JAKARTA – Keuangan dalam rumah tangga dikendalikan oleh satu nahkoda dan satu navigator perjalanan kapal. Dalam aspek finansial, mengatur keuangan rumah tangga yang sehat bisa dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya dengan pembagian tugas seperti yang disebutkan di atas.
Jika dalam rumah tangga, suami dan istri sama-sama bekerja, artinya ada dua orang yang mendapatkan penghasilan. Dari seluruh penghasilan total, tentu butuh dikelola dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya sesuai tujuan finansial yang dibuat berdua.
Tetapi, ternyata terdapat kasus yang seringkali tak disadari yaitu financial abuse. Mengutip dari penjelasan Lisa Zeiderman, manajer di firma hukum Miller Zeiderman, financial abuse atau penyalahgunaan keuangan merupakan perilaku kekerasan.
Sebab hanya satu pihak yang mengambil kendali keuangan untuk membatasi pihak lain keluar dan tidak mendapat kesempatan sebagaimana mestinya. Seluruh flow keuangan dikendalikan dan dikontrol sepenuhnya oleh satu pihak yang disebut sebagai pelaku financial abuse.
Perlu diketahui, bahwa pelaku financial abuse berarti tidak membagikan atau menolak memberikan informasi tentang pendapatan, aset, dan hutang. Pelaku membuat pasangannya sedikit atau tidak memiliki segala informasi keuangan. Efeknya hidup dalam kecemasan dan kerentanan.
BACA JUGA:
Dilansir dari Psychology Today, Rabu, 10 Maret, penelitian menunjukkan bahwa, misalnya, seorang wanita merasa tidak bisa bertahan secara finansial tanpa pasangan kemungkinan untuk meninggalkan hubungan toxic lebih kecil. Artinya akan berada pada posisi menggantung dan tidak memiliki kejelasan.
Seorang klien Zeiderman mengalami financial abuse. Jumlah saldo rekeningnya sebenarnya cukup tinggi, tetapi keamanan finansial tidak dirasakannya sebab tidak tahu di mana aset yang dimilikinya berada.
Pandangan lain mengenai financial abuse dipaparkan oleh Stacy Francis, CEO dan pendiri Francis Financial. Tujua seseorang melakukan financial abuse adalah untuk memanipulasi, mengintimidasi, menjebak, dan mengancam korban melalui aspek keuangan dalam sebuah hubungan.
Zeiderman melanjutkan, gejala melakukan financial abuse dalam rumah tangga dapat dikenali dengan berikut di bawah ini:
- Mengontrol akses keuangan satu pihak, seperti tidak saling mengetahui kata sandi akun keuangan dengan tujuan membatasi informasi keuangan keluarga.
- Menggunakan kartu kredit atau sumber keuangan lain ketika belum saling mengijinkan.
- Tidak mengijinkan korban memiliki kartu kredit atau rekening bank atas nama sendiri.
- Memakai semua akun keuangan dengan nama pelaku saja.
- Menahan uang dan meminta korban meminta uang setiap kali membutuhkan.
- Berkeras mengetahui setiap pengeluaran korban.
- Memastikan korban hanya membelanjakan uang untuk kebutuhan keluarga dan menyimpan uang di akun yang tidak dapat diakses oleh korban.
- Mengambil keuntungan dari dana asuransi dan dana pensiun atas nama korban.
Untuk memilih opsi hukum dalam menyelesaikan kasus financial abuse, menurut Zeiderman cukup sulit. Sebab pelaku dapat saja mengelak, kecuali memiliki bukti kuat atas perlakuan tidak mengenakkan dalam aspek keuangan rumah tangga.
Cara yang direkomendasikan mengusaikan peliknya persoalan keuangan rumah tangga adalah sengan berbicara, baik berbicara pada pasangan atau orang terpercaya yang dapat menengahi. Selanjutnya, evaluasi kondisi pernikahan, apakah pernikahan berlandaskan kerja tim atau kediktatoran.