Bagikan:

JAKARTA - Drama Korea, All of Us Are Dead dipuji sebagai Squid Game baru sejak mendarat di Netflix secara perdana pada 28 Januari. Serial ini menduduki puncak daftar 10 teratas acara TV non-bahasa Inggris Netflix untuk pekan 24 hingga 30 Januari dengan 124,79 juta jam penayangan.

Sementara menurut data perusahaan analitik streaming Flixpatrol, serial12 episode itu telah berada di posisi puncak acara TV Netflix selama sembilan hari berturut-turut sejak debut.

Sutradara All of Us Are Dead, Lee Jae-kyoo mengatakan serial yang ia buat bukan sekadar bercerita mengenai zombie, tetapi juga menggambarkan kondisi manusia yang hidup dari semua lapisan masyarakat. Serial ini diangkat berdasarkan webtoon populer.

Ceritanya berlatar di sekolah menengah yang berubah menjadi kacau karena terjadi penyebaran virus zombie misterius. Ini 3 alasan mengapa sutradara All of Us are Dead merupakan cerminan masyarakat yang sebenarnya.

Sekolah adalah mikro-kosmos masyarakat

“Ada pepatah yang mengatakan bahwa anak adalah cerminan orang tuanya. Bisa diperluas ke pepatah lain bahwa sekolah adalah cermin masyarakat. Saya ingin menunjukkan citra paralel ini melalui siswa,” kata sutradara Lee Jae-kyoo atau yang juga dikenal sebagai Lee JQ, dikutip dari Yonhap.

Ia mengatakan dirinya ingin menggambarkan sekolah semacam mikro-kosmos masyarakat manusia yang diwakili dengan berbagai orang berseragam, seperti pelaku dan korban perundungan, anak kaya dan miskin, kepala sekolah laki-laki dan perempuan jahat.

Keputusan Remaja berbeda dengan orang dewasa

“Sejujurnya, saya tidak menikmati film zombie. Tapi komik aslinya menarik perhatian saya karena menggambarkan wabah zombie di sebuah sekolah. Tidak seperti orang dewasa, siswa yang belum dewasa membuat keputusan yang berbeda dalam situasi yang ekstrem,” kata Lee dikutip dari ANTARA, 8 Februari.

Kekerasan di sekolah itu ada

Selain upaya melawan zombie, All of Us Are Dead juga mengangkat isu kekerasan sekolah sebagai tema utama lain. Virus zombie misterius dikembangkan oleh seorang guru untuk membantu putranya melawan pelaku perundungan di sekolah.

Sutradara Lee JQ menyadari kritik yang muncul mengenai potret kekerasan di sekolah dan penggunaan kata-kata kotor yang berlebihan.

“Banyak orang merasa tidak nyaman melihat perundungan di sekolah dan ingin menjauhkan diri darinya. Tapi masyarakat kita mungkin tidak jauh berbeda dengan sekolah. Kita bisa menjadi pelaku atau korban dengan atau tanpa disadari,” katanya.

Serial All of Us Are Dead merupakan proyek layar kecil pertama Lee dalam 10 tahun terakhir setelah ia menggarap serial romansa The King 2 Hearts (2012). Ia mengatakan dirinya sudah memikirkan cerita All of Us Are Dead selanjutnya, meskipun musim kedua belum dikonfirmasi.

“Jika musim pertama terus berjalan dengan baik untuk waktu yang lebih lama, musim berikutnya saya kira bisa dibicarakan,” katanya.