Bagikan:

JAKARTA - Film Dilan 1983: Wo Ai Ni memperpanjang semesta kisah hidup Dilan. Kali ini penonton akan dibawa ke masa kecil Dilan ketika sekolah di bangku Sekolah Dasar.

Penggemar Dilan diajak mengenal lebih jauh dengan memperlihatkan cikal bakal terbentuknya karakter remaja Dilan yang sudah diperkenalkan sebelumnya. Karakter keluarga dan sahabat Dilan juga turut ditarik mundur di film Dilan 1983: Wo Ai Ni karya Fajar Bustomi dan Pidi Baiq ini.

Sinopsis Dilan 1983: Wo Ai Ni

Tahun 1983, setelah satu setengah tahun tinggal di Timor Timur, Dilan kembali ke Bandung. Dilan pun kembali bertemu dengan teman-teman lamanya di SD tempat dulu dia sekolah. Tapi, ternyata ada murid baru pindahan dari Semarang, namanya Mei Lien, gadis keturunan Tionghoa.

Ini mungkin buku tentang cinta monyet biasa, yang banyak dialami manusia normal di dunia. Tak ada cinta-cintaan karena masih SD, tapi Mei Lien telah membuat Dilan jadi belajar bahasa Mandarin dan tertarik membaca buku yang membahas tentang China.

Bandung masih sunyi waktu itu. Zaman di mana Dilan juga mengalami adanya peristiwa Penembakan Misterius, meletusnya Gunung Galunggung, dan Gerhana Matahari Total. Setidaknya sebagian besar memang begitu, menjadi rasa syukur untuk kenangan yang disimpan di dalam hati bagaikan kutipan hikmah di hari ini:

"Inilah bumi, tempat pencarian abadi mengetahui diri sendiri, menemukan hal ajaib yang tersembunyi di dalam diri dan Tuhan di saat sunyi."

Kisah Cinta Keluarga

Film produksi Falcon Pictures ini mulai sekilah menceritakan tentang kisah percintaan Dilan semasa anak-anak yang penuh keseruan. Namun sesungguhnya cinta keluarga terasa sangat dekat di film ini.

Menonton film ini dari kaca mata orangtua memberikan banyak pelajaran secara tidak langsung. Bagaimana Ayah Bunda Dilan yang diperankan oleh Ira Wibowo dan Bucek Depp adalah cermin kondisi ideal yang sebenarnya diinginkan orangtua ketika mendidik anak.

Selain itu perjalanan hidup Dilan di SD ketika harus sekolah, mengaji, main, hingga bully bakal sukses membangkitkan rasa nostalgia bagi penonton dewasa hingga terasa ada kupu-kupu menari di dada. Sementara untuk penonton cilik bisa belajar bagaimana menghadapi persoalan yang dialami anak-anak.

Berbeda dengan versi remaja, film ini memberikan lebih banyak petuah bijak dan referensi nilai agama sehingga cocok untuk ditonton seluruh anggota keluarga. Kekuatan kata-kata yang tetap menjadi bagian terbaik dari semesta Dilan. Ditambah lagu-lagu yang tepat sesua

Namun, secara visual tidak semua adegan film ini memuaskan mata. Ada beberapa adegan yang berganti fokus secara cepat dan pilihan zoom in wajah yang terasa khas sinetron membuat tidak nyaman.

Penyematan adegan terkait penanda era 80-an akhir hingga 90-an bisa menjadi pedang bermata dua. Detail film akan terasa kuat bagi yang mengerti sejarah. Namun, bagi penonton muda yang tidak cukup literasi, film ini bisa terasa panjang dan membosankan.