Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menyebut jika perputaran uang di masa depan akan berpusat pada aktivitas ekonomi yang lebih ramah lingkungan atau green economy.

Menurut dia, proyeksi tersebut bakal menggerus dominasi sejumlah entitas usaha tradisional yang berkecimpung dalam aktivitas karbon.

“Saya lihat ke depan isu sumber pendanaan akan pindah kepada green financing. Ini membuat aktivitas yang biasanya dianggap sebagai dirty sector, support-nya akan makin kecil. Orang-orang tidak akan mau membeli saham yang supportif pada coal dan pada CPO,” ujarnya dalam sebuah webinar, Senin, 18 Oktober.

Chatib menambahkan, fenomena ini juga bisa dilihat dari dua pemain utama ekonomi dunia yang memiliki kecenderungan bersaing satu sama lain namun sepakat soal isu lingkungan.

“Di dalam semua hal China dan Amerika Serikat itu bertengkar kecuali satu hal, yaitu Paris Agreement (komitmen perubahan iklim). Nah, ini dua-duanya sepakat dalam kaitan tersebut,” tutur dia.

Telaah soal keberpihakan terhadap sumber ekonomi hijau juga sempat diungkapkan oleh mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.

Dalam perspektifnya, contoh sempurna bisa dilihat dari keputusan Tesla untuk bekerja sama dengan Australia BHP terkait pembelian nikel. Padahal, Tesla sebelumnya gencar dihubungkan dengan Indonesia sebagai pemasok bahan baku bagi baterai mobil listrik di perusahaan tersebut.

“Kenapa Tesla memilih tambang nikel di Australia Barat bukan di negara lain? Tidak ada yang tahu pasti. Tetapi mereka (Australia BHP) punya komitmen untuk mengelola tambang yang ramah lingkungan dengan menggunakan energi terbarukan,” kata Arcandra Tahar seperti yang VOI beritakan beberapa waktu lalu.