Indonesia, Malaysia dan Thailand Jalin Kerja Sama di Bidang Pariwisata hingga Industri Halal
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. (Foto: Dok. Kemenko Perekonomian)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia, Malaysia dan Thailand menjalin kerja sama di tujuh bidang. Di antaranya pariwisata, perdagangan, pertanian hingga industri halal.

Adapun kerja sama tersebut dituangkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA).

Lebih lanjut, Airlangga menjelaskan bahwa dipilihnya ketiga negara tersebut karena kondisi geografisnya yang berdekatan. Dari Indonesia yang diutus seluruh provinis di Sumatera, sedangkan dari Malaysia delapan negara bagian di Semenanjung dan Thailand 14 provinsi bagian selatan.

"Kerja sama ini meliputi tujuh bidang yaitu pariwisata, perdagangan, investasi, transportasi, pertanian, lingkungan, sumber daya manusia (SDM) serta kerja sama di bidang halal," katanya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis, 28 Oktober.

Mantan Menteri Perindustrian ini mengatakan delegasi ketiga negara juga membahas situasi terkini dari merebaknya pandemi COVID-19. Menurut dia, pada tahun 2019 hingga 2020 kondisi ekonomi sangat terpukul akibat merebaknya pandemi.

Sementara, kata Airlangga, pariwisata menjadi sektor ekonomi yang paling terdampak, di mana jumlah kunjungan wisatawan menurun drastis dari 40 juta per tahun dalam kondisi normal menjadi 8,2 juta. Selain itu, tingkat pengangguran pun meningkat drastis.

"Kita lihat yang masih berjalan baik adalah foreign direct investment (FDI), dari perdagangan menurun. Demikian pula dari turis dan sekali lagi terkait dengan tingkat pengangguran," ujarnya.

Sekadar informasi, pasar produk halal dunia adalah pasar yang sangat menjanjikan. Sebab, warga muslim dunia diperkirakan membelanjakan lebih dari 2 triliun dolar AS di sektor makanan, produk farmasi, kosmetik, fesyen, serta rekreasi.

Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor produk halal Indonesia diperkirakan baru mencapai 6 miliar dolar AS atau peringkat ke-21 dunia. Sedangkan untuk ekspor fesyen muslim diperkirakan sebesar 4,1 miliar dolar AS atau peringkat ke-13 dunia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa semua negara masih menghadapi pandemi COVID-19. Pandemi ini telah memberikan pengaruh yang luar biasa di bidang kesehatan, sosial dan ekonomi. Namun, kata Sri, dalam situasi krisis ini, industri halal masih mampu mencatat kinerja yang baik.

Secara global, kata Sri, pengeluaran untuk produk-produk halal di tahun 2019 sebelum pandemi tejadi, khususnya untuk produk makanan, farmasi, kosmetik, fashion, dan produk lainnya mencapai 2,20 triliun dolar AS dan mengalami pertumbuhan sebesar 3,2 persen.

Sri mengatakan bahwa pertumbuhan itu lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi dunia sebelum terjadinya COVID-19 yang sebesar 2,3 persen. Hal ini menggambarkan potensi dari pasar produk-produk halal yang diminati oleh banyak konsumen di seluruh dunia.

Bendahara negara ini mengatakan Indonesia sebagai negara dengan perekonomian besar, termasuk dalam kelompok G20 dan dengan penduduk muslim yang besar, melihat potensi ini sebagai sebuah kesempatan untuk mengembangkan industri-industri yang bisa memenuhi keinginan atau demand baik untuk Indonesia sendiri dan pasar global.

"Saya berharap kerja sama antara KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah) dalam terus mengembangkan ekosistem industri halal di Indonesia dengan dunia usaha, hari ini dengan Unilever, tapi juga di regional dan dunia akan mengembangkan sebuah kerja sama yang baik," jelasnya.