JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) merasa seperti anak tiri yang tak diperhatikan pemerintah selama pandemi COVID-19 berlangsung. Pengusaha ritel menilai bahwa selama ini kebijakan pemerintah tidak pernah berpihak kepada korporasi.
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengatakan selama ini pemerintah menganggap korporasi memiliki kekuatan cadangan dana besar. Sehingga menurutnya, pemerintah tidak pernah memberi perhatian khusus.
"Sering kali kita lihat di dalam PPKM Darurat itu tidak ada bantuan sama sekali untuk korporasi sektor swalayan atau mal dalam hal ini. Karena apa? Karena situasi yang dilihat adalah sektor bawah. Sementara kita harus menjaga supaya sektor bawah tetap terjaga, ada tenaga kerja," tuturnya dalam diskusi virtual, Kamis, 22 Juli.
Lebih lanjut, kata Roy, selama ini kebijakan pemerintah hanya memikirkan sektor perdagangan masyarakat kecil saja, tanpa memerhatikan pengusaha korporasi. Padahal, kata Roy, jika korporasi tumbang dampaknya akan lebih besar.
"Korporasi itu kalau jatuh dampaknya lebih besar. Tapi nyatanya sekarang memang yang dibantu adalah sektor bawah. Kita tidak mempermasalahkan bantuan untuk mereka, harus memang dibantu, tapi yang besar juga harus dibantu," ujarnya.
BACA JUGA:
Menurut Roy, pemerintah juga memberikan bantuan kepada pabrik salah satunya sektor makanan dan minuman. Namun, dia menilai, bantuan itu tidak akan berdampak apa-apa. Sebab, sektor hilirnya tidak dijaga.
"Sektor hulu pabrikan makanan minuman yang selalu disubsidi pemerintah. Apa artinya kalau sektor hilirnya tidak dijaga, tidak diberikan satu kondisi supaya tetap bisa beroperasi. This is nothing. Sektor hulu dibantu sektor hilir tidak dibantu, lalu produknya mau dimakan sendiri sama sektor hulu? Kan yang menjual ke konsumen sektor hilir," jelasnya.
Seharusnya, kata Roy, pemerintah juga memberikan perhatian kepada korporasi khususnya sektor swalayan. Sebab, bila dibiarkan berjuang sendirian, korporasi bisa bangkrut dan tutup. Investor pun bisa angkat kaki.
"Kalau korporasi besar tidak dibantu ketika bangkrut, tutup dan dipailitkan, investor hengkang," tuturnya.