JAKARTA - Masalah kehamilan hingga kesuburan sampai saat ini masih membawa stigma dan rasa malu yang luar biasa bagi mereka yang mengalaminya. Cleopatra Kamperveen, ilmuwan dan spesialis kesuburan, memberitahukan bahwa saat ini, ada 186.000.000 juta orang di planet ini memiliki masalah kesuburan. Jika Anda termasuk dalam kategori ini, ketahuilah bahwa Anda tidak sendirian, dan tak ada hal yang salah dengan Anda.
Alih-alih selalu disangkut pautkan dengan wanita, ternyata banyak juga pria yang mengalami masalah kesuburan. Setidaknya ada tiga hal penting yang perlu semua orang ketahui tentang aspek kesuburan pria. Melansir MBG.com, Jumat, 4 Februari, berikut VOI sajikan selengkapnya.
Usia menentukan faktor kesuburan pria
Banyak orang memperhitungkan peran usia dalam kesuburan wanita dan mengabaikan bahwa pria juga memiliki keterbatasan biologis seiring bertambahnya umur. Semakin matang usia seorang pria, kemungkinan besar tantangan kesuburan ada pada masalah neurokognitif.
Kesehatan sperma lebih kompleks
Ada berbagai cara menentukan kesehatan sperma yang dapat memberi informasi penting tentang kemungkinan menjalani kehamilan sehat dan mengandung bayi yang sehat. Ada pria yang dinyatakan memiliki sperma sehat karena pemeriksaan menunjukkan bahwa ia memiliki jumlah, bentuk (morfologi), dan motilitas (gerakan) sperma yang sehat.
Sayangnya, beberapa diantara pria kurang memahami adanya fragmentasi DNA yang tinggi dan perubahan dalam metilasi DNA sperma. Gen yang terkait dengan cacat dengan metilasi DNA sperma termasuk gen MEST, H19, dan MTHFR yang terkenal karena mempengaruhi kesuburan wanita.
BACA JUGA:
Ras, etnis, dan kelas sosial mempengaruhi kesuburan
Stereotip kesuburan sangat kuat dan mendarah daging di masyarakat sehingga banyak yang bahkan tidak menyadarinya. Di antara stereotip kesuburan yang mendarah daging yang dipegang masyarakat adalah stereotip terkait orang kulit berwarna lebih subur dibandingkan orang kulit putih.
Sama seperti wanita, pria kulit berwarna lebih mungkin mengalami masalah kesuburan. Laki-laki Hispanik atau Latin dan keturunan Afrika-Amerika lebih mungkin mengalami tantangan kesuburan. Data ini bertentangan dengan penggambaran media dan gambaran stereotip kesuburan lainnya di antara pria kulit berwarna. Demikian pula, ada stereotip yang salah bahwa orang-orang dengan sumber daya sosial ekonomi yang lebih sedikit adalah orang yang sangat subur.
Salah satu temuan paling konsisten dalam literatur ilmu kesehatan dan perilaku adalah apa yang dikenal sebagai SES-health gradient. SES-health gradient adalah hubungan kesehatan dengan status sosial ekonomi (SES), sehingga untuk setiap tingkat penurunan SES, ada tingkat penurunan kesehatan. Dan ini termasuk kesehatan reproduksi. Orang-orang yang memiliki sumber daya sosial ekonomi yang lebih sedikit di masa kanak-kanak dan dewasa, dan yang telah menghadapi lebih banyak kesulitan di masa kanak-kanak dan dewasa, lebih mungkin mengalami masalah kesuburan.