JAKARTA - Bicara soal pencegahan stunting, faktor utama yang harus dientaskan bukan cuma masalah gizi. Menurut studi terbaru, ada tiga kunci dalam penanganan stunting di Indonesia.
Stunting, atau kondisi ketika anak memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usia akibat kekurangan gizi kronis, bukan hanya disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi. Kondisi ini juga erat kaitannya dengan lingkungan yang tidak sehat.
Penelitian terbaru menyoroti pentingnya sanitasi yang memadai dan akses air bersih dalam upaya pencegahan stunting pada anak-anak. Hasil ini didapat dari kajian ilmiah Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) dengan judul "Memahami Stunting dari Inti".
Dalam studi komprehensif yang dilaksanakan oleh tim peneliti kedokteran komunitas di FKI, ditemukan wilayah dengan keterbatasan akses air bersih dan fasilitas sanitasi memiliki prevalensi stunting yang lebih tinggi dibandingkan daerah dengan infrastruktur sanitasi yang baik.
Direktur Eksekutif FKI, Prof. Nila F. Moeloek, menjelaskan, hasil analisis terhadap data keluarga berisiko stunting yang diperoleh dari BKKBN menunjukkan adanya hubungan erat antara kualitas air minum dan sanitasi lingkungan dengan risiko stunting.
Menurutnya, lingkungan dengan sanitasi buruk meningkatkan kemungkinan anak mengalami stunting hingga 1,5 kali lipat. Penelitian ini menggunakan systematic review dan community diagnosis—metode yang masih jarang diterapkan dalam kebijakan kesehatan nasional.
“Kami menemukan intervensi gizi saja tidak cukup untuk mencegah stunting. Dibutuhkan pendekatan menyeluruh yang juga menitikberatkan pada perbaikan sanitasi dan akses air bersih agar upaya pencegahan ini berjalan optimal,” ujar Nila dalam media gatheringnya di Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024.
BACA JUGA:
Ia menambahkan, lingkungan yang tidak higienis dapat meningkatkan risiko infeksi seperti diare, yang berakibat buruk bagi penyerapan nutrisi dan memperburuk kondisi malnutrisi.
“Sanitasi yang buruk menjadikan anak rentan terhadap infeksi, yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan memperburuk risiko stunting. Oleh karena itu, memastikan akses air bersih dan sanitasi layak sangat penting untuk mencegah anak-anak mengalami stunting,” tambah Nila, yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI periode 2014-2019.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, bersama tim peneliti, yaitu dr. Levina Chandra Khoe, MPH, dan Ir. Wahyu Handayani, menyebutkan bahwa kajian FKI menemukan tiga faktor kunci yang berpengaruh dalam menekan angka stunting secara berkelanjutan.
“Faktor-faktor tersebut adalah penurunan angka anemia melalui skrining dan optimalisasi konsumsi tablet tambah darah, peningkatan akses air bersih dan sanitasi, serta perbaikan kualitas layanan antenatal care (ANC) selama kehamilan,” ungkap Dr. Ray, peneliti kedokteran komunitas dari FKUI.
Dr. Ray juga menjelaskan, hasil systematic review menunjukkan korelasi signifikan antara anemia pada ibu hamil dan risiko stunting, yaitu sebesar 2,3 kali lebih tinggi.
“Maka, skrining anemia di komunitas dan fasilitas kesehatan, pemberian suplemen zat besi, serta konsumsi makanan kaya protein dan zat besi harus menjadi prioritas intervensi pada ibu hamil untuk memastikan risiko stunting dapat ditekan sejak dini,” jelasnya.
Kajian ini pun menegaskan pentingnya akses air bersih dan sanitasi yang layak sebagai bagian dari solusi menyeluruh dalam upaya mengatasi stunting.
Selain itu, optimalisasi skrining dan pencegahan anemia melalui pemberian tablet tambah darah atau konsumsi makanan bergizi juga merupakan langkah strategis. Dengan upaya terintegrasi ini, diharapkan prevalensi stunting dapat menurun dan generasi mendatang tumbuh lebih sehat dan produktif.
Di Indonesia, stunting menjadi masalah kesehatan serius. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa 21,6 persen anak di bawah usia lima tahun masih mengalami stunting.
Selain memengaruhi pertumbuhan fisik, stunting juga berdampak jangka panjang pada perkembangan kognitif, capaian pendidikan, dan produktivitas ekonomi.
“Kami mengajak kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat program peningkatan akses sanitasi dan air bersih, terutama di wilayah terpencil. Setiap anak berhak mendapatkan akses air bersih dan sanitasi layak,” tambah Nila.
Temuan ini diharapkan mendorong pemerintah, organisasi masyarakat, dan sektor swasta untuk mempercepat program yang mendukung perbaikan kondisi sanitasi di seluruh Indonesia.