Asosiasi E-commerce Sebut Permendag 50 Tahun 2020 Harus Dorong Hilirisasi Industri
Ecommerce (Foto: Dok. unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi E-commerce Indonesia atau idEA merespons soal rencana pembuatan positive list barang impor yang diusulkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Ketua idEA Bima Laga mengatakan, kebijakan tersebut akan menarik investasi masuk ke Indonesia dan mendorong hilirisasi industri.

"Untuk barang yang enggak ada di sini (Indonesia) itu kami bisa tarik untuk investasi di dalam negeri, sehingga menjadi seperti hilirisasi, kan," kata Bima kepada wartawan di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Jumat, 8 September.

Bima menilai, nantinya pasokan barang-barang yang selama ini bertumpu pada impor bisa diproduksi di dalam negeri. Selain itu, masuknya investasi juga akan mendorong adanya transfer pengetahuan dan meningkatkan kualitas industri di Tanah Air.

"Saya juga memberikan masukan 'pak, kalau mau seperti itu (usulan positive list) bagaimana kalau memang barang ini belum ada di Indonesia, kami tarik mereka supaya investasi di Indonesia sehingga UMKM Indonesia bisa ada transfer knowledge produknya, barangnya, dan industri kami juga bisa," ucap dia.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga mengatakan, pihaknya akan selektif dalam soal impor. Artinya, positive list akan memprioritaskan barang mentah atau bahan baku yang tidak ada di Indonesia.

Wamendag Jerry menilai, bahan baku itu akan menjadi modal untuk industri di dalam negeri yang nanti hasil produknya akan diekspor kembali.

"Jadi, menurut kami ini adalah sesuatu yang memberikan nilai tambah, kami tidak sembarang impor barang-barang konsumsi atau yang konsumtif, tidak," ujar Jerry kepada wartawan ditemui dalam acara High Level Ministerial Meeting: Policy Dialogue pada forum ASEAN Inclusive Business Summit 2023 di kawasan Nusa Dua, Bali, Rabu, 23 Agustus.

Selain memprioritaskan bahan baku, kata Jerry, positive list juga akan memasukkan produk impor yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri.

Dia menilai, kebijakan mengimpor produk yang tak bisa diproduksi dalam negeri menjadi hal yang lumrah untuk memenuhi kebutuhan.

"Kalau kami tidak bisa produksi dalam negeri, ya, sudah tentu pasti konsekuensi logisnya adalah mengimpor dari luar," ungkap Jerry.