Kemenkop UKM Gandeng KPPU Wujudkan Iklim Persaingan Usaha Sehat di Pasar Digital
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki (kanan) dan Ketua KPPU M Afif Hasbullah (kiri). (Foto: Dok. Humas Kemenkop UKM)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) berkolaborasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mewujudkan regulasi yang memungkinkan terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat, terutama bagi pelaku UMKM di era transformasi digital.

"Untuk itu, kita akan bersama-sama mengatur perdagangan online, Kemenkop UKM dari sisi kepentingan persaingan pasar berharap tercipta iklim yang adil, sementara KPPU bertugas untuk memantau indikasi dan potensi monopoli perdagangan," kata Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Jumat, 6 Oktober.

Teten menilai, regulasi yang ada saat ini belum cukup kuat untuk mengatur pasar digital, sehingga sampai hari ini masih saja didapati perlakuan diskriminatif terhadap penjual independen (shadow banning) di dalam platform digital.

Misalnya, seperti monopoli algoritma yang dapat mengarahkan konsumen kepada produk dari perusahaan pengelola platform maupun perusahaan afiliasinya.

Menurutnya, perlakuan diskriminatif itu dilakukan dengan menggunakan teknologi khusus, sehingga mudah bagi pengelola platform untuk membaca traffic dan perilaku konsumen.

"Lalu, konsumen diarahkan untuk membeli produk mereka sendiri. Di sisi lain, pelaku UMKM juga dipaksa memakai jasa pengiriman mereka," ujar Teten.

Oleh karena itu, Teten menegaskan diperlukan adanya pengaturan pasar digital agar tercipta ekosistem digital yang lebih adil.

Setidaknya ada tiga aspek yang perlu diatur untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Pertama, mengenai aturan platform yang perlu dibenahi yakni terkait integrasi platform yang berarti mengatur algoritma data supaya tidak ada penyimpangan.

"Jangan sampai platform global tersebut menguat tanpa adanya regulasi yang tepat hingga akhirnya negara tidak bisa mengontrol," ucapnya.

Selain itu, kata Teten, traffic orang yang bermedia sosial harus dibedakan dengan orang yang masuk ke e-commerce.

Sebab, jika disatukan nantinya rentan terjadi penyalahgunaan data pribadi.

"Data pribadi yang tadinya bukan untuk bisnis dagang, dipakai sebagai market intelligence," tambahnya.

Kedua, perlunya penguatan pada aspek perdagangan, yakni melahirkan persaingan usaha yang adil sehingga tidak menimbulkan monopoli pasar.

Ketiga, diperlukan adanya pengaturan terkait importasi dengan memperketat, mengatur, dan membatasi arus keluar- masuk barang.

"Barang yang masuk ke Indonesia harus memenuhi standar barang Indonesia dan dari negara asal barang, hingga crossborder online wajib menerapkan harga barang minimum di atas 100 dolar AS per unit," jelasnya.

Pada kesempatan sama, Ketua KPPU M Afif Hasbullah mengatakan, Indonesia ternyata belum mempunyai regulasi yang memayungi perdagangan digital secara terperinci, padahal perkembangan e-commerce dan media sosial serta seluruh perangkatnya sangat besar.

"Kami sepakat dengan Pak Menkop UKM untuk bersama-sama terlibat di dalam penyelesaian strategi nasional transformasi digital," ungkapnya.

Afif menilai, saat ini regulasi yang ada di KKPU sudah tidak sesuai karena lebih mengatur perdagangan konvensional, sehingga ke depan dimungkinkan dibentuknya Undang-Undang (UU) tentang pasar digital.

"Hari ini, kami fokus agar UU pasar digital ini mulai menjadi perhatian dan kemudian nanti juga diharapkan peran kami juga bisa terlibat di dalamnya," imbuhnya.