Bagikan:

SURABAYA - Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus melakukan berbagai upaya agar produksi cabai terus berjalan. Tujuannya untuk menstabilkan harga harga cabai rawit, yang kini tinggi di pasaran.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan koordinasi dengan Asosiasi Petani Cabai Indonesia (APCI) di Kabupaten Kediri, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, menyebut ada dua penyebab kenaikan harga cabai rawit. Pertama tingginya curah hujan yang menimbulkan serangan penyakit pada tanaman.

Di daerah dataran rendah, lanjut Khofifah, seharusnya penanaman cabai dilakukan April 2022.

"Namun karena curah hujan yang masih tinggi, akhirnya menyebabkan berkurangnya luas tanam. Kemudian berdampak pada penurunan produksi dan jadwal tanam cabai mengalami kemunduran," kata Khofifah, Selasa, 7 Juni 2022.

Selain faktor hujan, penyebab kedua ialah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) terhadap komoditas cabai. Pada periode April di Jatim, kata Khofifah, terdapat empat  serangan, yakni hama lalat buah seluas 32,4 hektare, trips seluas 15,55 hektare, dan kutu kebul seluas 2,21 hektare.

Sedangkan penambahan serangan penyakit virus kuning seluas 34,03 hektare, antraknose seluas 12,31 hektare, bercak daun seluas 8,4 hektare, dan layu fusarium 2,5 hektare. 

Agar Serangan OPT di beberapa lokasi sentra (daerah dataran tinggi) bisa dikendalikan, Khofifah mengatakan bahwa Pemprov Jatim menggunakan Agens Pengendali Hayati.

"Sekarang di beberapa lokasi sudah mulai tumbuh tunas baru, sehingga diharapkan dapat membantu ketersediaan cabai rawit jelang Idul Adha," ujarnya. 

Sementara itu, strategi berbeda diterapkan untuk mengatasi permasalahan komoditas cabai di daerah dataran rendah. Khofifah meminta untuk segera menanam cabai rawit menggunakan varietas genjah dengan usia panen 70-80 hari, yaitu varietas Bhaskoro dan Dewata.

"Ini diharapkan dapat mendukung ketersediaan cabai pada Juli utamanya menjelang Iduladha," katanya. 

Meski begitu, Khofifah tetap optimistis upaya menurunkan harga cabai rawit dan harga cabai besar di Jatim dapat dilakukan. Secara umum, kontribusi hortikultura strategis Jatim terhadap nasional untuk komoditas cabai besar senilai 9,4 persen atau menduduki urutan empat nasional.

Sedangkan komoditas cabai rawit menyumbang sebesar 41,8 persen atau yang tertinggi secara nasional. "Apalagi, potensi luas tanam komoditi cabai besar di Jatin pada tahun 2021 mencapai 15.398 hektare dengan produksi mencapai 127.429 ton," ujarnya.

Lima kabupaten produsen cabai besar tertinggi tahun 2021 di Jatim, yakni Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Probolinggo.

Menurutnya, perkembangan komoditas cabai besar pada Januari-Maret 2022 yaitu luas tanam mencapai 2.525 hektare dengan produksi mencapai 33.350 ton dan konsumsi sebesar 17.082 ton/kapita/tahun. 

Melihat angka tersebut, maka produksi cabai besar masih surplus 16.268 ton. Selanjutnya, pada bulan April sebesar 63 persen dan prognosa pada Mei menunjukkan luas tanam cabai besar sebesar 1.285 hektare dengan sasaran produksi sebesar 11.892 ton, sehingga diperkirakan mendapatkan surplus sebesar 503 ton.

"Jadi, kebutuhan cabai besar di Jawa timur terbagi untuk memenuhi kebutuhan industri kurang lebih sebesar 80 persen dan untuk rumah tangga sebesar 20 persen dari total produksi," katanya.

Berdasarkan Data Siskaperbapo menunjukkan harga cabai di Jatim mengalami kenaikan, harga rata-rata untuk komoditas cabai rawit merah per 7 Juni 2022 sebesar Rp84.823 per kilogram, meningkat 241,48 persen (Rp59.983) dibandingkan harga pada 10 Mei 2022 sebesar Rp24.840.

Sedangkan harga rata-rata Jatim untuk komoditas cabai merah besar per tanggal 7 Juni 2022 sebesar Rp62.144, meningkat 78,58 persen (Rp27.346) dibandingkan harga tanggal 10 Mei 2022 sebesar Rp34.798.