Bagikan:

YOGYAKARTA – Peneliti melakukan sejumlah penelitian tujuan dari orgasme wanita dalam aspek reproduksi. Apakah orgasme berkaitan dengan proses kehamilan atau tidak, berusaha dieksplorasi secara sains. Tetapi ternyata, korelasi kepuasan dan kehamilan masih belum jelas betul.

Kalaupun orgasme membantu wanita untuk hamil, bagaimana cara kerjanya sedang diupayakan oleh para ahli. Teori pertama, Teori Poleaxe, dilakukan lebih dari setengah abad lalu. Hipotesis penelitian ini saat wanita lelah setelah orgasme, membuat mereka berbaring setelah berhubungan seks. Idenya, posisi berbaring mempermudah sperma mencapai tujuannya. Tampaknya penelitian yang tidak terlalu meyakinkan ini berusaha membuktikan bahwa posisi tidur horizontal setelah inseminasi lebih mungkin untuk hamil.

Teori kedua disebut teori Upsuck, yang mana kontraksi rahim pada saat orgasme, membantu ‘menyedot’ air mani yang tersimpan di vagina dekat leher rahim. Dengan begitu, orgasme membantu memindahkan sperma melalui rahim dan saluran tuba.

orgasme, kesuburan wanita, dan peluang hamil
Ilustrasi orgasme, kesuburan wanita, dan peluang hamil (Freepik)

Lamanya jarak orgasme wanita dan ejakulasi pria saat penetrasi juga dikalkulasi oleh peneliti. Temuannya, orgasme wanita terjadi satu menit atau kurang sebelum ejakulasi pria, retensi sperma lebih besar. Sedangkan jika orgasme tidak terjadi dalam satu menit, baik sebelum atau setelah ejakulasi pria, retensi sperma lebih rendah. Peneliti juga menemukan bahwa selama wanita mengalami orgasme hingga 45 menit setelahnya, retensi sperma lebih tinggi. Namun, penelitian ini tidak melihat tingkat kehamilan.

Teori eveoluasi menjelaskan tentang alasan kenapa orgasme terjadi. Teori tersebut berpendapat bahwa orgasme wanita dulunya penting untuk pembuahan. Tetapi hari ini, ovulasi dialami wanita produktif rata-rata sebulan sekali, baik itu berhubungan seks atau tidak.

Teori evolusi juga difalsifikasi atau diperbarui hipotesisnya, karena temuan terbaru membuktikan bahwa ovulasi tetap berjalan dengan atau tanpa rangsangan seksual pada klitoris. Notabene, rangsangan pada klitoris mendorong wanita mencapai orgasme, tetapi posisinya berjaran dengan saluran vagina. Bukan berarti wanita tidak memiliki tujuan dalam pembuahan ataupun orgasme, namun dalam konteks penelitian ini signifikansinya menurun.

Peneliti menemukan bahwa korelasi lemah antara tingkat orgasme dan jumlah keturunan. Karena kemampuan atau ketidakmampuan mencapai orgasme, tidak memengaruhi tingkat kesuburan.

orgasme, kesuburan wanita, dan peluang hamil
Ilustrasi orgasme, kesuburan wanita, dan peluang hamil (Freepik/teksomolika)

Tampaknya orgasme mungkin atau mungkin tidak membantu peluang hamil. Tetapi, hormon estrogen jadi penghubung antara ovulasi, orgasme, dan kehamilan. Tingkat estrogen yang lebih tinggi bertanggung jawab atas peningkatan cairan serviks (juga dikenal sebagai lubricant alami). Cairan tersebut menciptakan lingkungan yang ideal bagi sperma untuk bertahan hidup dan berenang, tetapi selain itu, rasa basah meningkatkan hasrat seksual dan membuat orgasme lebih mungkin terjadi.

Dorongan seks yang lebih kuat lebih mungkin mengalami orgasme pada hari-hari sebelum ovulasi. Ini karena peningkatan kadar estrogen. Baik saat ovulasi maupun kehamilan, orgasme bisa lebih terasa karena meningkatnya aliran darah ke area panggul. Peningkatan aliran darah dan pembengkakan panggul lebih terasa selama kehamilan, dan beberapa wanita mengalami orgasme untuk pertama kalinya saat mereka hamil.

Jadi apakah orgasme meningkatkan peluang hamil? Melansir VerywellFamily, Kamis, 6 Juli, nikmati saja waktu intim bersama pasangan. Tidak ada tekanan pada orgasme, artinya tidak akan mendorong munculnya rasa bersalah. Jadi, jika tak ada orgasme tidak apa-apa, kalau mencapai orgasme, bagus.