Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Kementerian Keuangan menyelenggarakan Kick Off Meeting pengelolaan dana lingkungan hidup yang ditujukan untuk mendukung program prioritas kementerian/lembaga terkait.

Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto mengatakan pihaknya sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah hanya bertindak sebagai pihak penerima dana kelolaan, sementara pelaksanaan proyek di lapangan akan dikerjakan oleh kementerian maupun lembaga berwenang.

“Hal tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa pelaksanaan kerja dan penggarapan proyek tetap profesional,” ujarnya dalam sebuah konferensi pers secara virtual, Kamis, 27 Mei.

Djoko menambahkan, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi Paris Agreement melalui UU 16 Tahun 2016 telah menyampaikan komitmen untuk mengurangi emisi karbon hingga 41 persen dalam beberapa tahun ke depan.

Hal tersebut kemudian membawa dampak di sisi anggaran dengan estimasi kebutuhan bujet sekitar 247 juta dolar AS atau setara Rp3,4 triliun untuk periode 2018-2030.

Merujuk pada pendanaan APBN, maka masih terdapat gap yang cukup besar, yaitu sekitar 60-70 persen dari total kebutuhan dana.

“Untuk itulah kemudian dibentuk BPDLH pada 2019 yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan yang pengelolaannya menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas, prudent dan profesionalisme, serta standar tata kelola internasional,” ungkap Djoko.

Sebagai informasi, pada tahun ini BPDLH direncanakan mulai menerima serta mengelola berbagai dana dari lembaga internasional untuk tujuan perbaikan lingkungan hidup.

Pertama adalah Green Climate Fund (GCF) melalui mekanisme performance based payment dengan total 103 juta dolar AS yang rencana penyaluran awalnya pada 2021.

Kedua, REDD+ dari Norwegia dengan jumlah 560 juta dolar AS dengan skema result based payment. Dalam program ini, sebanyak 56 juta dolar AS telah diberikan melalui rekening bank kustodian di BNI yang telah ditunjuk pada Desember 2020.

Tiga, Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dengan jumlah 110 juta dolar AS yang diberikan bertahap dalam empat tahun hingga 2025 mendatang. Rencananya, program ini ditujukan khusus untuk wilayah Kalimantan Timur dengan rincian gelontoran dana 2019 sebesar 25 juta dolar AS.

Lalu, 2021 hingga 2022 sebesar 40 juta dolar AS, dan 2023 hingga 2024 sebesar 45 juta dolar AS. Perlu diketahui bahwa kucuran dana akan tetap mengalir jika pemerintah dan pelaksana proyek mampu mencapai target pengurangan emisi karbon yang diharapkan.

Kemudian yang keempat dari BioCarbon Fund (BCF) sebesar 60 juta dolar AS untuk peningkatan kualitas lingkungan hidup di Jambi hingga 2025 mendatang.

Lima, Bank Dunia (World Bank) dengan anggaran 2 juta dolar AS, serta yang terakhir adalah Ford Foundation sebesar 1 juta dolar AS.

Jika ditotal, maka potensi dana kelolaan yang ditangani oleh BPDLH mencapai nilai Rp876 juta dolar AS atau setara dengan Rp12,5 triliun (kurs Rp14.289).

Sebagai informasi, BPDLH adalah perwujudan amanat Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden nomor 77 tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.

“BPDLH diharapkan dapat menjadi trusted institution yang mengelola dana lingkungan hidup untuk mendukung implementasi program-program prioritas, termasuk pengendalian perubahan iklim, dengan merujuk pada kontrak yang dibangun oleh penyedia dana,” tutup Djoko.