Bagikan:

JAKARTA – Geli membuat tawa pecah, namun kadang orang merasa tidak nyaman ketika menerima gelitikan. Pasalnya, karena digelitik seseorang bisa terpingkal-pingkal hingga mengompol. Namun ada juga orang tua yang percaya bahwa menggelitik bayi baru lahir untuk mendapatkan tawa bayi. Bahkan dalam aspek seksual, pengalaman sensasi gelitik dilakukan untuk menaikkan gairah menuju ke puncak kenikmatan.

Menurut Samuel S. H. Wang, Ph.D., profesor biologi molekuler dan ilmu saraf di Universitas Princeton, ujung saraf di kulit mengirim pesan ke otak. Dilansir Everyday Health, Rabu, 16 Maret, pesan dari ujung saraf kulit mencapai otak kecil, tepatnya di area yang mengatur inisiasi gerakan. Sentuhan tak terduga, mengaktifkan serebelum, kata Wang. Akibat setuhan tersebut, tubuh menghasilkan sensasi menggelitik.

Pada sisi positifnya, sensasi gelitik bisa mengikat hubungan. Chales Darwin, pada akhir abad ke-19 mencatat bahwa menggelitik adalah mekanisme ikatan sosial. Sedangkan menurut Robert R. Provine, Ph.D., profesor psikologi di Universitas Maryland, Baltimore, mengatakan bahwa aksi-reaksi menggelitik adalah episode memberi dan menerima yang mungkin menjadi dasar permainan sosial.

Sensasi gelitik seperti gatal, ucap Provine. Jenis gelitik dapat melindungi kita dengan menarik perhatian pada rangsangan eksternal. Jenis ini disebut knismesis. Meski jarang menghasilkan tawa namun tergolong reaksi yang dialami manusia dan hewan. Misalnya, seekor kuda mengayunkan ekornya sepadai respons terhadap lalat yang mengganggu.

Uniknya, seseorang tak bisa menggelitik diri sendiri. Sebab, Anda tak dapat mengejutkan otak Anda sendiri.  

“Di suatu tempat di otak Anda, sebuah prediksi dibuat tentang sensasi yang akan dihasilkan tangan Anda, dan prediksi itu menekankan respons menggelitik,” jelas Wang.

Sebuah penelitian melaporkan bahwa ada titik khusus pada tubuh, yang sifatnya universal, dan sensitif pada gelitik. Area tubuh yang rentan, biasanya paling geli. Termasuk lubang telinga luar, area genital, dan payudara. Berdasarkan laporan studi di American Scientist, pada ketiak ke pinggang dan telapak kaki juga sensitif pada sentuhan.

Seiring bertambahnya usia, respons terhadap gelitik juga akan berubah. Ini disebabkan perubahan hormon yang bisa membuat seseorang kurang suka digelitik.

Dalam studi yang dilakukan Provine, sensasi gelitik sedikit kurang menyenangkan bagi perempuan daripada pria. Hampir dua kali lebih lebih banyak perempuan dibandingkan pria menilai menggelitik sebagai aktivitas yang tidak menyenangkan. Menurut asumsi dalam penelitian Provine, ini bisa disebabkan pengalaman buruk terkain sentuhan seksual non-konsensual atau non-timbal balik.

Dari studi Provine artinya kita bisa belajar bahwa menggelitik pada konteks orang dewasa, membutuhkan kesepakatan, persetujuan, dan lingkup yang dianggap aman bagi kedua belah pihak, yang memberi sentuhan dan yang menerima.