JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menghentikan sementara atau moratorium UU Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani mengatakan bahwa pengajuan PKPU ini sudah pada taraf berujung kepailitan. Padahal, kata dia, maksud dan tujuan PKPU ini untuk memberikan hak kepada debitur yang mengalami kesulitan untuk dapat meminta penundaan kewajiban pembayaran utang dalam rangka penyehatan perusahaan.
"Yang kami lihat bahwa pengajuan Kepailitan dan PKPU ini sudah tidak dalam kondisi untuk menyehatkan perusahaan, tetapi justru untuk berujung pada kepailitan. Maka kami Apindo mengusulkan agar diterbitkan Perppu Moratorium UU Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU," ucapnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa, 7 September.
Hariyadi mengatakan banyak sektor dalam dunia usaha yang mengalami kesulitan keuangan dan arus kas pada masa pandemi COVID-19, sehingga menyulitkan untuk memenuhi kewajiban kepada para kreditur.
Lebih lanjut, kata Hariyadi, kondisi tersebut menyebabkan banyak Kreditor khususnya Kreditor Konkuren (mitra kerja) yang menginginkan terjadinya pembayaran segera dari Debitor dengan cara mengajukan permohonan Kepailitan dan PKPU dengan memanfaatkan celah hukum dan kelemahan dalam UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang mengarah pada moral hazard.
Hariyadi mengatakan selama pandemi COVID-19 tahun 2020-2021 total kasus Kepailitan dan PKPU mencapai 1.298 sampai dengan bulan Agustus 2021. Apindo juga memperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat serta akan terjadi kepailitan masal. Termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK), pengangguran sehingga secara nyata telah mengganggu upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN).
BACA JUGA:
"Perusahaan-perusahaan yang menghasilkan nilai tambah ekonomi tinggi kemudian dibangkrutkan, padahal format dari PKPU ini sebenarnya ranah debitur untuk mengajukan penundaan utang, tetapi dalam perjalanannya justru 95 persen dipakai oleh kreditur yang mengajukan. Ini telah menimbulkan kondisi kedaruratan nasional," jelasnya.
Menurut Hariyadi, moratorium proses hukum kepailitan telah dilakukan oleh banyak negara di Uni Eropa, sesuai dengan kondisi perekonomian masing-masing negara untuk jangka waktu tertentu.
"Bank Dunia juga menyatakan bahwa kebijakan sementara berupa moratorium dalam masa pandemi merupakan hal yang wajar dan tidak akan mempengaruhi penilaian kemudahan berusaha ataupun menurunkan kepercayaan investor asing, selama pemerintah memiliki penjelasan yang komprehensif dan memiliki kepastian waktu," katanya.