YOGYAKARTA – Mengubah pola hidup menjadi lebih baik, tentu diawali dengan proses adaptasi. Ini merupakan salah satu proses hormesis. Misalnya, Anda menjalani diet intermittent fasting dan mulai rutin olahraga. Pada awalnya terasa stres, karena awalnya waktu makan bebas dan ketika menjalani intermittent fasting, waktu makan terbatas. Begitupun ketika Anda memulai rutin olahraga, mulanya lebih enak rebahan sampai stres karena harus mendorong diri bangun dari sofa dan ikut kelas olahraga interval sedang. Hormesis adalah proses menghadapi pemicu stres untuk mendapatkan efek positif.
Hormesis bermanfaat meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, memperlambat penuaan, dan membuat Anda lebih tangguh dalam menghadapi stres baik fisik maupun mental. Lantas bagaimana bisa berhadapan dengan stres tetapi enggak merusak malah membangun yang lebih baik? Stres karena beban kerja tidak setara, berada dalam hubungan yang buruk, kurang tidur, kesulitan keuangan, dapat mendatangkan malapetaka bagi kesehatan. Sebaliknya, stresor hormetik adalah stresor akut yang terkendali sehingga membangun respons adaptif yang sehat.
Menurut penulis Immunity: The Science of Staying Well, Jenna Macciochi, Ph.D., ketahanan stres dari satu stresor hormetik dapat membantu tubuh beradaptasi dengan stresor lain, bahkan stresor yang bersifat psikologis, seperti depresi dan kecemasan.
Mekanisme stres hormesis, dijelaskan dengan stres oksidatif. Setiap pemicu stres hormetik, memang memicu stres oksidatif. Termasuk saat memulai latihan HIIT hingga perubahan pola makan lebih sehat, juga menghasilkan radikal bebas tingkat rendah dalam tubuh. Tetapi, mitokondria dalam tubuh bertanggung jawab menghasilkan energi yang dibutuhkan sel-sel supaya berfungsi baik. Menurut pakar kesehatan integratif, dokter Robert Rountree, MD., sebenarnya hasil baiknya lebih banyak daripada radikal bebas yang dihasilkan. Dengan menghadapi stresor hormesis, memicu proses sel dan merangsang biogenesis mitokondria. Ini dapat meningkatkan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang.
Stres oksidatif dari proses hormesis, memengaruhi transkripsi Nrf-2. Ini adalah protein yang mengikat DNA untuk mengaktifkan gen. Kehadiran radikal bebas mencegah protein Nrf-2 terurai dengan cepat. Jadi semakin banyak transkripsi Nrf-2 masuk ke nukleus sel, tempat protein tersebut mengikat DNA dan memicu produksi enzim antioksidan yang kuat seperti glutathione, semakin efektif enzim detoksifikasi fase II. Enzim tersebut, membuat tubuh efisien menetralkan racun dan tingkat stres oksidatif tinggi. Uniknya, memicu stres oksidatif rendah dengan stresor hormesis dapat membantu Anda menetralkan lebih banyak stres oksidatif dikemudian hari.
BACA JUGA:
Nah, untuk terampil dalam menghadapi pemicu stres hormesis, tentu membutuhkan latihan dan keberanian. Melansir mbg, Rabu, 11 September, Anda bisa memulai dengan mengambil sesi olahraga yang menantang, misalnya HIIT (high-intensity interval training). Tentu saja pada awalnya harus beradaptasi terlebih dahulu. Selain itu, Anda juga memasukkan latihan pernapasan. Ditambah lagi, penting untuk dipahami bahwa keluar dari zona nyaman adalah langkah paling efektif. Atur pula pola makan sehat, misalnya menjalani puasa intermiten. Bisa juga mengambil peran dalam aktivitas yang merangsang dan menantang mental.