Anies: Revitalization Of The Old Town Of The Joint Past And Future
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan revitalisasi kawasan Kota Tua memadukan masa lalu dan masa depan yang diproyeksikan menjadi salah satu ikon unik pariwisata Ibu Kota.
"Kami ubah menjadi kawasan pejalan kaki dan dengan begitu perjalanan di Kota Tua menjadi pengalaman karena menyaksikan kawasan unik," kata Anies pada pembukaan kawasan Kota Tua di Jakarta, dilansir ANTARA, Sabtu, 10 September.
Anies menjelaskan masyarakat tak hanya menikmati Kota Tua yang penuh sejarah tetapi juga melihat masa depan kota modern.
Menurut dia, kota modern lebih menekankan mobilitas yang rendah emisi karbon sehingga pengunjung mengandalkan transportasi umum massal di antaranya dilayani TransJakarta dan Kereta Rel Listrik (KRL) melalui Stasiun Jakarta Kota.
Di kawasan itu, lanjut Anies, juga sedang dibangun proyek transportasi umum massal yakni Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta Fase 2A yang nantinya menyambungkan Lebak Bulus-Bundaran HI yang sudah lebih dulu berkoneksi MRT, kemudian tersambung ke kawasan Kota Tua.
Anies menjelaskan proyek MRT fase 2A memiliki panjang 6,3 kilometer yang terdiri dari tiga paket kontrak dan diperkirakan selesai pada 2028.
Revitalasi dilakukan pada pengendalian banjir kanal di Museum Bahari, penataan Kali Besar Timur, pedestrian di Jalan Lada dan Plaza Beos.
Selanjutnya, revitalisasi Pasar Heksagon yang saat ini sedang dikerjakan dan pembangunan Kampung Susun Kunir, Kampung Susun Tongkol, dan Kampung Akuarium yang sudah diresmikan.
Revitalisasi kawasan Kota Tua terdiri dari penataan trotoar untuk pejalan kaki hingga penertiban pedagang kaki lima (PKL).
Pelebaran trotoar pada sejumlah ruas jalan, yakni Jalan Ketumbar, Jalan Kemukus, dan Jalan Lada Dalam.
Jalan di depan Stasiun Jakarta Kota yang sebelumnya akses kendaraan dan banyak PKL, kini menjadi kawasan pejalan kaki.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengungkapkan revitalisasi kawasan Kota Tua menelan biaya Rp65 miliar.
Anggaran itu, kata dia, di antaranya untuk membangun trotoar dan fasilitas pendukung lainnya seperti shelter bus TransJakarta, air mancur, dan lampu jalan.
Anggaran tersebut bukan berasal dari APBD Jakarta, melainkan melalui skema surat persetujuan penunjukan penggunaan lokasi atau lahan (SP3L).
Skema SP3L merupakan kewajiban bagi pihak pengembang atau swasta yang membangun kawasan pada lahan di atas 5.000 meter persegi di ibu kota.