Eksklusif, Ketum INTI Teddy Sugianto: Kini Sudah Banyak Orang Tionghoa yang Terjun ke Pentas Politik
Setelah era reformasi, kata Ketua Umum Perhimpunan Indonesia Tionghoa INTI Teddy Sugianto makin banyak warga Tionghoa yang terjun dalam bidang politik. (Foto Bunga Ramadani, DI: Raga VOI)

シェア:

Di era Orde Baru nyaris tak ada keturunan Tionghoa yang muncul di pentas politik. Menurut Ketua Umum Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Teddy Sugianto keturunan Tionghoa memang sempat tidak mendapat kesempatan karena dibatasi. Dunia usaha menjadi peluang utama yang bisa dimaksimalkan dan dengan ketekunannya, banyak pengusaha Tionghoa sukses di jalur bisnis. Kini keadaan sudah berubah, makin banyak orang Tionghoa yang terjun ke pentas politik.

***

Jejak perjuangan politik warga keturunan Tionghoa di Indonesia sudah ada sejak zaman Belanda, lahir berbarengan dengan pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia lainnya. Partai Tionghoa Indonesia (PTI) didirikan oleh Liem Koen Hian, pada 25 September 1932.  

Pasca kemerdekaan kiprah politisi Tionghoa juga terlihat. Salah seorang yang bersinar di era itu adalah Oey Tjoe Tat dari Partindo (Partai Indonesia). Ia sempat jadi menteri dalam Kabinet Dwikora (1965-1966) yang dipimpin oleh Presiden Soekarno.

Tumbangnya Orde Lama, membuat kiprah politik warga keturunan Tionghoa mulai dibatasi oleh pemerintah Orde Baru lewat Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China. “Zaman Orde Baru kita memang dibatasi untuk masuk ke pentas politik. Peluang yang ada dalam bidang usaha. Warga keturunan Tionghoa serius sekali dalam bidang usaha dan tak sedikit mereka yang kesuksesan,” kata Teddy Sugianto.

Runtuhnya Orde Baru, mengubah keadaan, Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang pencabutan Inpres No 14 tahun 1967 yang ditandatangani oleh Presiden  Soeharto itu. Sejak itu masyarakat Tionghoa bebas melaksanakan budaya, ibadah hingga berkiprah dalam bidang politik.

Ekonom Kwik Kian Gie yang bergabung dengan PDIP termasuk politisi yang amat berperan di era reformasi. Ada juga Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dari Bangka Belitung yang hijrah ke Jakarta dan memimpin Jakarta. Lalu ada nama Me Hoa (Ketua DPRD Bangka Tengah 2009-2014), Andrey Angouw (Wali Koto Manado 2019-2024), Budhi Sarwono (Bupati Banjarnegara 2017-2022), dan masih banyak lagi nama politisi Tinghoa lainnya.

“Keadaan memang banyak sekali berubah setelah Gus Dur  menjadi presiden. Kita bisa merayakan Imlek dengan barongsainya. Lalu Imlek dijadikan hari libur nasional. Dan makin banyak orang Tionghoa yang terjun ke pentas politik,” ujar Teddy kepada Edy Suherli, Rifai dan Bunga Ramadani dari VOI yang menyambanginya di Perumahan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, belum lama ini. Ia juga cerita tentang kebiasaan dalam merayakan Imlek, soal banyak orang Tionghoa yang sukses dalam bidang usaha, serta program strategis yang dilakukan Perhimpunan INTI yang ia pimpin. Inilah petikannya.

Sebagai Teddy Sugianto banyak membantu kepala daerah bertemu dengan investor. (Foto Bunga Ramadani, DI: Raga VOI)
Sebagai Teddy Sugianto banyak membantu kepala daerah bertemu dengan investor. (Foto Bunga Ramadani, DI: Raga VOI)

Bagaimana Anda memaknai tahun baru Imlek 2574 Kongzili (Kelinci Air)?

Imlek itu adalah kebudayaan yang sudah dilakukan sejak dulu, sekarang kita berada di 2574 Kongzili atau kelinci air. Sampai sekarang tetap dirayakan meski dalam bentuk dan cara yang tidak sama. Biasanya setiap ganti tahun itu serba baru, barang-barang diganti. Di China momen Imlek ini digunakan untuk bertemu dengan orang tua. Kalau rumahnya di kampung, semua anak-anak yang merantau pulang ke rumah orang tua saat Imlek. Mereka kumpul di rumah orang tua dan makan bersama di malam Imlek.

Keesokan harinya sembahyang, orang tua mendoakan anak-anak dan cucunya. Lalu orang tua atau yang sudah bekerja memberi angpao untuk anak-anak, kalau kakak yang sudah kerja memberi adik-adiknya angpao. Setelah itu semua bergembira. Harapannya di tahun yang baru ini akan makin sejahtera, kalau yang berbisnis makin cuan.

Untuk Anda sendiri apakah pulang kampung?

Saya tidak pulang kampung.  Anak saya ada 5 dan 20 cucu, mereka yang kumpul di rumah saya. Kalau di China memang momen imlek  dimanfaatkan untuk mudik, seperti menjelang lebaran  di Indonesia. Dulu di China libur Imlek bisa sampai 2 atau 3 minggu, sekarang sudah tidak lagi selama itu. Soalnya terlalu lama libur yang rugi semuanya, jadi tidak produktif.

Malam Imlek kami bikin acara makan malam di rumah ini. Semua kumpul bergembira bersama. Jadi Imlek itu momen untuk berkumpul. Soalnya kalau hari biasa anak saya sibuk dengan pekerjaannya, cucu saya juga sibuk dengan sekolah atau kuliahnya, sulit untuk berkumpul.

Momen imlek itu harapannya hujan, kalau tidak hujan katanya kurang beruntung, menurut Anda?

Soal hujan di saat Imlek atau dekat-dekat Imlek memang musimnya memang sedang musim hujan sampai Cap Go Meh (dua pekan setelah Imlek).  Ya wajar saja kalau terjadi hujan. Kalau soal keberuntungan itu tergantung dengan kegigihan masing-masing kita dalam berusaha. Yang rajin cuannya banyak, yang malas ya buntung.

Di zaman Orde Baru susah untuk merayakan Imlek, namun setelah Gus Dur memimpin perayaan Imlek jadi hal yang biasa, Imlek ditetapkan jadi hari libur nasional saat Megawati menjadi presiden. Bagaimana Anda melihat perubahan ini?

Setelah kerusuhan 1998 saya melepaskan usaha demi organisasi INTI. Saya memang orang Tionghoa, tapi saya besar dan berusaha di sini. Saya sudah orang Indonesia. Seperti warga negara yang lain saja, ada suku Batak, Jawa, Sunda, dll., saya sukunya Tionghoa. Setelah Gus Dur naik keadaan memang banyak berubah. Saya lepas bisnis fokus di organisasi ini, tujuannya mengajak orang Tionghoa yang lain melihat sekitar. Kalau yang ada bisa dibantu ya itulah yang diharapkan agar kesenjangan bisa dikurangi.

Lewat Perhimpunan INTI kami melakukan pendekatan dengan masyarakat lokal. Ada akulturasi dengan masyarakat sekitar. Karena kita sudah Indonesia, saya punya anak dan cucu di sini, berusaha berbaur dengan masyarakat Indonesia.

Kata Teddy Sugianto soal Imlek hujan atau tidak tak ada hubungannya dengan keberuntungan, yang rajin cuannya banyak, yang malas ya buntung. (Foto Bunga Ramadani, DI: Raga VOI)

Kata Teddy Sugianto soal Imlek hujan atau tidak tak ada hubungannya dengan keberuntungan, yang rajin cuannya banyak, yang malas ya buntung. (Foto Bunga Ramadani, DI: Raga VOI)

Dari sisi nama Anda juga sudah menggunakan nama Indonesia

Nama itu engga penting, yang penting menurut saya adalah hatinya.

Mengapa orang Tionghoa di Indonesia rata-rata mapan dalam bidang ekonomi?

Orang Tionghoa di Indonesia itu sejak lahir di dunia bisnis, karena engga dikasih kesempatan di bidang politik. Akhirnya dunia bisnis yang ditekuni dan sampai mereka berhasil. Orang Tionghoa itu baik yang kaya atau yang miskin perhitungan kalau membelanjakan uangnya. Dia hanya membelanjakan 70 persen, sisanya ditabung. Di perusahaan saya, tidak semua gaji diserahkan, sisanya didepositokan. Saat ada keperluan mendadak bisa digunakan. Saya punya pabrik bahan bangunan dan punya usaha distribusi bahan bangunan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Di era Orde Baru nyaris tak ada orang  Tionghoa yang terjun di bidang politik, tapi sekarang sudah banyak bagaimana Anda melihatnya?

Dulu memang tak ada kesempatan bagi orang Tionghoa untuk terjun ke politik, tapi setelah  eranya Gus Dur, kesempatan terbuka banyak yang terlibat. Buat saya silahkan saja kalau orang INTI mau berpolitik, itu pribadi-pribadi. Tapi untuk organisasi INTI lebih baik tidak.  

Dulu ada Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang didirikan  oleh Liem Koen Hian (1932), mungkinkah dibangkitkan kembali?

Orang Tionghoa itu belum banyak, kalau bikin partai sendiri berat. Kalau orang Tionghoa mau berpolitik masuk saja ke partai yang sudah ada di Indonesia.

Tahun 2023 ini sudah mulai panas jelang pemilu di 2024, biasanya pengusaha mulai didekati politisi, Anda merasakan itu?

Bukan main banyaknya yang mendekati, bahkan saat kita memberikan sesuatu pada partai tertentu yang biasanya kita kasih, mereka cemburu. Kami menghargai semua partai politik yang ada, apa lagi yang menjadi kepala daerah. Tapi untuk INTI tetap tidak berpolitik.

Sekarang banyak kepada daerah dan ketua DPRD dari keturunan Tionghoa, bagaimana Anda menilai kiprah mereka?

Yang menjadi pionir adalah Hasan Karman di Singkawang (Wali Kota) dan Kristiandi yang jadi Wagub Kalbar, mereka orang Tionghoa pertama yang jadi Bupati dan Wagub di Indonesia. Setelah itu muncul nama-nama lainnya. Saya sering membantu mereka untuk mencarikan investor asing. Tak hanya kepala daerah yang keturunan Tionghoa, kepala daerah lainnya juga saya bantu, saya ajak ke China untuk dipertemukan dengan investor seperti Bupati Belitung, Pati dan Tapanuli Utara.

Apa saja program yang akan digulirkan Perhimpunan INTI ke depan?

INTI adalah organisasi kebangsaan, berdiri atas restu Presiden Gus Dur, kami memperjuangkan nasib warga keturunan Tionghoa. Setelah itu Ibu Megawati dan Pak Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan dukungan untuk kami warga keturunan Tionghoa. Sekarang tidak ada lagi perbedaan pribumi dan nonpribumi, ini perjuangan INTI selama ini. Pemerintah sudah mengakui Tionghoa sejajar dengan suku-suku yang lain, lalu apa yang bisa kita perbuat. Harus ada sumbangsih pada bangsa dan negara.

Apa saja programnya?

Dalam bidang Pendidikan kami ada beasiswa untuk anak-anak yang tidak mampu. Kita mau adik-adik kita yang kurang mampu untuk tidak kecil hati, dulu saya juga orang susah. Makan saja sulit, harus utang untuk bisa makan. Saya pernah dagang di pasar dan lain-lain. Saat masih susah saya menjaga pertemanan dan kepercayaan, pelan-pelan saya bangkit lewat dunia bisnis.

Program beasiswa INTI itu namanya Pelangi, sampai saat ini sudah lebih dari 2000 siswa SMA yang kita bantu. Ada juga beasiswa dari pemerintah China yang kita salurkan kepada mahasiswa yang tidak mampu. Setelah selesai harus pulang dan bantu bangsa dan negara. Selain beasiswa kami juga membantu membangun beberapa sekolah  seperti di Kalbar, di Jakarta ada tiga sekolah yang kami bantu, lalu di Bandung dan Medan masing-masing satu sekolah. Pelan-pelan, belum banyak yang bisa kami perbuat. 

Dalam bidang sosial apa programnya?

Perhimpunan INTI yang tersebar di seluruh Indonesia, ada 90 pengurus daerah dan cabang melakukan aksi sosial kalau ada bencana melalui INTI dan sayapnya seperti PINTI (Perempuan Tionghoa Indonesia) juga GEMA INTI (Gerasi Muda Tionghoa Indonesia). Gempa Cianjur dan beberapa wilayah di Jawa Barat menjadi salah satu sasaran aksi sosial kami. Baru itu yang bisa kami lakukan, semoga ke depan bisa lebih banyak yang bisa dilakukan Perhimpunan INTI, PINTI, dan juga GEMA INTI.

Teddy Sugianto Berharap Imlek 2574 Makin Sejahtera dan Cuan

Momentum Imlek dijadikan Teddy Sugianto untuk berkumpul dengan anak-anak dan cucu. (Foto Bunga Ramadani, DI: Raga VOI)
Momentum Imlek dijadikan Teddy Sugianto untuk berkumpul dengan anak-anak dan cucu. (Foto Bunga Ramadani, DI: Raga VOI)

Tahun baru Imlek 2574 Kongzili (kelinci air) disambut dengan suka cita oleh Ketua Umum Perhimpunan Indonesia Tionghoa (Perhimpunan INTI) Teddy Sugianto. Tak hanya merayakan tahun baru dalam penanggalan China, banyak asa yang diharapkan bisa terwujud tahun ini. “Semoga kita semua makin sejahtera dan cuan,” harapnya.

Sekarang ini bukan hanya orang Konghucu saja yang merayakan Imlek, namun momentum imlek yang dijadikan dirayakan juga di gereja. “Kalau momen Imlek dirayakan dengan berdoa dan sembahyang di kelenteng itu sudah biasa. Sekarang imlek juga dirayakan di gereja,” kata pria yang punya 5 anak dan 20 cucu ini.

Saat Imlek yang juga paling dinanti oleh Teddy Sugianto adalah berkumpul dan makan malam bersama anak-anak dan cucu. “Kalau hari biasa anak-anak  dan cucu sibuk dengan kegiatan masing-masing. Saat Imlek semua berkumpul dalam jamuan makan malam di rumah saya,” kata pria yang tahun ini sudah berusia 83 tahun.

Resep Sehat

Untuk menjaga kesehatan, kata Teddy Sugianto bukan soal fisik yang perlu dijaga, tapi soal  psikis juga harus dijaga.  (Foto Bunga Ramadani, DI: Raga VOI)
Untuk menjaga kesehatan, kata Teddy Sugianto bukan soal fisik yang perlu dijaga, tapi soal psikis juga harus dijaga. (Foto Bunga Ramadani, DI: Raga VOI)

Meski usianya sudah tak muda lagi, soal aktivitas tak perlu diragukan. Karena jika dia diam saja dia akan menjadi pikun. Karena itu Teddy terus berkativitas mengurusi organisasi dan melakukan kegiatan sosial. Itulah salah satu yang bisa membuat dia bisa sehat meski usia sudah lanjut.

Badan sehat, lanjut Teddy bukan hanya karena olahraga, namun juga karena menjaga hati.  “Jangan bikin hati kita ini capek. Marah boleh tapi sebentar saja, jangan menjadi dendam,” saranya.

Teddy sudah menyaksikan banyak teman-temannya yang olahragawan dipanggil lebih dulu oleh  Yang Maha Kuasa. Ada juga rekannya yang kaya juga sudah menghadap keharibaan-Nya. Banyak menyumbang untuk kegiatan sosial diyakini Teddy bisa membuat panjang umur.

Memang hingga saat ini ia tak ada pantangan dalam urusan makanan, cuma dia harus tahu diri, tidak berlebihan. “Gula itu kalau berlebih tidak bermanfaat, makanya saya tidak makan gula. Tapi untuk durian dan sate saya masih bisa makan,” ungkap Teddy yang masih muda suka main basket. 

Sekolah

Melalui beasiswa yang diberikan INTI Teddy Sugianto berharap banyak siswa yang bisa dibantu.  (Foto Bunga Ramadani, DI: Raga VOI)
Melalui beasiswa yang diberikan INTI Teddy Sugianto berharap banyak siswa yang bisa dibantu. (Foto Bunga Ramadani, DI: Raga VOI)

Teddy Sugianto sadar kalau pendidikan adalah bekal penting dalam mengaruhi kehidupan kini dan nanti. Kondisi dia yang tak bisa bersekolah, dijadikan contoh agar tak terulang. Melalui Perhimpunan INTI ia yang duduk sebagai Ketua Umum, membuat sejumlah program beasiswa untuk anak yang kurang mampu. Ia ingin lebih banyak siswa yang bisa bersekolah.

“Saya ini tidak bersekolah, cuma SMP karena keadaan, keluarga tidak mampu, kami makan saja susah. Apa yang saya alami ini bisa jadi pelajaran. Lewat INTI kami membuat program beasiswa bagi anak yang tidak mampu. Jadi jangan berkecil hati. Harus punya semangat untuk mengubah nasib,” katanya.

Teddy punya rencana untuk mendirikan sekolah setingkat akademi dalam bidang pegobatan tradisional China lengkap dengan asramanya. “Pengobatan tradisional itu lebih murah dan terjangkau kalau dibandingkan dengan pengobatan kedokteran moderen,” ujar Teddy.

Di sekolah ini Teddy Sugianto akan memberikan fasilitas bagi yang tidak mampu dengan melunasi biaya pendikan setelah tamat dan bekerja. “Ide saya itu banyak dan saya orang yang enggak bisa diam,” katanya minta doa agar keinginanya bisa mendirikan sekolah bisa segera terwujud.

"Soal hujan di saat Imlek atau dekat-dekat Imlek memang musimnya memang sedang musim hujan sampai Cap Go Meh. Ya wajar saja kalau terjadi hujan. Kalau soal keberuntungan itu tergantung dengan kegigihan masing-masing kita dalam berusaha. Yang rajin cuannya banyak, yang malas ya buntung,"

Teddy Sugianto


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)