Bagikan:

JAKARTA - Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata yang merupakan pembangkit terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 145 megawatt (MWac) telah mencapai tahapan penuntasan pendanaan atau financial close. Pendanaan tersebut berasal dari tiga institusi perbankan internasional.

Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini menyampaikan tiga bank internasional yang menjadi investor proyek PLTS Terapung Cirata yaitu Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), Societe Generale dan Standard Chartered Bank.

Lebih lanjut, Zulkifli mengatakan pencapaian tahap financial close ini merupakan hasil dukungan penuh PLN sebagai pembeli listrik PLTS Cirata dan PT PJB (Pembangkitan Jawa Bali), selaku induk dari PT PJB Investasi (PJBI) dan Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PT PMSE).

Nantinya, PLTS Terapung Cirata akan dikelola oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PMSE) yang merupakan perusahaan patungan antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan kepemilikan saham 51 persen dan perusahaan asal UEA Masdar 49 persen.

"Syukur Alhamdulillah proyek ini telah mencapai tahapan financial close. Ini tahapan yang penting yang menandakan kebutuhan pendanaan proyek mendapat dukungan dari perbankan internasional," katanya dalam acara 'Deklarasi Financial Close PLTS Apung Cirata', Selasa, 3 Agustus.

Zulkifli mengatakan dengan diperolehnya dukungan pendanaan maka tahapan konstruksi akan dapat dilanjutkan. Progres konstruksi telah dimulai sejak 17 Mei lalu dan saat ini dalam tahap detail engineering design. PLTS Terapung Cirata ditargetkan beroperasi komersial pada November 2022.

"Kami harap pengembangan PLTS ini menjadi pemicu pengembangan EBT khususnya PLTS dengan tarif yang kompetitif, sebagai bagian upaya PLN untuk menghadirkan energi yang bersih, andal, dan dengan keekonomian yang wajar," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Utama PJBI Amir Faisal mengatakan diperkirakan kebutuhan investasi per satu MWAc sebesar 1 juta dolar AS. Artinya total investasi yang dibutuhkan seluruhnya yakni sekitar 145 juta dolar atau setara Rp2,1 triliun (asumsi kurs Rp14.500 per dolar).

"Dari investasi tersebut 80 persennya oleh lender asing dan 20 persennya oleh kami sendiri (ekuitas yang terdiri dari PJBI dan Masdar)," ujar Amir.

Dalam kesempatan yang, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pahala Nugraha Mansury mengatakan, sebagai proyek strategis nasional, PLTS Terapung Cirata diharapkan dapat menjadi percontohan untuk pengembangan pembangkit EBT di daerah lain. Agar Indonesia dapat mencapai target bauran EBT 23 persen di 2025, serta mendukung upaya pengurangan emisi secara signifikan.

Selain kerja sama internasional, PLTS Terapung Cirata ini merupakan kerja sama pendirian perusahaan patungan antara BUMN Indonesia, PLN, dengan perusahaan milik negara Uni Emirat Arab, Masdar.

"Proyek ini semoga dapat menjadi pondasi dalam memperkuat kerja sama di antara kedua negara. Selain diharapkan dapat memberikan manfaat untuk masyarakat sekitar dengan menciptakan lapangan kerja maupun mengangkat ekonomi regional," katanya.

"PLTS Terapung Cirata diharapkan dapat menjadi pembelajaran, transfer teknologi dalam pengembangan EBT, dari salah satu global leader pembangkit EBT dari Uni Emirat Arab," sambungnya.

Sekadar informasi, PLTS Terapung Cirata dibangun di atas Waduk Cirata seluas 250 hektare atau tiga persen dari total luasan permukaan waduk. Skema kontrak jual beli listrik atau purchase power agreement (PPA) dengan skema build, own, operate transfer (BOOT) selama 25 tahun.