JAKARTA - Economist Josua Pardede said Indonesia's foreign exchange reserves are one of the ammunition that can withstand the weakening rate of the rupiah due to increasing geopolitical tension in the Middle East and sentiment towards the global benchmark interest rate. "To hold back the weakening of the rupiah further, actually Bank Indonesia still has enough ammunition or is strongly supported by foreign exchange reserves which are still relatively high," said Josua, quoted from Antara, Monday, April 22.
Kepala ekonom Bank Permata itu menilai cadangan devisa RI masih relatif tinggi sehingga Bank Indonesia masih bisa akan masuk dan melakukan intervensi ke pasar valasPosisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2024 tetap tinggi sebesar 140,4 miliar dolar AS.Cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.Posisi cadangan devisa itu mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.Meski demikian, lanjut Josua, ketidakpastian di pasar keuangan global saat ini masih sangat tinggi dan dapat dengan cepat berubah drastis sehingga kondisi geopolitik dan antisipasi rilis beberapa data di Amerika Serikat (AS) menjadi sangat penting sampai dengan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 23-24 April 2024.Jika kondisi global tidak mendukung, dan permintaan safe haven terus meningkat sehingga terjadi risk off yang berujung pada pelemahan rupiah terus menerus meski Bank Indonesia sudah melakukan intervensi, maka memang ada ruang Bank Indonesia melakukan kenaikan suku bunga acuan BI-Rate.Ia menuturkan bahwa menaikkan BI-Rate merupakan opsi terakhir BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Saat ini rupiah sudah melemah sekitar 5 persen year to date (ytd)."Terakhir kali BI menaikkan BI-Rate atau pada Oktober 2023, rupiah secara tren terus melemah sampai dengan 7,65 persen," ujarnya.
SEE ALSO:
For the BI RDG in April 2024, Josua views that BI still has the opportunity to maintain the BI-Rate at the level of 6 percent, because apart from the current weakening of the rupiah due to increasing geopolitical pressure, and the data on the US economic indicators are still solid so that the global interest rate cutting space shifts to September 2024. The weakening of the rupiah is also due to seasonal factors where dividend payments and coupons to non-residents as well as principal payments of foreign debt will increase and peak every second quarter of every year. Indonesia's foreign debt (ULN) in February 2024 remains under control, amounting to 407.3 billion US dollars.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)