Eksklusif: Ilham Akbar Habibie Masih Mencari Pasangan yang Pas untuk Pilkada Jawa Barat
Kejutan memang sering terjadi di pentas politik negeri ini. Sosok Dr. Ing. H. Ilham Akbar Habibie, Dipl. Ing, MBA, yang lebih dikenal sebagai teknokrat dan pebisnis, secara mengejutkan diumumkan oleh Partai NasDem sebagai calon gubernur untuk pilkada Jawa Barat 2024. Siapakah yang akan menjadi pasangannya?
***
Saat menyerahkan rekomendasi kepada Ilham Akbar Habibie untuk maju sebagai Calon Gubernur pada pilkada Jabar pada 6 Juni lalu, Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, tidak mengumumkan siapa yang menjadi pendamping atau Calon Wakil Gubernur. Untuk urusan calon Wakil Gubernur, sepertinya masih terbuka untuk negosiasi dengan partai koalisi.
Menurut Ilham, sampai wawancara ini dipublikasikan dia masih menunggu arahan dari Partai NasDem soal siapa yang akan menjadi pendampingnya. Namun, ia dan tim serta Partai NasDem terus berkoordinasi dengan siapa ia akan berpasangan dalam merebut hati warga Jawa Barat. “Kami terus melakukan komunikasi politik dengan teman-teman dari partai politik seperti PKS, PKB, dan partai lainnya. Nanti dengan siapa saya akan berpasangan akan kami umumkan pada waktunya,” ujar Ilham Akbar Habibie.
Dari dua partai yang menjadi rekan koalisi NasDem di pilpres lalu, Saan Mustopa sedikit memberi bocoran bahwa putra sulung Presiden ketiga Indonesia, BJ. Habibie, itu akan berpasangan dengan kader PKS. "Komunikasi memang kita bangun terus, antara NasDem, PKS, dan PKB. Kami sudah membangun secara intensif dengan PKS, nanti tinggal PKS menentukan siapa yang diusung," kata Saan Mustopa.
Jawa Barat memang banyak menarik minat politisi dan partai politik untuk ikut dalam kompetisi lima tahunan ini. Sejauh ini sejumlah nama politisi sudah digadang-gadang untuk ikut dalam pilkada Jabar 2024. Mereka antara lain sosok petahana Ridwan Kamil yang sudah mendapat surat tugas dari Partai Golkar. Lalu ada mantan Wakil Gubernur Deddy Mizwar yang juga seorang aktor. Mantan Bupati Purwakarta Deddy Mulyadi, dan mantan Wali Kota Bogor Bima Arya, diberitakan berpasangan untuk Pilkada Jabar. Ada juga sosok bintang film dan penyanyi yang kini menjadi Anggota DPR RI dari PAN, Desy Ratnasari, yang mengaku siap untuk maju dalam pilkada Jabar.
Melihat rekam jejaknya, nama-nama yang akan meramaikan pilkada Jabar adalah lawan berat dan berpengalaman. Mampukah Ilham Akbar Habibie dan pasangannya meraih simpati warga Jawa Barat? Kita lihat saja nanti. Inilah perbincangan selengkapnya dengan Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Ariandono Wijan Winardi, Bambang Eros, dan Irfan Medianto dari VOI yang menemuinya di Perpustakaan Habibie dan Ainun di kawasan Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan belum lama berselang. Inilah petikannya.
Seperti mendiang BJ. Habibie, Anda dikenal sebagai teknokrat dan profesional. Bagaimana ceritanya Anda bisa terjun ke dunia politik? Apa motivasi Anda?
Saya ini lahir dan besar di luar negeri. Saya sekolah dan juga bekerja di luar negeri. Dalam usia yang cukup lanjut, saya pulang ke Indonesia untuk ikut membangun dan memajukan bangsa dalam bidang yang saya kuasai. Sebetulnya kalau saya mau, bisa saja saya tidak pulang ke Indonesia, saya punya karier yang bagus di luar negeri. Karena ada tujuan dan nasionalisme, akhirnya saya pulang. Untuk ikut memajukan Indonesia tidak hanya di bidang yang saya kuasai, tapi juga harus masuk dalam bidang politik.
Orang bilang politik itu kejam, bagaimana Anda menyikapi hal ini?
Saya kira bukan hanya dunia politik yang kejam, dunia bisnis juga kejam. Kalau dikatakan dunia di luar politik semuanya bersih dari intrik, saya kira ya dan juga tidak. Memang citra politik seperti itu, tapi tidak semua politisi suka intrik, ada banyak politisi yang bersih, profesional, dan idealis.
Sejak kapan Anda tertarik dan akhirnya terjun ke politik?
Selama ini orang mengenal saya sebagai insinyur dan pengusaha. Saya belum lama terjun ke politik praktis dan ikut kontestasi, ya baru sekarang ini. Kalau sebagai anggota partai politik, sudah beberapa tahun yang lalu. Saya menjadi anggota Dewan Kehormatan Partai Golkar. Saya mewakili keluarga karena almarhum Bapak (BJ. Habibie) salah seorang pendiri Partai Golkar. Jadi tidak ada tugas di situ.
Sebagai Calon Gubernur, apa visi dan misi Anda?
Saya pulang ke Indonesia untuk membangun bangsa dan negara lewat bidang yang saya kuasai (pakar pembuat pesawat terbang) dan menjadi pengusaha. Rakyat membutuhkan ekonomi yang bagus karena bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Ekonomi yang bagus bisa mencegah judi online, stunting, dan persoalan keamanan lainnya.
Sebagai bangsa kita punya visi besar menjadikan Indonesia emas pada 2045. Untuk itu perlu industri yang kuat. Tak ada negara maju yang tidak ditopang industri yang kuat. Tapi itu bukan segalanya, yang tak kalah penting juga soal pendidikan dan kesehatan. Lalu pertanian, perkebunan, perikanan, dan pariwisata juga penting. Dengan industrialisasi kita akan bekerja lebih sistematis berdasarkan data. Contoh bagus adalah Korea, merdekanya hanya selisih hari dengan kita. Tapi sekarang Korea sudah 10 kali lipat dari Indonesia. Mengapa bisa? Mereka yang tidak punya sumber daya alam, namun mengoptimalkan sumber daya manusia. Industri mereka maju. Sekarang yang juga maju adalah budaya; Drakor, K-Pop, dan musik Korea.
Di era Soeharto kita sudah memilih industri pesawat terbang, tapi saat ini tidak diperhatikan. Apa tanggapan Anda?
Industri pembuatan pesawat itu sangat kompleks, dan kita bisa. Buktinya sudah ada. Semestinya kita makin percaya diri dengan penguasaan industri pembuatan pesawat, karena industri lain tidak sekompleks pembuatan pesawat. Saya tidak tahu mengapa tidak diperhatikan.
Untuk pilkada, mengapa Anda memilih Jawa Barat?
Bagi saya Jabar itu banyak sejarahnya. Pertama kali pulang dari luar negeri, saya tinggal di Bandung, selama 13 tahun saya menetap di sana karena bekerja di IPTN (sekarang PTDI). Saya juga mengajar di ITB, lalu anak saya ada yang lahir di Bandung. Akhirnya saya berbisnis di Jabar. Dan saudara saya banyak di Jabar, kalau lebaran pertama di Jakarta, malamnya saya ke Bandung, karena saya ke rumah Om dan Tante. Saya mengenal Bandung bukan sebagai pengamat, tapi saya pernah jadi warga, punya KTP.
Tadi saya terangkan bahwa industri itu adalah katalisator dalam transformasi bagi sebuah bangsa. Jabar itu memiliki 50% dari industri yang ada di Indonesia. Ada dua koridor, Bekasi-Cikampek dan Jakarta-Sukabumi, serta satu cluster di Bandung. Jabar akan menjadi ujung tombak bagi Indonesia emas. Jabar juga punya banyak universitas terbaik di negeri ini; ada ITB, IPB, UI (Depok), Unpad, dan beragam politeknik serta sekolah vokasi. Jadi Jabar itu perpaduan antara industri yang kuat dan tempat pendidikan yang bagus. Di Jabar juga ada industri yang berbasis teknologi; PT. Inti, PT. Len, PT. Pindad, PT. Dahana, PT. Telkom, PT. Kereta Api, dan PT. Pos (sedang bertransformasi). Ini adalah cikal-bakal untuk menjadi industri yang kuat.
Mengapa bukan lembaga legislatif yang menjadi pilihan?
Kalau legislatif, menurut saya, tidak menyelesaikan masalah. Dia membuat kebijakan dan regulasi. Saya lebih tertarik sebagai eksekutif, yang langsung eksekusi.
Siapa yang menginspirasi Anda untuk terjun ke politik, apakah Pak Habibie?
Bapak seorang teknokrat, saya juga sama. Dia baru terjun ke politik sesungguhnya setelah menjadi Wakil Presiden dan Presiden. Saat menjadi menteri, dia lebih fokus dengan bidang yang dia tangani. Waktu itu jabatan menteri tidak sepolitis sekarang. Tapi waktu Bapak jadi presiden, saya tidak terlibat, saat itu saya bekerja di Bandung. Akhir pekan saya jumpa Bapak di Jakarta, saat itu saya belajar soal politik. Setelah Bapak tak menjabat lagi, saya banyak berdiskusi dan belajar dari Bapak.
Tawaran untuk menjadi Cawagub datang saat ini atau sebelumnya sudah ada namun Anda menolak?
Tidak ada tawaran sebelumnya, dan saya tidak pernah menolak. Semua berawal saat teman-teman saya bicara soal rencana tahun ini mau bikin apa. Ada saudara yang mengusulkan untuk terjun di kompetisi kepala daerah. Saya bilang oke, kita lihat reaksi partai. Ternyata reaksinya begitu cepat dari Nasdem. Setelah sepekan usai bertemu dengan Ketua DPW Partai Nasdem Jabar, Pak Saan Mustopa, dan tim, seminggu kemudian saya dapat rekomendasi. Setelah itu, mendapat persetujuan dari DPP Nasdem. Meski cepat, semua melalui proses.
Sebelum memutuskan untuk maju, apakah Anda melakukan survei?
Kalau saya tidak melakukan itu, saya tidak tahu internal Partai Nasdem.
Dalam pemilu, seseorang itu harus dikenal, lalu disukai dan terakhir baru dipilih. Anda sebagai teknokrat dikenal untuk kalangan atas, tapi problemnya mayoritas pemilih kita kebanyakan kalangan bawah, apa yang akan Anda lakukan?
Yang saya dan tim lakukan adalah serangan udara, lewat media online, televisi, radio, dan media sosial. Akan dibuat juga beberapa baliho di sejumlah titik strategis di Jabar. Kita belum bisa sosialisasi dengan masif karena belum punya pasangan dan partai mana lagi yang akan mendukung. Ada pendekatan dengan PKS dan PKB, tapi belum sepakat, masih terus berproses. Setelah mendaftar pada 27 Agustus 2024, baru bisa lebih gencar sosialisasi. Saat ini, saya bertemu dengan sejumlah organisasi untuk berkenalan. Saya juga menghadiri acara-acara yang dilakukan ormas, kampus, dll.
Selain itu ada dua kelompok yang amat signifikan di Jabar, pesantren atau kelompok agama dan kelompok olahraga, apakah mereka sudah masuk dalam agenda Anda?
Kelompok olahraga yang besar dan berpengaruh di Jabar itu pendukung Persib atau bobotoh. Saya akan temui dan dekati mereka. Untuk pesantren sudah kami agendakan. Perlu diketahui saya sudah 31 tahun aktif dalam ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Saya juga ikut mendirikan Ikatan Sarjana Muslim Indonesia. Untuk pesantren, data yang saya dapat di Jabar itu 13.000 lebih, lebih banyak dari gabungan pesantren Jatim (5.000) dan Jateng (4.000).
Apa lagi persoalan di Jabar yang krusial dan harus ditangani segera?
Pertama, soal pendidikan menurut saya harus selaras dengan kebutuhan industri. Kedua, soal UMKM, perlu dilibatkan dalam perencanaan industri ke depan. UMKM harus naik kelas, dia bisa jadi suplier atau dia menjadi industri yang lebih besar. Ada sekitar 64 juta Usaha Mikro, ini yang akan menerima manfaat dari penambahan lapangan pekerjaan. Faktor yang perlu diperhatikan adalah pendanaan dan pemasaran. Ketiga, soal lingkungan hidup. Di Jabar, sungai Citarum itu tercemar luar biasa akibat industri yang ada di sepanjang aliran sungai. Ini harus ditangani.
Politik uang masih menjadi momok di Indonesia, bagaimana Anda menghadapi hal ini?
Politik uang itu bukan hal yang mudah diatasi. Karena banyak yang terlibat, saya dan tim tidak semua bisa mengontrol. Saya tidak suka dengan hal itu, tapi realitas di lapangan seperti itu.
Anda sekarang berpolitik, bagaimana dengan bisnis yang dilakukan?
Untuk bisnis sudah saya delegasikan kepada partner atau mitra kerja, sejak beberapa tahun yang lalu. Saat ini, saya hanya sebagai komisaris. Jadi tak masalah kalau sudah terjun ke politik.
また読む:
Banyak sekali kepala daerah yang terjebak korupsi. Kadang mereka tidak korupsi, tapi lingkungan sekitar yang membuat mereka melakukan. Anda bagaimana menghadapi keadaan ini?
Bukan hanya pejabat, pengusaha juga banyak yang terlibat korupsi. Tidak semua orang yang terjun ke politik mainnya kotor.
Apakah mendiang Pak Habibie pernah mengarahkan Anda untuk ke ranah politik?
Tidak pernah. Kalau soal prinsip iya, dan itu bisa diterapkan di bidang apa saja. Bapak tidak pernah mengatakan kalau dia adalah seorang politisi meski pernah menjadi Presiden dan Wapres.
Sekarang soal program pesawat R-80, bagaimana kelanjutannya?
Proyek R-80 untuk sementara saya bekukan dulu. Saya mau lihat dulu pemerintahan yang baru apakah ada dukungan atau tidak, soalnya pemerintahan yang sekarang tidak ada dukungan. Kami tidak punya uang dan kemampuan untuk menangani sendiri proyek sekompleks R-80. Dulu saat awal Airbus juga didukung oleh pemerintah, sekarang sudah bisa mandiri setelah beberapa puluh tahun.
Pesawat R-80 ini untuk menjembatani sementara PTDI tidak mengembangkan pesawat jenis ini. Soalnya untuk wilayah seperti Indonesia ini, yang paling layak itu jenis pesawat R-80. Kalau pesawatnya terlalu kecil, tidak banyak maskapai yang mau menggunakan, jadi pasarnya tidak menjanjikan.
Dulu sempat melakukan penggalangan dana publik untuk Pesawat R-80, dapat berapa banyak?
Waktu itu kita bersama Kitabisa.com dapat Rp10 miliar dari masyarakat. Itu namanya crowdfunding, ini untuk menunjukkan kepada pemerintah dan investor bahwa proyek ini didukung penuh oleh masyarakat.
Prediksi Anda untuk pemerintahan baru, apakah akan dukung program R-80?
Spesifik dukungan saya belum tahu, namun prediksi saya pemerintahan baru akan fokus kepada industri. Apalagi Pak Prabowo bilang pertumbuhan ekonomi maunya di 8%. Jadi memang harus ditopang oleh industri, kalau tidak kita berhenti di pertumbuhan 5%.
Pemain besar di industri pesawat terbang sudah menguasai pasar. Cela kita di mana menurut Anda?
Cela yang bisa kita bidik adalah pesawat baling-baling. Di dunia, pemain utamanya hanya satu; ATR. Dan pasar terbesar mereka di Indonesia. Bodoh kita sendiri kalau tidak bisa memanfaatkan cela yang ada, ya yang mengambil pasar kita ya orang lain.
Kita sudah punya PTDI yang bisa membuat pesawat baling-baling, tapi mengapa maskapai lokal masih menggunakan pesawat produksi ATR?
Karena tidak ada pilihan, mereka ya ke ATR juga. Di sinilah R-80 bisa menjadi jawaban. Apalagi pasar terbesar pesawat baling-baling ada di Indonesia. Tak usah ragu dengan kemampuan ahli kita, kita bisa membuatnya. Pesawat yang kita buat sudah terbang dan menuju sertifikasi, cuma memang terhenti karena krisis moneter.
Jadi Anda optimis?
Ya dong harus optimis, tapi kita harus fokus. Jangan terlalu buru-buru untuk menjadi seperti Boeing atau Airbus. Perlu waktu yang panjang untuk sampai seperti mereka. Yang di depan mata ya R-80 ini. China saja yang sudah memulai belum sampai seperti itu. Kita boleh saja bermimpi agar bisa maju dan punya motivasi untuk mencapainya.
Ilham Akbar Habibie dan Usaha Menjaga Warisan Bapak
Pasangan BJ. Habibie dan Hasri Ainun Besari dikaruniai dua putra; Ilham Akbar Habibie dan Thariq Kemal Habibie. Sama-sama menekuni dunia teknik sebagai insinyur, kini Ilham mengikuti jejak orang tuanya terjun ke pentas politik. Ia menjadi calon gubernur Jawa Barat dari Partai NasDem untuk pilkada serentak 2024.
Sehari-hari Ilham mengenakan dua jam tangan sekaligus. Pertama sebuah jam tangan merek Rolex yang ada di lengan kanan dan kedua jam tangan masa kini (Apple Watch) yang dipasang di lengan kirinya. “Soal kenapa jam tangan saya dua, ini ada sejarahnya. Ini jam tangan warisan ayah saya. Jam tangan ini masih ia kenakan saat meninggal dunia,” ungkap pria kelahiran Aachen, Jerman Barat, 16 Mei 1963.
Ada pesan khusus dari mendiang BJ Habibie agar ia selalu memakai jam tangan tersebut. “Ayah saya memang berpesan khusus agar saya selalu mengenakan jam tangan ini. Dia bilang, Ilham, kalau saya meninggal tolong pakai jam tangan ini untuk selalu mengenang saya,” ia menirukan ucapan sang ayah.
Karena wasiat dari sang ayah, untuk selamanya Ilham akan mengenakan jam tangan warisan itu. “Saya berjanji untuk selamanya mengenakan jam tangan ini,” tegasnya sembari memperlihatkan jam tangan yang melingkar di lengannya.
Kenapa Anda bukan adik kandung Anda, Thariq Habibie yang diserahi jam tangan itu? “Ya karena adik saya tidak suka memakai jam tangan. Bapak bilang kalau saya kasih ke Thariq dia tidak suka jam tangan. Makanya ayah saya mewariskan jam ini kepada saya,” lanjutnya.
Sedangkan di sebelah kanan adalah jam tangan kekinian yang bermerek Apple. “Lewat jam ini saya bisa tahu jadwal saya dan juga saat ada pesan penting yang masuk. Tanpa harus membuka telepon genggam, saya sudah bisa mengetahui jadwal dan pesan yang masuk,” ujar Ilham yang memang sering ditanya kolega dan relasi soal dia memakai jam tangan di lengan kiri dan kanan sekaligus.
Belajar Piano Sejak Kecil
Menurut Ilham Akbar Habibie, sejak kecil ia sudah diarahkan untuk belajar piano klasik oleh ayahnya dan ibunya. “Bapak dan ibu pengen saya belajar piano. Sejak usia 5 tahun saya sudah dibelikan piano klasik. Dan saya belajar dengan guru khusus,” katanya sembari menambahkan piano yang dia gunakan sejak kecil sampai saat ini masih ada.
Karena ketekunannya belajar piano, Ilham kecil ikut kompetisi piano di Jerman Barat yang diikuti peserta seantero Eropa. “Saya tiga kali ikut, dan tiga kali juga masuk babak final. Tapi saya tidak pernah juara pertama, paling di peringkat keempat atau kelima,” kenangnya. “Waktu itu karena masih kecil, kaki saya belum sampai ke bawah, hehehe,” ia melanjutkan.
Berdasarkan penilaian guru pianonya, Ilham paling cocok saat memainkan komposisi karya Wolfgang Amadeus Mozart. “Guru saya bilang saya paling cocok dengan karya Mozart. Gaya main saya dan feeling saya paling cocok dengan Mozart,” ujarnya.
Habibie dan guru pianonya sempat berdebat soal masa depan Ilham. “Guru piano saya ingin saya menjadi seorang pianis, dia minta saya tidak di sekolah biasa. Tapi belajar di konservatorium yang khusus mendalami piano. Sedangkan ayah saya tegas bilang di keluarga kita ada insinyur, dokter, pengacara, tidak ada musisi. Debat akhirnya selesai, berikutnya saya dipindahkan ke sekolah yang gurunya tidak terlalu ambisius untuk mengarahkan saya menjadi pianis,” ungkapnya.
Apakah almarhum mengarahkan untuk menekuni dunia pembuatan pesawat? “Sejak kecil memang saya sudah tertarik dengan dunia teknik selain musik. Saya sudah bilang kepada bapak, kalau saya suka dengan fisika murni, astrofisika (fisika perbintangan) dan fisika yang berkenaan dengan partikel fisika (yang mempelajari atom dan sub-atom), dan satu lagi soal penerbangan,” katanya.
Karena saya akan diarahkan untuk pulang ke Indonesia dan ikut membangun bangsa, BJ. Habibie kemudian mengarahkan untuk menekuni teknik penerbangan. “Soalnya untuk fisika murni, astrofisika, dan partikel fisika susah mendapatkan pekerjaan. Bapak menyarankan untuk menekuni teknik penerbangan. Karena industri itu akan ada di Indonesia, begitu Bapak menyarankan kepada saya,” ujar Ilham yang kemudian masuk kampus teknik penerbangan selepas Sekolah Menengah Atas.
Setelah tamat dari Universitas Teknik München, Jerman Barat (Faculty of Mechanical Engineering, Sub-Faculty Aeronautical Engineering, selesai 1986), ia melanjutkan ke Diploma–Ingenieur (Universitas Teknik München, Jerman Barat, selesai 1987) dengan predikat cum laude. Setelah itu Ilham mengambil gelar Doktor–Ingenieur (Universitas Teknik München, Jerman) dengan predikat summa cum laude, selesai 1994. Sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuninya Ilham pernah bekerja di Boeing, raksasa pembuatan pesawat terbang. Namun akhirnya ia pulang ke Indonesia dan menjadi Direktur Marketing IPTN (kini PTDI).
Didikan Ibu Masih Membekas
Karena ayahnya amat sibuk dengan pekerjaan kantor, menurut Ilham ibunya-lah yang secara operasional mendidiknya. “Soal mengurus rumah, memasak itu semua saya belajar dari ibu. Kemandirian benar-benar ditanamkan oleh ibu. Di Jerman kita tak ada pembantu rumah tangga. Pernah setahun punya pembantu, namun tak betah tinggal di Jerman. Akhirnya kami harus bahu-membahu menyelesaikan pekerjaan rumah. Ada saya dan Thariq serta dua sepupu yang tinggal bersama kami; Mas Budi dan Mas Adre,” ujarnya.
Menurut Ilham, ibunya amat disiplin dalam mendidik dia dan Thariq serta dua sepupunya. “Ibu tidak banyak ngomong, namun disiplin sekali. Selain memberi arahan dia juga memberi contoh yang baik bagi kami. Saya belajar membersihkan rumah, membersihkan kamar mandi, menyetrika dan lain-lain dari ibu,” ungkap Ilham yang menggunakan bahasa Jerman, Inggris, dan Indonesia dengan ibunya, dan menggunakan Bahasa Jerman dengan bapaknya. “Kecuali kalau bersama dengan orang lain, kita berbahasa Indonesia,” tambahnya.
Menjadi anak dari BJ Habibie, kata Ilham Akbar Habibie, ada enaknya dan ada juga beratnya. “Mudahnya kalau mau bertemu dengan orang, atau sering dikasih peluang karena tahu saya anaknya Bapak. Tapi ada ekspektasi yang lebih besar dari orang pada saya. Nah ini yang menjadi beban buat saya,” katanya.
"Proyek R-80 untuk sementara saya bekukan dulu. Saya mau lihat dulu pemerintahan yang baru apakah ada dukungan atau tidak, soalnya pemerintahan yang sekarang tidak ada dukungan. Kami tidak punya uang dan kemampuan untuk menangani sendiri proyek sekompleks R-80. Dulu saat awal Airbus juga didukung oleh pemerintah, sekarang sudah bisa mandiri setelah beberapa puluh tahun,"