Selain Punggung dan Leher Sakit, Ini 6 Bahaya Terlalu Banyak Kerja
Ilustrasi efek, tanda, dan bahaya terlalu banyak kerja (iStockphoto/mixetto)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Menghabiskan banyak waktu di depan layar atau duduk di kursi kerja, bisa berisiko pada kesehatan. Tak hanya kesehatan mental, tetapi juga mengubah seluruh kebiasaan hidup dan berpengaruh pada kesehatan fisik. Seorang human resources sekaligus psikolog klinis Randy Simon, Ph.D. mengatakan bahwa bekerja 40-50 jam dalam satu minggu itu lebih dari cukup bagi kebanyakan orang.

Menghitung jam kerja, tambah Simon dilansir Healthline, Kamis, 1 September, bisa menipu. Faktor lain yang menyebabkan burnout termasuk waktu perjalanan, tanggung jawab di luar pekerjaan, lingkungan kerja, perasaan berkaitan dengan penghargaan, dan kepuasan kerja. Apakah Anda termasuk tidak bisa menikmati waktu libur? Hati-hati dengan hal tersebut. Kenali tanda-tanda kalau Anda terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dan efeknya pada kebiasaan serta kesehatan.

1. Bergantung pada aktivitas relaksasi yang tidak sehat

Bekerja lebih dari 40 jam per minggu, dapat mendorong seseorang untuk mencari aktivitas relaksasi. Sayangnya, enggak semua aktivitas relaksasi sehat untuk kesehatan, misalnya minum minuman beralkohol dengan jumlah ‘berisiko’.

Saran Simon untuk mengurangi pilihan buruk dalam relaksasi, manfaatkan waktu untuk beristirahat. Misalnya, pakai waktu perjalanan sebagai waktu istirahat. Hindari mengakses layar ketika perjalanan dan lebih baik nikmati dengan memutar musik, membaca buku, atau mendengarkan podcast.

bahaya terlalu banyak kerja
Ilustrasi bahaya terlalu banyak kerja (Unsplash/kuo-chiao-lin)

2. Produktivitas terhenti

Waktu yang dihabiskan kerja berkaitan dengan penurunan produktivitas. Artinya semakin Anda kebanyakan kerja, semakin jadi enggak produktif. Ini dibuktikan dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Stanford bahwa bekerja 70 jam seminggu tidak akan bisa menyelesaikan lebih banyak pekerjaan daripada rekan-rekannya yang bekerja 56 jam per minggu. Karena, menurut Simon, pekerja tidak dirancang untuk menjadi produktif setiap menit setiap harinya. Disarankan, jika banyak tugas yang harus diselesaikan, buatlah daftar tugas dari yang paling prioritas ke yang tambahan.

3. Kurang tidur dan kelelahan pada siang hari

Formula yang paling sederhana, Anda perlu cukup tidur agar bekerja secara efektif. Kalau kelelahan, justru malah sulit tidur dan membuat Anda jadi pemarah. Selain itu, bisa meningkatkan risiko kronis, seperti diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.

Menurut The Atlantic, keseimbangan kerja-istirahat perlu dibiasakan. Bekerja selama 52 menit dan istirahat 17 menit sepanjang hari. Waktu istirahat bisa diisi dengan jalan-jalan sekitar ruang kerja, berbicara dengan teman, melakukan peregangan ringan.

4. Jadi lebih sensitif

Bekerja terlalu banyak berdampak buruk pada kesehatan mental. Satu studi mencatat bahwa pekerja dengan 11 jam sehari, dapat lebih mungkin mengalami depresi daripada mereka yang bekerja selama 7-8 jam sehari.

Jikapun banyak tugas Anda, penting untuk memperhatikan kesehatan diri. Simon menyarankan untuk meditasi kesadaran atau menggunakan aplikasi meditasi untuk mengurangi ketegangan di tengah bekerja.

5. Kerja jantung lebih berat

Stres kerja dapat melepaskan hormon kortisol yang membuat jantung bekerja lebih keras. Pada gilirannya meningkatkan risiko stroke, penyakit arteri koroner, diabetes tipe 2, dan bahkan kanker. Untuk tetap bugar selama bekerja, Anda bisa membuat tubuh tetap aktif. Misalnya lakukan ‘olahraga meja’ dengan gerakan ringan.

6. Punggung dan leher sakit

Dalam sebuah penelitian dalam jurnal Occupational & Environmental Medicine, menemukan bahwa semakin banyak waktu bekerja maka semakin besar risiko sakit punggung. Bagi perempuan, rasa sakit cenderung muncul di leher sedangkan pria di punggung bawah. Ini adalah tanda umum yang disebabkan ketegangan otot.

Pernah mengalami tanda-tanda di atas? Itu artinya perlu mengelola waktu Anda agar tak kebanyakan kerja atau memanfaatkan waktu seefektif mungkin untuk mengurangi risiko buruk pada kesehatan.