Komoditas Alam Bawa Papua-Maluku Tumbuh Tinggi, Bali dan Nusa Tenggara Masih Terseok Karena Pariwisata?
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Head of Industry and Regional Research PT Bank Mandiri Tbk. Dendi Ramdani mengungkapkan jika 10 provinsi di Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi positif pada akhir kuartal I 2021.

Dalam catatannya, wilayah Papua menjadi daerah dengan angka pertumbuhan tertinggi, yaitu 14,3 persen. Diikuti kemudian oleh Maluku Utara 13,5 persen, Sulawesi Tengah 6,3 persen, Yogyakarta 6,1 persen, Sulawesi Utara 1,9 persen, Papua Barat 1,5 persen dan daerah lainnya.

Adapun berdasarkan pulau, Papua-Maluku merupakan pulau dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu sebesar 8,97 persen, disusul Pulau Sulawesi sebesar 1,2 persen. 

Sebaliknya, Bali dan Nusa Tenggara masih menjadi pulau dengan kontraksi ekonomi terbesar yaitu minus 5,16 persen. Untuk diketahui, Bali dan Nusa Tenggara merupakan dua kawasan dengan tingkat ketergantungan ekonomi yang besar terhadap sektor pariwisata.

“Secara umum, motor pertumbuhan di wilayah yang mengalami pertumbuhan ekonomi positif adalah komoditas pertambangan,” ujarnya dalam rilis terbaru seperti yang dikutip pada Kamis, 3 Mei.

Dendi menambahkan, sebagian besar perekonomian lain masih ditopang oleh sektor informasi dan komunikasi, jasa kesehatan, serta pertanian. Lalu, berdasarkan sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi banyak ditopang oleh pengeluaran pemerintah.

Dia tidak menampik jika pengeluaran rumah tangga yang tertekan membawa dampak tersendiri terhadap pembentukan angka pertumbuhan ekonomi.

“Pengeluaran rumah tangga adalah kunci pemulihan ekonomi ke depan karena proporsi pengeluaran rumah tangga di dalam perekonomian nasional adalah yang terbesar, mencapai 56,9 persen,” tuturnya.

Ke depan, ekonom bank pemerintah itu memproyeksi jika level pertumbuhan pada kuartal II 2021 akan berada di zona positif menyusul low based effect pada kuartal II 2020 terkontraksi sangat dalam akibat pandemi COVID-19.

Apresiasi terhadap harga komoditas alam diperkirakan akan berlanjut sampai akhir 2022 walaupun kemungkinan akan ada sedikit koreksi akibat overshooting harga. 

“Kami memperkirakan konsumsi rumah tangga juga membaik karena, selain didorong kenaikan harga komoditas, juga karena peningkatan consumer confidence yang akan membuat masyarakat lebih berani membelanjakan uangnya, terutama untuk masyarakat berpendapatan menengah-atas.,” tutupnya.