Bagikan:

JAKARTA - Yasamin Jasem menunjukkan kemampuan aktingnya lewat film Khanzab. Film horor arahan Anggy Umbara ini menjadi salah satu film lokal yang tayang dan meramaikan Lebaran. Khanzab sukses mencapai satu juta penonton dan mencetak rekor baru untuk rilisan film lokal tahun ini.

Yasamin berperan sebagai Rahayu, seorang anak yang mengalami trauma karena menyaksikan kematian sang ayah secara langsung.

“Orang-orang bingung cara menanggapi seperti apa apalagi papanya dituduh dukun santet. Rahayu tidak ada yg menolong dan divalidasi hal yang dia liat menakutkan dan malah dipressure dan berhak mendapat itu,” cerita Yasamin Jasem mengenai perannya.

“Dia menjadi dendam dan marah dan efek ke keluarga gak seriang dulu, dia hanya bisa ceria sama adik tirinya masih kecil,” katanya.

Pada paruh pertama tahun ini, perempuan kelahiran 21 Februari itu membintangi sejumlah film horor, termasuk Khanzab. Meski prosesnya cepat, Yasamin merasa cerita Khanzab menjadi medium untuk mengeksplor cerita yang ia inginkan.

Yasamin Jasem (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

“Aku melihat ada penulisnya Dirmawan Hatta di project sebelumnya sama om Anggy dan awalnya aku melihat Khanzab itu apa karena kurang familiar. Oh Khanzab ini memang ada yang mengganggu kita saat salat tapi setau aku tidak menampakan tapi karena kebutuhan entertainment dan cerita relate ke sisi sosial tekanan orang-orang salat,” cerita Yasamin.

“Di umur aku yang baru mau 20, aku rasa walaupun sudah pernah ada di film horor, gak ada salahnya untuk eksplor. Dari beberapa horor yang pernah ditawarin ke aku, film-filmnya ada yang beda cara penyampaian, karakteristik ceritanya dan ini berbeda dari segi karakter juga berbeda jauh,” lanjutnya.

Berbeda dengan film horor sebelumnya (Mangkujiwo 2), karakter Yasamin Jasem banyak dikaitkan dengan unsur horornya. Ia pun mengakui belakangan banyak menerima tawaran akting dalam proyek horor meski ia lebih erat dengan genre keluarga atau drama.

“Mungkin karena belakangan ini horor lagi dimana-mana dan aku merasa banyak film yg ditawari mostly horor. Malah romance, drama keluarga itu udah jarang hampir gak ada, memang mostly ditawarin horor dan aku melihat kayaknya di umur aku horor memang bisa eksplor banyak karakternya jadi karena ada kesempatannya di sini jadi kenapa enggak dicoba aja?” katanya sambil tertawa.

Yasamin Jasem (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Sebagaimana publik bertanya-tanya, Yasamin Jasem juga penasaran mengapa horor sangat digemari di Indonesia. Ia pun menjelaskan analisanya bahwa film horor menampilkan fenomena yang jarang terjadi di lingkungan, berbeda dengan drama atau komedi.

“Aku kepikiran kenapa aku gak riset sama orang-orang, aku tanyain kenapa suka genre horor. Rasanya pengin nanya semua penonton film horor. Cuma mungkin kalau dari kesotoyan aku, kalau dalam film horor, banyak yg mungkin belum ngerasain atau banyak jadi mereka pengen tahu oh kalo di horor tuh sama gak dengan yang mereka mungkin pernah alami,” katanya.

“Film drama terus komedi itu kayaknya dalam kehidupan kita dekat, maksudnya dalam keluarga bisa ada drama, dalam pertemanan bisa ada drama, dalam lingkungan kelas sering komedi," lanjut Yasamin.

"Kalau pengalaman horor gak semua orang bisa mengalami. Jadi bisa merasakan atau sebenarnya kayaknya gak ada yang mau merasakan cuma ada tawaran untuk mengalami kejadian seperti itu ya ini beda aja dari kehidupan sehari-hari,” kata perempuan 19 tahun ini menjelaskan.

Energi Terkuras di Film Horor

Yasamin Jasem (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Namun mantan aktris cilik itu menyebut keterlibatannya dalam sejumlah film horor bukan hanya diwarnai dengan senang-senang, melainkan tenaga yang terkuras. Ia merasa syuting horor menguras seluruh tenaga dan mentalnya selama syuting.

“Kalau syuting horor itu aku rasa bisa dalam satu momen tuh semuanya sih dari suara, capek, dari badan capek dari pikiran capek, dari hati capek, kadang-kadang dijadiin satu momen semuanya langsung hah,” kata Yasamin Jasem.

“Kemaren habis ngobrol dengan beberapa cast yang ikut film horor, beberapa sepakat karena emosi yang kita bawa kalo syuting itu pasti mostly negatif jadi itu yang bikin kita gak mood duluan dan langsung males interaksi atau yuk kita bercanda biar bisa netral,” lanjut Yasamin.

Ketika syuting Khanzab, aktris yang akrab disapa Yayas itu menemukan tantangan baru. Terdengar sederhana, tapi Yayas merasa bergonta-ganti softlens untuk satu adegan adalah sebuah pengalaman.

“Banyak stage dari Rahayu yang mengharuskan dia ganti softlens jadi mungkin dari warnanya berubah lama-lama diameter softlens sampai full satu mata itu pengalaman. Satu scene ganti tiga softlens dan per softlens itu ditake dari awal sampai akhir adegan jadi tiga kali. Itu pertama kali,” kata Yasamin.

Sosok Rahayu yang ia perankan mengalami pergolakan batin karena merasakan berbagai kejadian mistis sejak ditinggal sang ayah. Perubahan itu yang membuat Rahayu harus berjuang menghadapi teror yang ia rasakan.

Yasamin Jasem (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Sementara itu tantangan juga dirasakan dalam berkolaborasi bersama Anggy Umbara. Ia merasa Anggy adalah sutradara yang all out di mana ia senang mengambil gambar dari berbagai angle dan tidak pernah mengecilkan satu bagian dalam cerita.

“Bahkan scene yang kalau kita baca cuma “oh pendek” ternyata pas dilakuin ya tetap dari berbagai angle, dan karena horor juga timing harus pas, teknisnya harus pas. Itu yang kadang-kadang ya bingung juga. Ini kan teamwork jadi sebisa mugkin kita harus tetep mensupport each other,” ujarnya.

Dalam film Khanzab, Yasamin Jasem kembali dipertemukan dengan Tika Bravani. Keduanya pernah beradu akting dalam sebuah film dan sinetron. Yasamin pun merasa senang karena menemukan kesamaan dengan Tika yang membuat syuting horornya tetap menyenangkan.

Jokes kita nyambung terus pas reading dan syuting dan kita punya kesamaan kalau di luar set mencoba bercanda biar emosi negatifnya gak kebawa di dalam set. Katanya kalau kita banyak bengong atau perasaan buruk jadi gampang terinfluence jadi kita bercanda biar semangat,” jelasnya dengan antusias.

Di samping itu, Yasamin Jasem merasakan ada banyak variasi cerita horor yang lebih baik dibanding dulu. Perpaduan genre yang dahulu dianggap tidak sesuai kini bisa menjadi pilihan bagi penonton, seperti horor thriller atau horor komedi.

Yasamin Jasem (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Meski begitu, Yasamin Jasem ingin mencoba genre lain yang masih jarang di Indonesia. Dua genre yang sangat diinginkan Yasamin adalah musikal dan fantasi.

“Kalau dilihat secara garis besar mungkin orang akan kenal aku kalau gak dari cerita keluarga ya horor jadi sebenarnya cuman dua itu yang menonjol belakangan ini. Banyak genre lain yang belum sebegitunya aku pegang,” kata Yasamin.

“Dari dulu cita-cita Yayas kecil sampai sekarang itu yang pengin coba adalah musikal yang full filmnya walau aku tipenya malu nyanyi dan gak bisa dance secara luas. Pede aja dulu. Siapa tau,” katanya tertawa.

“Kalau fantasi mungkin semacam Avatar atau Narnia yang tiba-tiba masuk ke dalam dunia. Makanya pengin dong coba eksplor itu karena aku saking obsesnya sama Narnia, kalau ngambek sama orang rumah ngumpetnya dalam lemari. Berharap ada hutan salju, ada manisan ya jadi musical dan fantasy,” jelasnya.

Baru memulai masa dewasanya, Yasamin Jasem berharap ia bisa mengembangkan kariernya, begitu juga dengan perfilman Indonesia yang didukung oleh penonton. Tidak muluk, ia ingin masyarakat bisa mendukung dengan menonton film Indonesia di bioskop.

“Yang paling penting adalah semoga perfilman indonesia semakin maju makanya penonton film indonesia. Please banget dukung karena aku rasa dari hal simpel menonton film Indonesia bisa membantu ke sininya. Semakin banyak yang semakin berani untuk mengambil chance untuk bikin film Indonesia yang lebih bagus dan berkembang lagi,” kata Yasamin.

“Apalagi melihat pengen antusias yang lebih dari film Indonesia. Semoga aku bisa bermain peran sampai nanti aku sudah tua. Amin,” katanya tersenyum mengakhiri perbincangan sore itu.