Police Gerebek Three Hard Drinks Factorys Without A Permit In Central Kalimantan Sampit
PALANGKA RAYA - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalimantan Tengah menggerebek tiga lokasi pabrik minuman keras tanpa izin di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalteng Kombes Faisal F Napitupulu mengatakan, penggerebekan di tiga lokasi tersebut anggotanya berhasil mengamankan tiga orang pemilik yakni berinisial LU (43), CH (67) dan BN (55) yang semuanya masih ada ikatan keluarga.
"Dari tiga lokasi kami berhasil menyita 300 dus minuman keras tanpa izin siap edar beserta sejumlah peralatan pembuatan minuman keras ilegal tersebut dari tiga pabrik tersebut," katanya dilansir ANTARA, Jumat, 9 September.
Dia menjelaskan, penggerebekan tiga lokasi pabrik minuman keras tanpa izin tersebut dilaksanakan pada Selasa (6/9) sekitar pukul 14.30 WIB masing-masing di Jalan Jenderal Sudirman Km 9 dan Km 11, Jalan H Imbran Gang TVRI Kabupaten Kotim.
Penggerebekan dilakukan setelah polisi mendapatkan laporan dari masyarakat setempat, lantaran selama ini resah dengan adanya minuman keras ilegal yang dijual bebas oleh para tersangka.
"Menindaklanjuti laporan warga itulah anggota kami melakukan penyelidikan, setelah dipastikan benar adanya lokasi tersebut langsung kami gerebek dan mengamankan tiga orang pemiliknya," katanya.
Kombes Faisal menuturkan, untuk barang bukti selain 300 dus minuman keras tanpa izin siap edar anggota juga menyita 213 drum isi cairan fermentasi arak, dua tungku 18 sak karung beras Bulog 50 kilogram.
Kemudian lima mesin suling, satu alat ukur kadar alkohol, satu unit tabung gas 12 kilogram. Selain itu pula polisi juga mengamankan 25 dan 3 pak segel botol arak serta sejumlah barang bukti lainnya.
"Untuk tersangka kini dikenakan Pasal 204 ayat (1) KUHPidana dan Tindak Pidana Perlindungan Konsumen sebagaimana dimaksud Pasal 62 ayat 1 Jo Pasal 8 Ayat 1 Huruf G dan I Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999," tegas dia.
SEE ALSO:
Untuk ancaman kurungan penjara ketiga tersangka paling lama 15 tahun atau pidana penjara selama dua tahun dan denda sebesar Rp2 miliar.
"Kasus ini akan terus kami lakukan pemeriksaan, karena berdasarkan pengakuan para tersangka mereka pabrik tersebut beroperasi sudah selama tujuh tahun," kata Kombes Faisal.