Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar: Konvergensi Stunting Anak di Desa Naik Jadi 32,96 Persen
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan konvergensi stunting anak di bawah usia 2 tahun naik menjadi 32,96 persen. Hal ini sesuai dengan arah baru pembangunan desa yakni memastikan percepatan penurunan stunting di desa.

Abdul Halim mengatakan penurunan stunting di desa memilih prioritas dalam membangun masa depan anak dengan memperhatikan kesehatan dan pendidikan anak, termasuk memperhatikan kesehatan dan pendidikan ibu dari calon anak-anak tersebut.

Secara operasional, lanjut Abdul Halim, agenda pembangunan percepatan penurunan stunting di antaranya dilakukan dengan ketersediaan data yang lengkap, akurat, dan berkelanjutan, terkait anak dan ibu di desa. Karena itu, pencapaian 18 sustainable development goal (SDG’s) Desa dimulai dengan pengumpulan data desa berbasis RT, rumah tangga dan individu.

Abdul Halim mengatakan secara keseluruhan, konvergensi stunting di desa terbagi atas konvergensi terhadap ibu hamil dan terhadap anak di bawah usia 2 tahun. Konvergensi terhadap ibu hamil meningkat dari 38,41 persen menjadi 47,39 persen.

"Sedangkan konvergensi stunting terhadap anak di bawah usia 2 tahun bertambah dari 27,43 persen ke 32,96 persen. Ke depan, kegiatan konvergensi stunting di desa harus terus ditingkatkan baik terhadap anak usia 0-2 tahun maupun terhadap ibu hamil," ucapnya dalam Rapat Koordinasi Nasional 'Bergerak Bersama untuk Percepatan Penurunan Stunting' secara virtual, Senin, 23 Agustus.

Karena itu, kata Abdul Halim, kebijakan pembangunan desa terfokus pada pendataaan mikro dan kontinu pada ibu hamil dan anak usia 0-2 tahun, termasuk menggunakan aplikasi. Kedua, pendampingan pelaksanaan konvergensi stunting.

"Ketiga peningkatan kapasitas pelayanan posyandu. Keempat peningkatan pembangunan rumah layak huni, berkaitan dengan pengadaan fasilitas air bersih," jelasnya.

Kemudian, kelima adalah peningkatan keikutsertaan jaminan kesehatan, terutama ibu dan anak. Terakhir, pemenuhan akta kelahiran untuk seluruh anak.

Di samping itu, kata Abdul Halim, dalam PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa, Kemendes PDTT mendapat mandat untuk menetapkan prioritas penggunaan dana desa setiap tahun. Karenanya penanganan stunting telah menjadi prioritas sejak 2019. Pemerintah menetapkan prioritas penanganan stunting di Aceh, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara.

"Di lokasi tersebut, dana desa telah dimanfaatkan untuk operasional bidan sebesar Rp74,9 miliar, pembelian obat Rp221,5 miliar, pemberian makanan tambahan sebesar Rp2,1 miliar, dan untuk rehab bangunan poskesdes sebesar Rp4,7 miliar, rehab bangunan dan operasional komdes sebesar Rp1,2 triliun, serta untuk rehab pembangunan dan operasional posyandu sebesar Rp1,9 triliun," ujarnya.

Bahkan, kata Abdul Halim, pada saat pandemi COVID-19 di 2020, dana desa tetap tersalur untuk pembelian obat sebesar Rp203,6 miliar. Operasional bidan sebesar Rp18,2 miliar, dan pemberian makanan tambahan naik menjadi Rp3,9 miliar.

"Rehab bangunan dan operasional poskesdes menjadi Rp2,3 miliar, rehab bangunan dan operasional pollides Rp579,1 miliar, serta untuk rehab bangunan dan operasional posyandu menjadi Rp1,2 triliun," ucapnya.