E-Commerce di Indonesia menunjukan perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun belakangan. Pandemi COVID-19 yang melanda makin memperkencang laju pertumbuhan E-Commerce. Karena itu Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (Indonesia E-commerce Assosiation - idEA) Bima Laga heran saat pedagang konvensional di Pasar Grosir Tanah Abang menuding sepinya omzet mereka karena E-Commerce yang belakangan marak. Apa yang sebenarnya terjadi?
***
Pertumbuhan E-Commerce di Indonesia memang menunjukkan angka yang amat menggembirakan. Menurut data dari idEA yang dikemukakan Bima Laga, nilai transaksi E-Commerce Indonesia tahun 2019 baru 19 Miliar USD, tahun 2020 saat Pandemi COVID-19 melanda meningkat menjadi 44 Miliar USD, dan tahun 2021 menjadi 70 Miliar USD. Sementara di tahun 2022 lalu sebesar 77 Miliar USD. Estimasi untuk tahun 2030 jumlahnya akan melambung di angka 130 Miliar USD.
Namun angka 130 Miliar USD lanjut Bima tak lama lagi akan tercapai. Soalnya perkembangan di ranah E-Commerce ini amat dinamis. “Insya Allah, kita dapat mencapainya pada tahun 2025,” katanya optimis.
Meski belum melakukan penelitian secara terukur, pesatnya pertumbuhan E-Commerce ini dikeluhkan oleh para pedagang konvensional seperti di Pasar Tanah Abang. Mereka menuding E-Commerce yang menjadi penyebabnya. Toko mereka sepi dan penjualan terus turun. Padahal mereka juga sudah merambah ke ranah E-Commerce meski masih melakoni penjualan konvensional di lapak yang mereka punya. Karena itulah saat Menteri Perdagangan Zulikifli Hasan dan juga Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki berkunjung ke Pasar Grosir terbesar di Indonesia itu kondisi tersebut disampaikan oleh para pedagang.
Namun menurut Bima Laga, sepinya pasar konvesional seperti di Pasar Tanah Abang sudah terjadi sejak lama sebelum E-Commerce bertumbuh dengan pesat. Karena itu dia heran mengapa E-Commerce dikambinghitamkan. Seolah-olah hanya mereka yang menjadi penyebabnya. “Pasar grosir Tanah Abang telah mengalami penurunan sejak tahun 2016, jauh sebelum pandemi. Pasar tersebut biasanya ramai menjelang Lebaran. Kementerian yang terkait juga telah memprediksi hal serupa. Di sisi lain, perdagangan online memang tumbuh pesat,” kata Bima yang juga CEO Hijup.
Bima menyarankan agar para pedagang konvensional tak hanya menyalahkan.Pedang harus melakukan perubahan dan inovasi, termasuk merambah ke ranah E-Commerce dalam arti yang sesungguhnya. “Jika pedagang di Tanah Abang masih mengeluh sepi meskipun telah mencoba live shopping, perlu kita perhatikan lebih lanjut. Live shopping hanyalah salah satu cara untuk berjualan, yang tak kalah penting adalah membangun komunitas dan memiliki banyak pengikut (follower) dengan interaksi yang baik,” kata Bima Laga kepada Edy Suherli, Savic Rabos, Irfan Medianto dari VOI yang menyambanginya di kantor Hijup adalah Islamic Fashion E-Commerce di bilangan Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, belum lama berselang.
Ia juga mengomentari soal pelarangan TikTok Shop melalui Permendag 31 Tahun 2023, keamanan data pelanggan, persaingan sehat di ranah E-Commerce, tips aman bertransaksi dan persoalan lainnya di ranah ini. Inilah petikan wawancara selengkapnya.
Seperti apa perkembangan e-commerce di Indonesia dalam lima tahun terakhir?
Perkembangan e-commerce di Indonesia dalam lima tahun terakhir, terutama selama masa pandemi, telah berkembang pesat. Saat pandemi, interaksi dan transaksi dilakukan secara online karena kita tidak dapat bertemu atau bertransaksi secara offline. Data yang kami miliki dari bulan Maret 2020 hingga Juni 2023 menunjukkan bahwa sudah ada lebih dari 14,8 juta UMKM yang bergabung dalam platform anggota idEA. Menurut data dari Bank Indonesia dan Temasek, pertumbuhan e-commerce juga mencapai sekitar 30 hingga 40 persen year on year. Prediksi Bank Indonesia untuk tahun 2023 menunjukkan bahwa nilai transaksi e-commerce dapat mencapai Rp700 triliun. Berdasarkan prediksi Google dan Temasek, pada tahun 2030, jumlah transaksi e-commerce di Indonesia dapat mencapai 130 miliar USD.
Pesat sekali perkembangannya?
Perkembangan di ranah e-commerce ini memang sangat pesat dan dinamis. Meskipun perkiraan mencapai 130 miliar USD menjadi acuan, tampaknya angka tersebut akan tercapai lebih cepat daripada yang diperkirakan hingga tahun 2030. Insya Allah, kita dapat mencapainya pada tahun 2025.
Soal UMKM, berapa banyak yang sudah bergabung ke platform anggota idea dan ke depan berapa target yang akan bergabung?
Saat ini, sudah ada sekitar 22,8 juta UMKM yang bergabung. Target kami hingga tahun 2024 adalah mencapai 30 juta UMKM. Anggota idEA saat ini terdiri dari 220 perusahaan e-commerce di seluruh Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan pendukung seperti bank, e-payment, logistik, dan platform media sosial.
Beberapa waktu lalu, pedagang di pasar Tanah Abang mengeluh bahwa toko mereka sepi karena maraknya e-commerce dan social commerce, khususnya TikTok Shop, yang akhirnya ditutup. Apa tanggapan Anda?
Pasar grosir Tanah Abang telah mengalami penurunan sejak tahun 2016, jauh sebelum pandemi. Pasar tersebut biasanya ramai menjelang Lebaran. Kementerian yang terkait juga telah memprediksi hal serupa. Di sisi lain, perdagangan online pesat. Saat pandemi, situasi di pasar Tanah Abang semakin parah karena sebagian besar transaksi perdagangan dilakukan secara online, karena orang tidak dapat bertransaksi secara offline. Jika pedagang di Tanah Abang masih mengeluh sepi meskipun telah mencoba live shopping, perlu kita perhatikan lebih lanjut. Live shopping hanyalah salah satu cara untuk berjualan, yang tak kalah penting adalah membangun komunitas dasar dan memiliki banyak pengikut dengan interaksi yang baik. Dengan demikian, perlu langkah-langkah yang baik untuk mencapai keberhasilan dalam live shopping. Ini adalah tugas kita bersama untuk membantu mereka.
Saat ini menggunakan pendekatan "hybrid." Metode hybrid adalah cara mengubah transaksi offline menjadi online. Pengalaman istri saya saat berbelanja di pasar Tanah Abang menunjukkan bahwa responnya sangat lambat, padahal kami ingin memesan lagi. Pedagang di sana perlu beradaptasi secara perlahan dan menjadi lebih responsif agar pembeli datang kembali.
Indonesia, dengan jumlah penduduk yang besar, adalah pasar yang sangat potensial untuk perdagangan online. Namun, Indonesia masih terlihat seperti "rest area" bagi barang-barang impor. Apa tanggapan Anda?
Baru-baru ini, saya mengunjungi sentra produksi kerudung di daerah Cakung. Produksi di sana sangat besar, dan beberapa di antaranya adalah produk lokal yang bergabung dalam industri ini. Ini menunjukkan bahwa kita sudah mampu memproduksi sendiri dengan bahan baku yang tersedia dan peralatan yang sudah ada. Yang perlu dilakukan adalah menciptakan nilai tambah melalui merek. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya menjadi tempat untuk barang impor. Soal arus barang impor, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti perizinan dan pajak, yang berperan sebagai gatekeeper.
E-commerce memang lapak untuk berdagang, Sosial Media kini juga dijadikan lapak untuk berdagang, orang menyebutnya Social Commerce. Jadi berperan ganda, sosmed dan juga berdagang, ini bagaimana Anda melihatnya?
Kita harus merunut ke belakang, melihat sejarah hadirnya e-commerce yang dilatari oleh sosmed. Di Indonesia, kita mengenal Kaskus yang merupakan salah satu dari 9 perusahaan e-commerce yang menjadi pendiri idEA. Pembelian dapat terjadi melalui komunitas. Ketika kita berjualan online, biasanya yang pertama kali membeli adalah kenalan kita karena mereka mempercayai kita. Kehadiran e-commerce ada untuk memfasilitasi hal tersebut. Perkembangan selanjutnya, sosial media mengalami perubahan dengan penambahan fitur pembayaran dan logistik. Hal ini membawa munculnya istilah social commerce, di mana sosmed dapat memfasilitasi pembayaran dan transaksi jual-beli.
Karena heboh, pemerintah kemudian merevisi Permendag no 50 tahun 2020 menjadi Permendag no 31 tahun 2023. Aturan ini akan berjalan seiring dengan inovasi. Sehubungan dengan e-commerce, peraturannya mulai diterapkan pada tahun 2009/2010, tetapi baru diatur lebih rinci 10 tahun kemudian melalui PP No 80 tahun 2019. Revisi Permendag no 50 tahun 2020 menjadi Permendag no 31 tahun 2023 dilakukan sebagai respons terhadap dinamika di lapangan. Social commerce sedang berkembang pesat, dan pemerintah merasa perlu mengatur semuanya.
Jadi dengan pelarangan TikTok sebagai salah satu social commerce besar, saran Anda apa ke depan?
Kami dari idEA telah memberikan masukan kepada pemerintah. Pemerintah kemudian mengeluarkan aturan; Permendag No 31 Tahun 2023. Kami mengapresiasi keluarnya aturan ini. Sebagai pelaku usaha yang memiliki badan hukum, kita harus tunduk dan patuh pada aturan pemerintah. Kita harus memahami bahwa aturan ini diterapkan untuk menciptakan persaingan dan perdagangan yang lebih sehat. Saat ini, aturan ini berlaku seperti itu, tetapi revisi di masa mendatang mungkin diperlukan mengingat dinamika yang terjadi. Dunia e-commerce sangat dinamis.
Produksi barang di China sangat efisien karena telah lama mengalami industrialisasi. Bagaimana cara menghadapinya?
Untuk menghadapinya, kita harus membangun nilai tambah melalui branding dan pemasaran. UMKM dan produsen kita harus fokus pada hal ini. Ketika kita berbicara tentang branding dan pemasaran, tidak hanya berbicara tentang HPP (harga pokok penjualan), tetapi juga tentang bagaimana brand dan nilai produk menciptakan HPP. Selain itu, kita perlu mempertimbangkan hilirisasi. Sekarang, dengan aturan baru, tidak diperbolehkan impor barang dengan nilai di bawah 100 USD atau Rp1,5 juta dengan kurs saat ini. Ketika barang-barang mereka tidak bisa masuk ke sini, kita harus memfasilitasi mereka untuk membangun pabrik di sini. Dengan demikian, akan ada investasi dan transfer pengetahuan dari luar, sehingga ekosistem industrialisasi dapat terbentuk di sini.
Pemerintah akan menerbitkan positif list, tanggapan Anda?
Kami menyambut positif rencana pemerintah ini karena dapat meningkatkan hilirisasi. Namun, perlu diperhatikan agar tidak terjadi kekurangan produk yang dilarang, sehingga barang-barang tersebut dapat diproduksi di dalam negeri untuk menghindari kelangkaan dan kenaikan harga.
Di ranah e-commerce ini, pasar sangat terbuka dan persaingan sangat ketat, terutama bagi UMKM, apa yang dapat kita lakukan untuk menghadapinya?
Untuk menghadapinya, UMKM harus membangun merek dan strategi pemasaran yang kuat. Ini bukan pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Orang harus melihat produk, mencoba produk tersebut, mempercayainya, dan baru kemudian membelinya. Saya sendiri menjual hijab, dan kompetisinya sangat ketat. Semua ini dapat diciptakan melalui usaha untuk membangun merek dan mendapatkan pelanggan.
BACA JUGA:
Soal keamanan data pelanggan dalam perdagangan online adalah isu penting, bagaimana dengan hal ini?
Kita sudah punya UU Perlindungan Data Pribadi, aturan soal keamanan data sudah cukup jelas. Kalau ada penyalahgunaan data atau data yang bocor, penindakannya mengacu kepada UU PDP itu.
Originalitas produk yang dijual di lapak online sering dikeluhkan, bagaimana dengan hal ini?
Saya kira publik sudah mulai teredukasi soal ini. Namun para penjual harus jujur, kalau barang yang dijual itu bekas, kasih tahu saja bahwa itu barang bekas. Kalau soal originalitas itu berhubungan dengan hak kekayaan intelektual. Kalau ada pelaporan soal barang tidak original yang dijual, sebuah lapak bisa diminta untuk menurunkan barangnya dari daftar mereka. Dari sisi harga juga bisa dilihat, ada barang original harganya yang biasanya sekitar Rp1 juta, tapi di sebuah lapak dijual Rp100 Ribu misalnya, itu tak masuk akal.
Pengiriman produk e-commerce dapat memiliki dampak lingkungan, seperti sampah plastik. Apakah ada upaya bersama dari anggota idEA untuk memperhatikan soal ini?
Kita harus bekerjasama menjaga lingkungan. Di beberapa anggota kami sudah ada sistemnya kalau mengemas barang tidak terlalu banyak plastik, yang penting aman barangnya. Yang sulit dikontrol itu pedagang individu yang masih membungkus dengan tebal karena khawatir barangnya akan rusak. Kami, pemerintah, dan semua pihak harus rajin mengampanyekan hal ini.
E-commerce rentan terhadap penipuan baik oleh penjual atau pembeli, apakah ada upaya dari asosiasi untuk meminimalisir kasus penipuan ini?
Marketplace sudah ada mekanismenya, dana belum bisa dicairkan kalau pembeli belum menerima barang sesuai yang dijanjikan. Menjadi pembeli harus sigap, langsung komplain kalau barang yang diterima tak sesuai.
Apakah e-commerce kita sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri?
Saya kira e-commerce kita sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Soal ada e-commerce dari luar juga merambah ke sini itu tak bisa dihindarkan karena kita menganut sistem ekonomi terbuka. Bahkan ada negara tetangga yang tak punya e-commerce lokal. Ke depan bersaing secara sehat dengan menonjolkan kelebihan masing-masing.
Intip Cara Bima Laga Menikmati Keindahan Alam
Setelah sepekan berkutat dengan kesibukan kerja di kantor dan organisasi. Di akhir pekan atau hari libur, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (Indonesia E-commerce Assosiation - idEA) Bima Laga akan mengoptimalkan waktunya dengan menikmati keindahan alam sembari berolahraga dan bersantai bersama keluarga.
Bima sengaja memilih aktivitas olahraga luar ruangan yang membuatnya bisa dengan leluasa mengagumi dan menikmati keindahan alam. Pilihan olahraganya adalah golf dan bersepeda. “Apalagi kalau bisa dapat waktu main golf di pagi hari dengan panorama pegunungan. Sembari berjalan menyusuri lapangan golf dengan landscape yang indah rasanya seru sekali. Saya bisa menikmati dan mengagumi keindahan alam ciptaan Yang Maha Kuasa,” kata pria yang terus mengembangkan Hijup sebagai pionir Islamic Fashion E-Commerce di Indonesia.
Untuk aktivitas bersepeda karena tinggalnya di daerah Cibubur, ia tinggal mengayuh pedal sepedanya menyusuri indahnya alam pedesaan yang ada Cibubur dan sekitarnya. “Desa-desa di sana masa asri dan pemandanganya juga bagus. Pokoknya selesai bersepeda jadi refresh deh,” ujar CEO Hijup ini.
Saat olahraga outdoor tak memungkinkan dilakukan karena keterbatasan waktu atau sebab lainnya, Bima memilih berolahraga bersama rekan kantor dan tetangga sekitar rumahnya. “Bersama tema-teman kantor saya biasanya futsal atau mini-soccer. Sedangkan bersama bapak-bapak di lingkungan tempat saya berdomisili akan bermain bulu tangkis,” ungkap Bima yang harus menjaga ritme berolahraga agar tak terlalu terforsir fisiknya.
Bertemu Sesuatu
Dari bersepeda ke kampung-kampung di sekitar Cibubur, Cilengsi, Jonggol dan sekitarnya Bima Laga malah menemukan tempat-tempat baru yang sebelumnya tak terbayangkan olehnya. “Terus terang dengan bersepeda menyusuri kampung dan desa-desa di Cibubur, Cilengsi, Jonggol dan sekitarya saya kadang menemukan tempat-tempat baru yang unik, termasuk soal kulinernya,” kata Bima yang pernah menjabat sebagai AVP Public Policy and Government Relations Bukalapak dan mengepalai divisi Public Policy and Government Relations Gojek.
Bima yang seban hari berkutat dengan hiruk-pikuk Jakarta yang macet di sana-sini merasa segar saat bersepeda dengan pemandangan alam desa yang masih asri. “Buat saya itu refreshing dari kesibukan di kantor yang padat selama Senin hingga Jumat. Setelah refreshing itu, ketika Senin beraktivitas lagi sudah segar,” jelasnya.
Bima juga menemukan sesuatu yang tak dia temukan di Jakarta, seperti soal kuliner. Tapi kali lain ia menemukan makanan kesukaannya. “Saya itu penyuka mi ayam. Kadang bertemu mi ayam kampung tak kalah lezatnya dengan mi ayam di Jakarta. Tapi yang sering juga nasi uduk. Pokoknya heboh deh kalau kulineran,” ungkapnya.
Bima sadar waktunya banyak dihabiskan untuk pekerjaan di saat weekday. Di akhir pekan adalah waktunya untuk bercengkrama dengan keluarga. “Kebetulan saya juga punya toko offline yang dikelolah istri. Selepas berolahraga saya biasanya ke toko menemani istri sembari mengajak anak. Weekday saya di kantor, untuk weekend bersama keluarga,” katanya.
Bima senang istrinya memberikan dukungan penuh untuk aktivitasnya di kantor dan juga organisasi. “Saya ini sudah periode kedua menjabat sebagai Ketua Umum idEA. Tanpa dukungan istri dan anak-anak saya tak mungkin melakoni ini semua. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas semua support untuk saya,” ujarnya.
Cermat dalam Berbelanja
Sebagai pelaku E-Commerce Bima Laga tak henti-hentinya menyarankan kepada masyarakat yang akan berbelanja secara daring untuk teliti dan cermat sebelum bertransaksi. “Kalau ingin membeli yang paling sederhana lihatlah rating dari sebuah lapak atau toko online yang biasanya berjualan di E-Commerce tertentu. Dari sana bisa ketahuan sejauhmana kualitas market place itu. Baca dengan cermat testimoni mereka yang sudah berbelanja di sana,” katanya.
Selain itu dari sisi penjual juga bisa dilihat seberapa besar orang percaya dengan yang dia tawarkan. “Trust dari penjual bisa dilihat juga. Apakah barang yang dia jual itu terpercaya atau tidak. Dan jangan segan melaporkan kejadian yang tidak enak. Karena pihak market place akan segera bertindak kalau ada pembeli yang dirugikan oleh penjual. Mereka bisa meminta penjual menurunkan item barang tertentu yang dikeluhkan oleh pembeli,” tegasnya.
Semakin sering berbelanja di ranah E-Commerce, lanjut Bima pembeli akan semakin paham apakah yang dijual itu adalah barang bagus atau tidak. Apakah pelayanan yang diberikan penjual itu memuaskan atau tidak. “Sepandai-pandainya orang menipu pasti akan ketahuan. Soalnya di ranah E-Commerce itu kepercayaan itu harus benar-benar dijaga. Kalau reputasi kita sudah jelek orang akan kabur dan pindah ke lain lapak atau penjual. Karena itu harus benar-benar dijaga oleh market place dan juga penjual,” tandas Bima Laga.
"Kita harus lihat bahwa aturan Permendag no 31 Tahun 2023 ini muncul untuk membuat persaingan dan perdagangan yang lebih sehat. Sekarang aturannya seperti itu, revisi bukan tidak mungkin akan terjadi lagi di masa yang akan datang seiring dengan perkembangan yang terjadi. Soalnya di dunia e-commerce ini sangat dinamis,"