Bagikan:

YOGYAKARTA – Untuk mendapatkan penampilan yang sempurna, tentu langkah yang ditempuh tidak akan mudah. Pasalnya, dalam pengambilan foto saja bisa mengulang lebih dari tiga kali untuk mendapatkan potret yang lebih tirus, senyum memikat, mata cerah, dan rambut rapi.

Cara seseorang dalam melihat dirinya sendiri, ternyata dipengaruhi banyak hal. Termasuk cara internal –caranya personal- mempersepsi segala kekurangan yang dimiliki. Mengutip Cosmopolitan, Rabu, 20 April, gangguan dismorfik tubuh membuat seseorang terpaku pada kekurangan fisik, persepsi citra diri yang menyimpang, dan dialami oleh sekitar 2 persen populasi.

Menurut penjelasan pada laman Psychology Today, gangguan dismorfik tubuh (body dysmorphic disorder) merupakan salah satu tipe obsessive-compulsive disorder. Seseorang dengan kondisi ini seringkali punya persepsi dirinya tak sempurna dan menghabiskan waktu berjam-jam memikirkan bagaimana penampilannya.

Terdapat dua faktor yang memengaruhi seseorang dengan gangguan dismorfik tubuh. Pertama, terdapat komponen genetik karena memiliki kerabat tingkat pertama dengan gangguan obsesif-kompulsif. Selain faktor pertama, faktor lingkungan berkontribusi membentuk gangguan dismorfik tubuh. Ini sering dialami ketika memiliki riwayat pelecehan ketika masih kanak-kanak, penelantaran, atau trauma masa kanak-kanak lainnya, dan mungkin memiliki orang tua atau saudara kandung dengan gangguang kecemasan.

Di Amerika Serikat, sekitar 2,4 persen orang dewasa memiliki gangguan dismorfik tubuh. Prevalensinya adalah 2,5 persen pada perempuan dan 2,2 persen pada pria. Rata-rata dialami oleh usia 12-13 tahun dan 15 tahun. Namun gejala bisa muncul secara bertahap dan serupa pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa.

Vivian Diller, Ph.D., seorang psikoterapis di New York City, mengatakan bahwa sindrom membandingkan dan rasa putus asa mendorong tren yang ekstrim. Yang disorot oleh Diller adalah tren operasi plastik. Sebuah jajak pendapat oleh American Academy of Facial Plastic and Reconstructive Surgery juga menemukan bahwa terdapat peningkatan 31 persen permintaan kosmetik dari kosmumen yang ingin mereka terlihat lebih baik.

Memiliki citra diri yang positif tentu akan lebih menenangkan. Namun pandangan negatif tentu juga tak bisa dihilangkan sepenuhnya dengan mudah. Artinya, mengenali diri sendiri dan menempuh cara tepat untuk body positivity perlu dilakukan.

Gejala dan penjelasan di atas tidak dapat dipakai untuk self-diagnosis. Direkomendasikan untuk konsultasi pada dokter untuk mendapatkan diagnosa akurat dan penanganan tepat.