Bagikan:

JAKARTA - Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro memperkirakan ekspor batu bara Indonesia berpotensi tertekan akibat ekspansi yang dilakukan oleh negara tetangga Australia atas komoditas ‘emas hitam’ tersebut.

Menurut dia, Australia cukup agresif dalam mengembangkan pasar tradisionalnya yang juga mitra dagang Indonesia.

“Persaingan akan lebih ketat dengan batu bara Australia di pasar India karena penetrasi Australia di pasar India lebih intensif,” tuturnya dalam keterangan resmi, Jumat, 27 Agustus.

Andry menambahkan, selain faktor negara Kanguru, ekspor batu bara RI di market global juga sangat mungkin terdampak oleh sebab lain.

“Ketergantungan terhadap permintaan batu bara China akan membuat kinerja ekspor batu bara Indonesia sangat rentan terhadap kebijakan impor batu bara China,” tegas dia.

Selain dua negara tersebut, batu bara Indonesia juga menyasar sejumlah negara di Asia Timur, seperti Jepang dan Korea Selatan. Namun sayang, pada periode Juni 2021 permintaan dari sepasang mitra dagang itu mengalami kontraksi dengan masing-masing sebesar minus 45 persen dan minus 25,92 persen year-on-year (y-o-y). Ditengarai kondisi pandemi menjadi penyebab anjloknya pengiriman batu bara dari dalam negeri.

Untuk diketahui, ekspor batu bara RI untuk periode Januari sampai dengan Juni 2021 tumbuh 2,4 persen y-o-y dengan besaran 213,3 juta ton .

Adapun, untuk penjualan batu bara ke luar negeri pada bulan Juni 2021 disebutkan sebesar 36,7 juta ton turun dari Mei 2021 yang sebesar 37,7 juta ton.

“Kami memperkirakan harga rata-rata batu bara tahun 2021 sebesar 104,3 dolar AS perton. Ke depan, kami berpandangan harga akan terkoreksi karena beberapa sebab. Pertama, stok batu bara domestik China yang perlahan meningkat. Kedua, tapering di Amerika Serikat diprediksikan akan terjadi lebih cepat mulai akhir 2021, yang akan menekan likuiditas US dolar dan mengurangi efek spekulasi di pasar,” tutup Andry.