Bagikan:

SURABAYA - Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat harga cabai rawit di Jawa Timur terpuruk. Di mana harga cabai rawit semula sekitar Rp15 ribu menurun jadi Rp6 hingga Rp7 ribu per kilogram. 

“Tapi saat ini sudah mulai naik Rp9 ribu per kilogram. Naik tapi sedikit sekali," kata Wakil Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Jatim, Nanang Triatmoko, dikonfirmasi, Kamis, 9 September.

Faktor utama penyebab menurunnya harga cabai rawit disebut Nanang adalah PPKM. Akibatnya, panen cabai rawit di beberapa daerah di Jatim, seperti Madura dan Banyuwangi, tidak terserap. 

"Karena selama PPKM serapannya hanya 50 persen. Ini disebabkan karena banyak Hotel, Restoran dan Kafe (Horeka) banyak yang tutup, bahkan PKL juga. Kalau ini terus berlangsung, maka bisa dipastikan harga cabai rawit pada puncak panen semakin anjlok," ujarnya.

Harga rata-rata cabai rawit di Jatim berdasarkan Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo) adalah Rp15.851. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim Hadi Sulistyo mengatakan, produksi cabai rawit pada September diperkirakan mencapai 33.736 ton. Kemudian pada Oktober mencapai 22.447 ton.

"Secara umum hingga akhir Desember produksi cabai rawit selama setahun mencapai 426.571 ton dengan konsumsi untuk pangan setahun 66.958 ton. Maka neraca pada tahun 2021 surplus 359.613 ton," ujarnya.

Hadi mengatakan, untuk produksi cabai besar pada September diperkirakan mencapai 9.039 ton. Kemudian pada Oktober diperkirakan mencapau 7.189 ton. Secara umum, kata dia, hingga akhir Desember produksi cabai besar selama setahun mencapai 96.914 ton dengan konsumsi untuk pangan setahun 64.883 ton.

"Artinya neraca pada tahun 2021 surplus 32.031 ton. Kalau terkait harga yang turun kemungkinan karena hasil produksi yang meningkat," kata Hadi.