Bagikan:

YOGYAKARTA – Cara seseorang dalam berpikir mengambil keputusan, umumnya dibagi menjadi dua macam gaya. Berpikir cepat yang rentan bias dan berpikir lambat yang menguras waktu serta energi. Lantas dari kedua gaya berpikir tersebut, mana yang lebih baik dan bermanfaat?

Dilansir Psychology Today, Jumat, 27 Mei, pendekatan cepat dan intuitif dalam berpikir, sering diatur oleh respons emosional, kebiasaan, atau naluri. Keuntungan dari pemikir cepat bisa menghasilkan solusi dengan cepat tetapi rentan terhadap bias keputusan umum dan kesalahan penalaran. Sedangkan pemikir lambat, lebih sadar tentang pilihan yang berbeda. Keuntungan dari pemikir lambat, mereka menghasilkan hasil yang lebih terarah dan akurat tetapi terkait upaya kognitif yang lebih tinggi.

mana yang lebih baik berpikir cepat atau berpikir lambat
Ilustrasi mana yang lebih baik berpikir cepat atau berpikir lambat (Unsplash/Sean Kong)

Dalam keseharian, ‘lambat’ kerap diasosiasikan secara negatif. Bahkan dipakai untuk menggambarkan kemampuan atau kecerdasan di bawah rata-rata. Menariknya, eksperimen yang dilakukan Eva Krockow, Ph.D., peneliti di Universitas Leicester, mengambil pendekatan ‘pemikir lambat’ sebagai gaya berpikir yang lebih baik. Apa alasannya?

Krockow memberikan gambaran tentang konteks berpikir. Ketika sehari-hari, Anda bisa memilih pakaian kerja secara intuitif dan cepat. Apalagi secara sadar Anda tahu tidak ada jadwal meeting, maka berpakaian kasual jadi pilihan mayoritas dan segera. Tetapi ketika dalam momen pernikahan, Anda membutuhkan waktu lama untuk membangun kesadaran konteks dan kemudian memilih pakaian pernikahan.

Lantas mana yang lebih baik, berpikir cepat atau lambat? Tidak ada yang lebih baik diantara keduanya, tetapi menurut Krockow, perlu menciptakan keseimbangan atas dasar konteks dan efisiensi. Alih-alih mencoba mengidentifikasi gaya berpikir yang lebih baik, yang jadi tantangan adalah menemukan keseimbangan.

Ketika Anda perlu segera mengambil keputusan dan harus berpikir cepat, maka berpikir lambat terlalu berisiko. Namun, ketika Anda membutuhkan kesadaran penuh dalam membuat keputusan, Anda bisa membangun kesadaran lewat mengidentifikasi setiap kemungkinan secara realistis. Sebab, mengorbankan waktu dan energi untuk terus-menerus berpikir bukan tidak mungkin akan berisiko pada kesehatan mental.