Bagikan:

JAKARTA - Jenazah anak Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Emmeril Kahn Mumtadz atau akrab disapa Eril telah ditemukan pada Rabu, 8 Juni. Eril ditemukan sekitar pukul 06.50 pagi waktu Swiss atau pukul 11.50 WIB. Jenazah ditemukan di Bendungan Engehalde, Bern, Swiss.

Ridwan Kamil sangat bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk kembali memeluk, membelai, memandikan, juga mengadzankan anaknya. Dalam kesempatan ini juga, Ridwan memberi informasi bahwa kondisi jenazah sang anak masih utuh. Meski telah tenggelam selama 14 hari.

Dalam unggahan pada akun Instagramnya, Ridwan Kamil menjelaskan bahwa suhu dingin sungai Aare membuat jasad Eril masih utuh karena setengah membeku. Selain itu, tak banyak binatang yang hidup di sungai tersebut.

"Penjelasan ilmiah kenapa jasadnya utuh, Sungai Aare yang sedingin kulkas dan minim fauna membuat jasadnya terjaga setengah membeku, sehingga tetap utuh lengkap walau berada di dasar sungai selama 14 hari," katanya dalam akun Instagram @ridwankamil, Jumat, 10 Juni.

Menilik dari kacamata ilmu kedokteran, seperti wawancara yang dilakukan antara VOI dengan dokter umum, dr.Vivien Keung, pada Jumat 10 Juni. Setelah seseorang meninggal, pada tubuh terjadi perubahan biokimia dan fisiologis karena peredaran darah, sel-sel, dan jaringan tubuh tidak bekerja lagi. 

Jadi, ada tiga proses yang dialami tubuh sebelum mengalami pembusukan atau dekomposisi. Seperti penurunan suhu tubuh secara progresif sampai mencapai suhu lingkungan (algor mortis). Proses ini mulai terjadi dalam 3 jam pertama, berlanjut sampai suhu tubuh mencapai suhu lingkungan sekitar. Cepat atau lambatnya tergantung suhu tubuh saat kematian dan suhu lingkungannya.

Menurut dr.Vivian Keung, setidaknya ada empat faktor yang memengaruhi penurunan suhu tubuh dengan cepat. Yaitu, tubuh terendam dalam air, tubuh tidak memakai pakaian, dan tubuh kurus. Sedangkan, penurunan suhu tubuh semakin lambat terjadi bila meninggal dengan kondisi tubuh memakai banyak pakaian dna berat badan tubuh berlebih atau obesitas.

Setelah mengalami algor mortis, proses dekomposisi selanjutnya adalah livor mortis. Livor mortis merupakan perubahan warna pada kulit, muncul lebam berwarna biru keunguan atau biru kemerahan. Hal ini disebabkan karena saat jantung sudah berhenti berdetak, sirkulasi darah dalam tubuh berhenti. Kemudian darah akan mengendap ke bagian tubuh yang paling rendah, tertarik oleh gaya gravitasi. 

“Jadi, bila tubuh dalam keadaan terlentang, warna lebam tersebut biasanya muncul di area punggung atau bagian bawah tubuh. Pembentukannya bervariasi, biasanya mulai terlihat dalam satu jam pasca kematian, terbentuk dengan jelas 3-4 jam atau 6-12 jam setelah kematian. Lalu setelah 12 jam lebam tersebut menetap dan tidak hilang warnanya,” jelas dr. Vivian.

Terakhir, ada proses kaku pada tubuh atau rigor mortis. Tubuh menjadi kaku karena semua otot di tubuh tidak lagi mendapat oksigen jadi menjadi bahan bakar sel otot. Kaku pada tubuh ini bisa tampak sekitar 2 jam pasca kematian dan dimulai dari otot-otot kecil. Kekakuan ini terjadi kira-kira sampai 24 jam setelah kematian, lalu hilang dalam 24-36 jam setelah kematian. Namun, kekakuan tubuh akan semakin lama terjadi pada suhu yang dingin.

Jadi, dekomposisi sendiri terjadi ketika jaringan dalam tubuh mulai hancur karena kebocoran enzim dari sel pasca kematian. Hal ini membuat tubuh menjadi lingkungan yang baik untuk mikroba bertumbuh di jaringan. Untuk waktu pembusukan sendiri bisa ditentukan oleh beberapa faktor. 

“Ada empat faktor yang menyebabkan proses pembusukan menjadi cepat atau lambat. Yaitu, iklim, lokasi, temperatur, dan penyebab kematian,”terang dr.Vivian.

Pembusukan cenderung lebih cepat terjadi di lingkungan beriklim hangat atau panas. Sedangkan pada daerah yang dingin dan lembap, proses pembusukan terjadi lebih lambat.

Lokasi ditemukannya jenazah juga berpengaruh, seperti di ruang terbuka atau tertutup. Mayat yang terpapar udara (di daratan) lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang di dalam air atau dalam tanah. Kemudian binatang yang tinggal pada lokasi tersebut pun turut memengaruhi waktu dekomposisi. 

Selanjutnya temperatur. Idealnya, waktu pembusukan terjadi jika suhu berada di 20-30 derajat celcius dan diperlambat jika di bawah 0 derajat celcius. Terakhir, penyebab kematian. Jika ada luka terbuka, maka proses pembusukan bisa terjadi lebih cepat.

Untuk pernyataan Ridwan Kamil terkait jasad Eril yang masih utuh karena suhu Sungai Aare yang dingin, dr. Vivian pun setuju. Menurutnya, suhu air yang dingin dapat memperlambat proses pembusukan sehingga tubuh jenazah tetap lengkap.

“Terendamnya tubuh dalam air berhubungan dengan proses pembusukan. Suhu air yang lebih dingin dapat memperlambat proses tersebut. Bahkan tubuh yang terendam dalam air es dapat memperlambat terjadinya proses pembusukan selama bertahun-tahun,” tutup dr. Vivian Keung.