JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian disebutkan tengah menjajaki kerja sama dengan perusahaan teknologi asal Jerman, Toolcraft AG, terkait dengan pengembangan industri semikonduktor. Informasi itu terkuak saat Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita melakukan lawatan ke Jerman pekan ini.
“Investasi Toolcraft AG ke Indonesia yang diawali dengan pembentukan joint venture ini memberikan peluang penting untuk memperkuat industri additive manufacture di Tanah Air,” ujar Menperin dalam keterangan pers dikutip Jumat, 29 Oktober.
Menurut Menperin, peluang kolaborasi terbuka lebar hingga nanti bisa menjadikan Indonesia sebagai salah satu supplier untuk industri semikonduktor dunia.
Diungkap pula jika pembangunan industri semikonduktor di dalam negeri perlu diprioritaskan. Pasalnya, selama ini chip untuk memenuhi berbagai kebutuhan produksi seperti otomotif, barang elektronik, dan perangkat telekomunikasi masih bergantung pada impor.
“Adanya perang dagang Amerika Serikat dan China hingga terjadinya pandemi COVID-19 berdampak terhadap kondisi pasokan chip. Tantangan ini juga memberikan peluang baru bagi investor untuk mengembangkan industri ini di Indonesia,” tuturnya.
Menperin berharap, Toolcraft AG yang memiliki jaringan internasional bisa menarik klien untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi komponen dari luar Jerman, khususnya untuk pasar Asia.
“Perusahaan tersebut menyampaikan komitmen untuk mendukung perkembangan industri 4.0 di Indonesia. Kerja sama yang dibangun ini ditargetkan dapat menjadi milestone bagi kemitraan dengan berbagai industri manufaktur di Indonesia,” tegas dia.
BACA JUGA:
Dalam pemberitaan VOI sebelumnya, Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya pernah menjadi salah satu negara kuat dalam bidang industri semikonduktor (chip).
Menurut Taufiek, puncak kemandirian industri chip Indonesia terjadi pada medio 1980-an. Tidak main-main, dia mengungkapkan jika nilai perdagangan chip RI dengan sejumlah negara kala itu mencapai nilai ratusan juta dolar AS.
“Indonesia tahun 1985 pernah mengekspor produk semikonduktor senilai 135 juta dolar AS,” ujarnya dalam webinar bertajuk Peluang Industri Indonesia Terkait Isu Global Chip Shortage, Selasa, 31 Agustus.
Namun sayang, keadaan tersebut tidak bertahan lama karena entitas induk dari perusahaan asing tersebut memutuskan untuk hengkang dari Indonesia.
“Kita bisa ekspor karena ada perusahaan dari AS (Amerika Serikat) disini. Tapi sayang, tahun 1986 mereka pindah ke negara lain,” tuturnya.
Asal tahu saja, posisi strategis industri semikonduktor semakin diperhitungkan saat ini. Sebab, dalam perkembangannya kini banyak negara memperebutkan chip untuk kebutuhan produksi mereka. Sedangkan, negara produsen chip melakukan proteksi karena komoditas ini berteknologi tinggi, dan memiliki daya tawar politik tersendiri.