YOGYAKARTA – Ternyata kebiasaan sehari-hari besar pengaruhnya pada kesehatan reproduksi. Salah satunya yang ditunjukkan penelitian bahwa jumlah sperma menurun drastis pada partisipan pria pengguna serta menempatkan ponsel tidak sebagaimana mestinya.
Penelitian terbaru dilakukan ilmuwan Universitas Jenewa dan Institut Kesehatan Masyarakat bersama Tropis Swiss. Ilmuwan meneliti dampak penggunaan gawai dan penempatan ponsel terhadap infertilitas pria. Penelitian ini dilakukan selama 13 tahun. Menunjukkan bahwa penggunaan ponsel pintar dikaitkan dengan rendahnya konsentrasi sperma dan jumlah sperma total pada pria dewasa muda. Namun perlu dipahami, peralihan 3G dan 4G kemungkinan mengurangi dampak. Kemungkinan karena daya transmisi ponsel terbaru lebih rendah sehingga dampak mungkin berkurang.
Para peneliti merekrut 2.886 partisipan pria usia antara 18-22 tahun antara tahun 2005-2018 di pusat perekrutan militer. Periode penelitian berlangsung dari 2005-2007, 2008-20011, dan 2012-2018. Spesialis laboratorium mengambil sampel air mani dan mencatat konsentrasi sperma, jumlah sperma total, dan motilitas. Partisipan juga diminta menjawab pertanyaan terkait kesehatan reproduksi, pendidikan, kebiasaan gaya hidup, dan seberapa sering menggunakan gawai mereka. Frekuensi penggunaan gawai, berkisar dari sekali seminggu hingga lebih dari 20 kali sehari.
Berdasarkan frekuensi penggunaan, peneliti mengategorikan 2.764 jawaban partisipan menjadi lima kelompok. Konsentrasi sperma rata-rata jauh lebih tinggi pada pria yang melaporkan penggunaan ponsel sekali seminggu dibandingkan penggunaan ponsel lebih dari 20 kali sehari. Penelitian yang dilakukan cukup lama menunjukkan penemuan yang dampaknya signifikan terkait kemajuan teknologi dengan infertilitas. Temuan ini juga tampaknya perlu dilakukan secara berkesinambungan terkait jaringan teknologi dari 2G hingga 4G dan yang terbaru inovasi 5.5G.
Penelitian ini juga mengeksplorasi penempatan gawai saat tidak digunakan. Menempatkan gawai, antara lain menurut jawaban partisipan diletakkan di celana, jaket, ikat pinggang, atau tempat lain yang tidak melekat pada badan. Sekitar 85,7 persen kelompok studi, sejumlah 2.368 laki-laki, melaporkan menyimpan gawai mereka di saku celana saat tidak digunakan. Sebanyak 4,6 persen menyimpan di jaket dan 9,7 persen meletakkannya jauh dari tubuh.
Menurut WHO dilansir Medical News Today, Minggu, 10 Maret, pria dengan konsentrasi sperma di bawah 15 juta per milimeter mungkin membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk mengandung anak dengan pasangannya. Peluang hamil juga lebih rendah jika konsentrasi sperma turun di bawah 40 juta per milimeter.
Penelitian ini menunjukkan, jumlah sperma telah menurun rata-rata menjadi 47 juta per milimeter dari 99 juta. Ini khususnya terjadi di negara-negara barat. Dokter Hussain Ahmad, praktisi yang tidak terlibat dalam penelitian, menjelaskan bahwa banyak sekali faktor yang memengaruhi jumlah sperma. Di antaranya penggunaan obat-obatan atau narkoba, alkohol, tembakau atau merokok, stres, dan ketidak-aktifan fisik.
Para peneliti berkolaborasi dalam studi cross-sectional berskala besar tentang penggunaan ponsel dan kualitas air mani. Pekerjaan mereka mengumpulkan data selama lebih dari satu dekade tentang ribuan pria di Swiss. Data yang dilaporkan dalam penelitian, mungkin terbatas. Tetapi penting menyikapi topik ini sebab kebiasaan memakai gawai memengaruhi kehidupan seksual dan reproduksi.
BACA JUGA:
Penelitian ini hanya mencakup sampel pria usia 18-22. Efek medan elektromagnetik frekuensi radio (RF-EMF) yang dipancarkan gawai pada pria dewasa lanjut masih belum dieksplorasi. Menurut Neil Paulfin, DO., seorang dokter pengobatan regeneratif bersertifikat dan tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan bahwa hasil penelitian tidak sepenuhnya konklusif. Tetapi mengingat hubungan penggunaan gawai dan infertilitas cukup rendah pada 2023, maka wacana mengenai dampaknya kurang menonjol.
Ahli urologi Dr. Justin Houman mengatakan bahwa pria lanjut usia dengan paparan radiasi ponsel lebih lama dan efek kumulatif faktor lingkungan dan gaya hidup, risikonya pada infertilitas mungkin lebih tinggi. Meskipun mekanisme dampaknya masih dalam perdebatan, penggunaan juga perlu berhati-hati dan dibatasi durasi serta frekuensinya.