Dosa-Dosa Garuda Indonesia Menurut Peter Gontha
Pesawat Garuda Indonesia. (Foto: Dok. Garuda Indonesia)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Peter F. Gontha bersuara di media sosialnya. Ia membuka semua permasalahan yang terjadi di tubuh Garuda. Mulai dari salah beli pesawat hingga adanya 'kelompok' yang berkuasa di perusahaan penerbangan nasional tersebut.

Peter sendiri ditunjuk menjadi Komisaris Garuda mewakili pemegang saham perusahaan yakni, PT Trans Airways. Korporasi milik pengusaha Chairul Tanjung itu menggenggam 28,27 persen saham Garuda. Namun, pada Agustus lalu, dirinya diberhentikan dari jabatan tersebut.

Sebelum hengkang dari jajaran komisaris Garuda Indonesia, Peter mengaku sudah sejak lama ingin mengungkap permasalahan yang terjadi di Garuda Indonesia kepada publik. Pada 16 Mei 2021, Peter melalui postingan di Instagram mengaku tidak tahan untuk segera mengungkap permasalahan tersebut.

Peter juga mengatakan bahwa Garuda di masa terakhir hidupnya ibarat kanker stadium 4. Namun penanganannya masih seperti menghadapi orang yang terkena flu. Karena itu, menurut dia, pantas jika Menteri Keuangan Sri Mulyani enggan membantu Garuda lagi.

"Saya akan buka kebobrokan yang terjadi seterang-terangnya, karena semua pemegang saham terutama pemegang saham publik yang tidak bersuara berhak atas informasi yang lengkap. Mohon bersabar," tulisnya, dikutip Jumat, 29 Oktober.

1. Garuda salah beli pesawat CRJ1000

Setelah hengkang dari jabatan komisaris Garuda Indonesia, Peter pelan-pelan membuka permasalahan yang terjadi di perusahaan penerbangan nasional tersebut. Teranyar, Peter menyoroti pembelian pesawat CRJ1000.

Peter menilai, manajemen Garuda salah membeli pesawat CRJ1000. Ia pun mempertanyakan siapa yang mengusulkan untuk membeli pesawat tersebut.

"Ini pesawat CRJ Garuda yang salah beli, ada 17 buah. Siapa sih yang suruh beli? Siapa sih brokernya?," tulisnya di akun Instagram pribadinya @petergontha, dikutip Kamis, 28 Oktober.

Menurut Peter, pesawat tersebut tidak dapat digunakan. Alhasil, Garuda harus menanggung kerugian dari keputusan untuk membeli pesawat terbang tersebut.

"Sekarang nganggur dan dibalikin. Ruginya jutaan?," sambungnya.

Sebelumnya, Kementerian BUMN di bawah pimpinan Erick Thohir memutuskan mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ-1000 dan mengakhiri kontrak dengan Nordic Aviation Capital atau NAC yang jatuh tempo pada 2027 mendatang.

Selain itu, Garuda Indonesia juga mengajukan proposal penghentian dini kontrak sewa enam pesawat Bombardier CRJ1000 lainnya kepada Export Development Canada (EDC). Di mana, Garuda tengah melakukan negosiasi early payment settlement contract financial lease enam pesawat tersebut.

Proses negosiasi dengan NAC sendiri sudah dilakukan berulang kali. Meski begitu, pihak NAC belum memberikan respon persetujuan. Pemegang saham menilai hal itu tidak menjadi kendala. Dalam kajiannya, pemegang saham tetap memutuskan untuk mengembalikan 12 pesawat CRJ-1000.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan dalam setahun, Garuda rugi hingga 30 juta dolar AS atau sekitar Rp419,8 miliar (kurs Rp13.996) karena menyewa Bombardier CRJ1000. Padahal, Erick menyebut harga sewa 12 pesawat Bombardier CRJ1000 per tahun hanya 27 juta dolar AS atau sekitar Rp377,8 miliar.

2. Uang selisih sewa pesawat

Permasalahan yang juga diungkap Peter adalah selisih uang sewa pesawat. Ia mempertanyakan kemana larinya uang selisih dari harga sewa pesawat Boeing 777-300ER yang disewa Garuda Indonesia. Menurut Peter, biasanya harga sewa pesawat Boeing 777-300ER adalah sebesar 750 ribu dolar AS per bulan. Namun, sejak pertama surat sewa pesawat diteken, biaya yang dikeluarkan Garuda adalah 1,4 juta dolar AS per bulan.

"Ini Boeing 777, harga sewa di pasar rata-rata 750 ribu dolar AS per bulan. Garuda mulai dari hari pertama bayar dua kali lipat? 1,4 juta dolar AS per bulan. Uangnya kemana sih waktu diteken? Pingin tahu aja?," tulis Peter di akun Instagram pribadinya.

Perter juga melakukan interaksi melalui kolom komentar dengan Triawan Munaf, yang sama-sama sebagai mantan Komisaris Garuda. Ia meminta izin untuk buka-bukaan permasalahan yang terjadi di tubuh Garuda.

"Pagi Pak @triawanmunaf, Garuda mau dibangkrutkan, jadi enggak apa buka-bukaan aja kan! Saya ngarang ya pak?" tulis Peter.

Triawan pun mempersilakan Peter untuk melanjutkan keinginnanya. Menurut dia, Peter merupakan sosok yang paling tahu mengenai permasalahan tersebut.

"Pak Peter yang dulu mengalami, Pak Peter yang paling pantas bersaksi," balas Triawan.

Seperti diketahui, Garuda memiliki total 142 pesawat, sebanyak 136 pesawat dengan status sewa dan 6 pesawat milik perseroan. Terdiri dari jenis pesawat Boeing 777-300, Boeing 737-800, Boeing 737-8 Max, Airbus A330-200, Airbus A330-300, Airbus A330-900, CRJ1000 NextGen, dan ATR 72-600.

Namun, selama masa pandemi berkurang sehingga yang saat ini dioperasikan untuk mendukung operasional perusahaan ada pada kisaran 53 pesawat.

Khusus untuk Boeing 777-300ER Garuda Indonesia memiliki 10 unit pesawat. Adapun pesawat yang bisa menampung total hingga 314 penumpang ini, digunakan untuk rute jarak jauh. Boeing 777-300ER ini diklaim oleh Garuda dapat melaju hingga 930 kilometer per jam. Tercatat, Garuda Indonesia menyewa dua dari 777-300ER-nya dari ALAFCO, dua dari Altavair, dan enam sisanya dari ICBC Leasing.

3. Ada kelompok yang terlalu berkuasa

Pada bulan September, Peter mengungkapkan melalui media sosial salah satu penyebab rusaknya tatanan di Garuda Indonesia. Menurut dia, hal itu karena adanya kelompok-kelompok bukan dari BUMN yang terlalu berkuasa dan terus menyandera perusahaan untuk kepentingan sendiri.

"Sekarang dengan adanya rencana pengurangan pesawat maka meraka yang menjadi korbannya sendiri. Tidak mempunyai pekerjaan dan akan kehilangan segalanya. Itulah kalau beberapa orang mempengaruhi koleganya," kata Peter.

Ia pun berharap Garuda bisa tetap terbang meksi dalam jumlah armada yang jauh lebih sedikit. Ia pun mengajak semua pihak menyaksikan perkembangannya.

"Kita lihat perkembangannya yang mana yang akan jalan terus dan mana yang angkat bendera putih. Semoga yang masih punya hati tidak ikut-ikutan," tuturnya.