JAKARTA - Nyaris lima tahun taring dan kuku tajamnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seakan tumpul di kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) buronan Harun Masiku. Integritas mantan menteri Menkum dan HAM dan instansi hukum negara seolah tergantung loyo tak berdaya. Pasalnya Yasonna diduga terlibat dan mengetahui dalam perlintasan Harun Masiku yang sudah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO) sejak tahun 2020. Masiku disebut-sebut datang dan pergi di lintasan Jakarta- Singapur.
Kini, KPK mulai siuman dan menggeliat galak dengan memberikan larangan bepergian ke luar negeri untuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Status Hasto dari terperiksa kini sudah diangkat menjadi tersangka. Dan diujung penutupan tahun 2024, geliat KPK juga memanggil kader PDIP Yasonna Laoly.
Artinya, dua kader terbaik PDIP dicekal KPK untuk ke luar negeri. Hasto sendiri ditetapkan menjadi tersangka untuk kasus lainnya, yakni perintangan penyidikan. Ia disebut KPK memerintahkan anak buahnya merendam ponsel Masiku.
SEE ALSO:
Geliat KPK diakhir tahun 2024 seakan seperti pisau bermata dua. Pasalnya mantan penyidik KPK, Novel Baswedan menegaskan status Hasto sudah cukup bukti sebagai tersangka sejak penangkapan komisionet KPU, Wahyu Setiawan di tahun 2020. Namun pimpinan KPK kala itu lebih ingin Masiku tertangkap dulu ketimbang memproses Hasto. Apakah di era digital yang penuh dengan keterbukaan informasi, KPK masih mau dijadikan alat tekan kekuasaan?
Utang KPK yang terpenting bagi masyarakat Indonesia mengungkap keberadaan Masiku. Ini harus dibayar lunas KPK tanpa embe-embel 'berdansa' politik diawal pemerintahan rezim baru. Cara membayarnya, KPK sesegera mungkin membawa kasus Hasto ke pengadilan.
Bukankah hukum tidak mengenal dan tidak memberikan tempat untuk tekanan politis. Kalimat tersebut seakan menjadi tamparan setelah pertanyaan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang mempertanyakan alasan KPK belum kunjung menangkap Harun Masiku. Padahal, eks komisioner KPU itu sudah diadili, dan kini sudah bebas bersayarat. Wahyu menjalani hukuman kurang lebih tiga tahun penjara.
"Saya juga mempertanyakan kenapa KPK tidak segera menangkap Harun Masiku. KPK kan bisa menangkap saya, kenapa Harun Masiku tidak bisa ditangkap?” kata Wahyu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 28 Desember 2023.
Ketua Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute, M. Praswad Nugraha mengungkapkan drama penangkapan Harun Masiku seharusya tidak berlarut-larut hingga hari ini. Apalagi, Lembaga Antirasuah itu memiliki teknologi yang mumpuni untuk melacak posisi buronan. Teknologi canggih seperti alat sadap dinilai tidak berguna jika pencarian Harun Masiku dicampuri tekanan politik.
"Mestinya Harun Masiku bisa tertangkap di mana pun dia berada, terlebih lagi dengan perkembangan teknologi dan IT intelijen yang di miliki oleh penegak hukum saat ini, baik oleh KPK maupun Polri," ucap Praswad dalam keterangan tertulisnya.
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah, berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa bekerja secara proporsional dan menjaga kelembagaannya dari intervensi dalam penanganan kasus Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus Harun Masiku.
"Kalau di dalam negeri kita gaduh terus menerus, saya khawatir investor akan memilih keluar sesaat dari Indonesia, terutama investasi pada sektor portofolio, dan harganya sangat mahal buat perekonomian nasional. Padahal Presiden Prabowo memerlukan mitra investasi untuk membuka akses lapangan kerja buat rakyat, dan memberikan nilai tambah terhadap perekonomian nasional," imbuhnya.
Pakar Hukum Pidana dan Antropologi Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi menegaskan agar KPK bertindak sebagai penegak hukum yang benar dengan meniru langkah Kejagung usai memberikan penetapan tersangka kepada seseorang. Sebab jika tidak, langkah KPK yang terkesan lamban dalam proses hukum yang melibatkan Hasto justru menimbulkan kecurigaan adanya indikasi politisasi.
“Semestinya usai ditetapkan sebagai tersangka, KPK langsung melakukan upaya penahanan terhadap Hasto. Kalau KPK penegak hukum yang benar, setelah melakukan penetapan tersangka ya segera ditangkap dan ditahan,” katanya, Minggu 29 Desember 2024.
Penetapan Tersangka Hasto Tidak ada Politisasi
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand) Prof. Asrinaldi menilai tidak ada politisasi dalam penetapan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Ya menurut saya enggak ada kaitan dengan politisasi ya. Sebenarnya kasus ini jauh-jauh hari kan sudah terindikasi ya, tetapi karena waktu itu barangkali banyak pertimbangan, PDIP sebagai partai penguasa, kemudian Jokowi, kader sebagai Presiden, ya tentu pertimbangan-pertimbangan itu juga membuat KPK tidak independen bekerjanya,” kata Prof. Asrinaldi dilansir ANTARA, Selasa, 24 Desember.
Selain itu, dia berpendapat penetapan Hasto sebagai tersangka merupakan wujud profesionalisme KPK dalam bekerja.
“Ini kan juga membuktikan bahwa Presiden Prabowo Subianto melakukan bersih-bersih semua kasus dalam konteks korupsi,” ujarnya.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto merespons sikap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang ingin pasang badan bila Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ditangkap.
Setyo tak memusingkan apabila pernyataan Megawati yang ingin datang ke gedung KPK untuk membela anak buahnya menjadi intimidasi. KPK, menurutnya, hanya menjalankan proses hukum. "Disampaikan masalah intimidasi. Ya, kami murni melakukan proses penegakan hukum saja," kata Setyo di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 24 Desember.
Setyo menjelaskan, KPK dengan pimpinan baru ini hanya melanjutkan proses penyelidikan kasus suap yang menjerat Harun Masiku hingga penetapan Hasto sebagai tersangka saat ini.
"Saya yakin Kedeputian Penindakan sudah melakukan ini dan ini juga menurut saya bagian daripada isi dari memori serah terima yang kami terima dari Pejabat lama. Jadi sebenarnya kami juga tinggal melanjutkan saja," urai Setyo.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)