenuhi kebutuhan gizi secara berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia di daerah,” kata Kepala PRTPP BRIN Satriyo Krido Wahono, seperti dikutip Antara.

Menurut Satriyo, penggunaan dan konsumsi pangan lokal juga secara tidak langsung dapat mengurangi pangan impor. PRTPP BRIN telah mengembangkan beragam produk pangan lokal, baik dari nabati, hewani dan sumber daya laut.

Jika terkait dengan penanganan stunting, secara garis besar makanan tersebut kaya akan protein khususnya protein berbasis hewani.

Selain itu, makanan tersebut akan lebih baik jika mengandung mineral tertentu yang dapat berfungsi meningkatkan daya serap gizi dalam tubuh seperti zat besi (Fe), seng (Zn), dan kalsium (Ca).

Salah satu contoh produk pangan yang diciptakan BRIN adalah biskuit Moringa yang terbuat dari daun kelor dan diperkaya dengan vitamin dan mineral, dan Purula atau Peptida Unggul Rumput Laut.

Purula merupakan makanan fungsional berupa flake tabur yang dapat membantu mencegah anemia, salah satu penyebab stunting.

Sebelumnya, Indonesia berhasil menurunkan angka stunting atau terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan balita sebesar 9,63 persen selama lima tahun ke belakang (2018-2023).

Pemerintah Indonesia telah menetapkan enam tujuan yang menjadi target dalam percepatan penurunan stunting, salah satunya menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.

Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, serta meningkatkan akses air minum dan sanitasi.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat sebanyak 48,39 persen atau 4,2 juta keluarga dari 8,6 juta keluarga berisiko stunting (KRS) di Indonesia telah mendapat pendampingan hingga pertengahan tahun 2024.