JAKARTA – Memori hari ini, enam tahun yang lalu, 31 Desember 2018, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait diamnya pemerintah pada kasus etnis Rohingya dan Uighur. Kedua kasus itu dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.
Sebelumnya, pemerintahan Jokowi kerap aktif dalam urusan internasional. Pemerintah coba turun tangan beri bantuan kala pecahnya kasus genosida etnis Rohingya di Myanmar. Sisi lainnya pemerintah tak banyak melakukan upaya diplomasi guna melindungi mereka.
Keadilan adalah hal yang paling sulit dicari oleh etnis Rohingya di Myanmar. Mereka kerap jadi etnis yang terpinggirkan. Mereka bahkan dianggap bukan bagian dari negara. Kondisi itu membuat Rohingya terpinggirkan.
Alih-alih peduli, permerintah Myanmar justru meneruskan agenda pengusiran etnis Rohingya pada 2017. Pengusiran pun dilakukan dengan cara keras: pergerakan militer. Alasannya adalah mengejar pemberontak.
Kondisi itu membawa luka yang amat dalam. Genosida terjadi. Orang tua hingga anak muda banyak terbunuh. Mereka yang selamat terus melarikan diri ke kamp pengungsian di Bangladesh. Sisanya segera mencari tempat yang aman ke negeri Asia lainnya.
Duka yang dihadapi oleh etnis Rohingya dirasakan pula oleh seantero dunia. Banyak negara di dunia mulai mengutuk pemerintah Myanmar. Indonesia pun tak mau kalah. Perwakilan pemerintah turut dikirim.
Bantuan kepada etnis Rohingya turut diberikan. Langkah itu memunculkan kekaguman. Namun, pemerintah tak benar-benar dianggap dapat menyelesaikan konflik. Indonesia tak banyak terlibat dalam diplomasi melindungi etnis Rohingya.
Tokoh politik yang juga Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto sempat mengungkap kritiknya. Kepemimpinan Jokowi dianggapnya membawa Indonesia jadi negara lemah. Alias, Indonesia tak bisa dan tak memiliki kekuatan melindungi nasib etnis Rohingya.
"Kalaupun kita sekarang kirim bantuan menurut saya itu pencitraan. Kirim bantuan pun tak sampai kadang-kadang. Jadi saudara-saudara di sini saya harus kasih tahu supaya tidak emosional.”
"Percaya sama saya, kalau kita kuat kaum Rohingya kita bantu, kita beresin. Kita harus kuat untuk bantu orang lemah, tidak bisa lemah bantu lemah, miskin bantu miskin," ujar Prabowo sebagaimana dikutip laman kompas.com, 16 September 2017.
VOIR éGALEMENT:
Prabowo pun sempat dianggap pesimis karena kritiknya. Namun, waktu pun menjawab. Indonesia tak benar-benar bisa membantu urusan dugaan pelanggaran HAM Rohingya. Ketidakmampuan itu dipertegas pula dengan pelanggaran HAM baru China ke Muslim Uighur.
Fadli Zon pun ikut mengungkap Indonesia kurang reaktif pada konflik dua pelanggaran HAM berat itu pada 31 Desember 2018. Fadli Zon menganggap Indonesia memiliki peran alamiah sebagai negara muslim terbesar.
Namun, Jokowi membawa Indonesia memilih diam. Wakil Ketua DPR itu menganggap sikap lemah Jokowi seraya meremehkan Indonesia sebagai negara muslim terbesar. Fadli pun meminta Indonesia segera bertindak membantu saudara Muslim Rohingya dan Uighur.
"Namun ironisnya, peran tersebut memudar terutama dalam isu pelanggaran HAM yang dialami etnis Rohingya di Myanmar dan muslim Uighur di Xinjiang, di mana tidak terdengar suara Indonesia sama sekali.”
"Namun ironisnya, pemerintah kita diam, dengan pertimbangan isu muslim Uighur adalah urusan politik domestik Cina. Meskipun saat ini kita sedang memiliki banyak kerja sama ekonomi dengan Cina, sikap pemerintah Indonesia tidak boleh terpengaruh dengan kondisi tersebut," ujar Fadli Zon dalam akun twitter/X @fadlizon, dikutip laman tempo, 31 Desember 2018.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)