JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak memungkiri jika perkembangan teknologi yang pesat membawa konsekuensi tersendiri dari segi keamanan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan ekses negatif tersebut juga kerap ditemukan dalam industri jasa keuangan. Menurut dia, OJK selaku otoritas yang melindungi sekor ini mempunyai peran penting dalam memastikan unsur keamanan dapat terjaga dengan baik.
“Terkait dengan digitalisasi di sektor keuangan, OJK akan proaktif mengambil kebijakan untuk memitigasi risiko yang muncul dari transformasi digital tersebut,” ujarnya secara virtual dari Istana Presiden RI di Jakarta, Senin, 11 Oktober.
Wimboh menambahkan, risiko keamanan data pribadi dan risiko cyber security menjadi fokus utama OJK melalui koordinasi dengan seluruh penegak hukum.
“Apabila terdapat penyalahgunaan atau praktik-praktik yang tidak sesuai aturan maka kami akan langsung menindak tegas,” tuturnya.
VOI mencatat, hingga saat ini OJK telah menggelontorkan dana tidak kurang dari Rp9,5 miliar guna pengadaan infrastruktur teknologi informasi. Dana tersebut merupakan alokasi sisa anggaran 2020 dan hasil refocusing kuartal I 2021 yang berjumlah Rp42,2 miliar.
BACA JUGA:
Proses pengadaan infrastruktur teknologi informasi ini sendiri telah selesai dan tengah dikerjakan untuk digunakan pada Desember 2021 mendatang.
Adapun, anggaran perlindungan konsumen sektor industri keuangan untuk sepanjang 2021 adalah sebesar Rp21,53 miliar.
“Kehadiran teknologi harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mempercepat aktivitas ekonomi dan bisnis serta tukar menukar informasi baik secara domestik maupun lintas negara. Tidak ada lagi batasan dimensi ruang dan waktu dalam berkomunikasi dengan hadirnya teknologi yang dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat dimana layanan jasa keuangan dapat ditransaksikan atau dilakukan kapan saja dan dimana saja,” tutup Ketua OJK Wimboh Santoso.