Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa aspek perlindungan masyarakat menjadi prioritas utama dalam menjalankan tugas kelembagaan.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan bahwa langkah strategis ini diambil seiring dengan maraknya pinjaman online (pinjol) ilegal yang beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dinilai berpotensi merugikan masyarakat.

“Menanggapi pinjaman online yang ilegal, OJK bersinergi dengan kementerian dan lembaga lain yang tergabung di dalam Satgas Waspada Investasi, untuk melakukan upaya penegakan hukum, antara lain upaya, melakukan blokir terhadap lebih dari 3.000 modus pinjaman ilegal,” ujar dia dalam sebuah webinar yang disiarkan secara virtual, Jumat, 24 September.

Menurut Nurhaida, otoritas bahkan tidak segan-segan untuk memproses para pelaku pinjol haram tersebut sampai ke meja hijau.

“Kami tidak mengenal lelah untuk mempidanakan para pelaku pinjol ilegal ini,” tuturnya.

Nurhaida menambahkan posisi OJK dalam perlindungan konsumen dan nasabah cukup jelas. Pasalnya, proses hukum sangat penting dilakukan guna menjaga industri keuangan tetap sehat dan bisa mempertahankan eksistensinya hingga masa yang akan datang.

“Beberapa kasus tindak pidana sektor jasa keuangan yang penyidikannya telah dilakukan oleh OJK, dapat kita lihat bahwa indikasi tindak pidana tersebut sangat berpotensi meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan,” tutur dia.

Oleh karena itu, sambung Nurhaida, OJK senantiasa bertekad menuntaskan tugas tindak pidana ini dengan segala daya upaya termasuk dengan membangun berkolaborasi dan juga bersinergi bersama kementerian atau lembaga dan juga aparat penegak hukum lainnya,”: jelas dia.

Dalam catatan VOI, lembaga pimpinan Wimboh Santoso itu pada sepanjang 2021 telah menyediakan anggaran sebesar Rp21,53 miliar sebagai dana perlindungan konsumen sektor industri keuangan.

OJK juga telah menyediakan bujet sebesar Rp460 juta sebagai alokasi bagi penasehat hukum eksternal.

Adapun, anggaran OJK untuk sepanjang 2021 diketahui mencapai Rp6,21 triliun. Jumlah ini terdiri dari anggaran operasional sebesar Rp452,9 miliar, administratif Rp5,13 triliun, pengadaan aset Rp581,73 miliar, dan anggaran pendukung lainnya Rp47,52 miliar.