Partager:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap terjadi perubahan desain hingga penurunan spesifikasi pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB). Akibatnya bangunan yang harusnya dimanfaatkan saat bencana tersebut rusak sebelum digunakan.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan perubahan ini dilakukan oleh Aprialely Nirmala selaku pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian PUPR yang juga pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek. Untuk desain sengaja diubah dengan alasan tidak mampu melaksanakan pembangunan.

“Bahwa selain melakukan perubahan desain, ternyata saudari AN selaku PPK juga menurunkan spesifikasi tanpa kajian yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Asep dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 30 Desember.

Asep memerinci penurunan spesifikasi pembangunan shelter yang terjadi adalah:

1. Menghilangkan balok pengikat antar kolom pada elevasi 5 meter di mana dalam dokumen perencanaan terdapat balok pengikat ke seluruh kolom dalam bangunan pada elevasi 5 meter, namun ternyata diubah hanya mengikat di sekeliling bangunan saja;

2. Mengurangi jumlah tulangan dalam kolom, di mana pada perencanaan awal sebanyak 48 dikurangi menjadi 40;

3. Mengubah mutu beton dari dari perencanaan awal K-275 menjadi K-225.

“Selain itu dalam perubahan gambar DED tersebut, tidak digambarkan balok ramp atau jalur evakuasi yang menghubungkan antar lantai sesuai dengan gambar pradesain yang terdapat dalam Laporan Akhir Perencanaan,” jelas Asep.

“Kondisi tersebut menyebabkan perkuatan ramp terlalu kecil dan kondisi ramp hancur pada saat terjadi gempa,” sambung dia.

Kemudian, KPK juga menemukan adanya penyimpangan anggaran yang dilakukan mantan kepala proyek, Agus Herijanto. Nilainya diduga mencapai Rp1.302.309.220.

Perubahan desain dan penurunan spesifikasi, Asep menerangkan, shelter tsunami tersebut akhirnya rusak ketika diguncang gempa berkekuatan 6,4 skala richter dan 7 skala richter pada Juli dan Agustus 2014.

Hal ini tentunya tidak sesuai dengan rencana induk atau master plan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mengharuskan bangunan itu kuat menghadapi gempa berkekuatan 9 skala richter.

“Kondisi shelter rusak berat dan tidak bisa digunakan untuk berlindung,” tegasnya.

KPK lantas menahan Aprialely Nirmala selaku pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian PUPR yang juga pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek dan mantan kepala proyek, Agus Herijanto. Keduanya ditempatkan di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur selama 20 hari pertama dan bakal diperpanjang.

Apriely dan Agus diduga telah merugikan negara sebesar Rp18.486.700.654 berdasarkan penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP).

Mereka disangka melanggar melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)