Kata Ahli Tiga Kasus Djoko Tjandra Bisa Diterapkan Kumulasi Terbatas, Apa Artinya?
JAKARTA - Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka di tiga kasus berbeda. Dua perkara ditangani oleh Polri, satu kasus lainnya di Kejaksaan Agung (Kejagung).
Muncul pertanyaan soal bagaimana hukuman yang bakal diberikan kepada Djoko Tjandra atas ketiga perkara tersebut.
Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Profesor Mudzakir mengatakan, dalam kasus Djoko Tjandra bisa menerapkan sistem kumulasi terbatas. Artinya, ketiga pidana yang diancamkan terhadap masing-masing delik bakal dijatuhkan semua.
"Yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi pidana penjara kumulasi terbatas, yaitu maksimum ancaman pidana terberat ditambah sepertiganya. Tetapi tidak boleh lebih dari 20 tahun penjara," ujar Mudzakir kepada VOI, Jumat, 4 September.
Dicontohkan, jika dalam ketiga perkara Djoko Tjandra disangka dengan hukumannya 10 tahun, maka hakim dapat menjatuhkan hukuman penjara 10 tahun ditambah satu pertiga dari 10 tahun tersebut.
"Jika salah satu tindak pidananya diancam 10 tahun sedangkan yang lain diancam 2 tahun penjara, hakim dapat menjatuhkan pidana penjara maksimal 10 tahun. Kemudian yang ringan (hukuman) diserap dalam 10 tahun tersebut," kata dia.
Sementara untuk proses persidangan, kata Mudzakir, ketiga perkara itu bisa saja disidangkan secara bersamaan. Tetapi, dengan catatan harus dengan delik yang sama.
"Tergantung lokus delikti-nya sama atau tidak. Klo sama, bisa digabung dalam satu dakwaan. Misalnya tipikor dan tppu, kan ada dua perkara itu bisa disatukan," pungkas dia.
SEE ALSO:
Di Bareskrim Polri, Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus yakni pembuatan surat jalan palsu dan penghapusan red notice.
Bareskrim menetapkan empat tersangka kasus dugaan gratifikasi terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra. Dua orang tersangka pemberi gratifikasi yakni Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi (TS). Sedangkan sebagai penerima, Bareskrim Polri menetapkan Brigjen Prasetyo Utomo (PU) dan Irjen Napoleon Bonaparte (NB).
Sementara dalam kasus kedua yakni tindak pidana umum terkait pembuatan surat palsu, penyidik menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka. Dalam kasus pembuatan surat palsu ini, penyidik sudah lebih dulu menetapkan Brigjen Prasetyo Utomo, Anita Dewi Kolopaking.
Sedangkan di Kejaksaan Agung, Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan duit suap ke jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Djoko Tjandra diduga meminta bantuan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) agar dirinya tak dieksekusi dalam kasus hak tagih Bank Bali.