Ekonom Tagih Janji Kampanye Jokowi Tuntaskan Mega Skandal BLBI
Pengamat Ekonomi dan Politik Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) Sasmito Hadinagoro. (Foto: Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat Ekonomi dan Politik Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) Sasmito Hadinagoro kembali menagih janji kampanye Joko Widodo (Jokowi) pada pilpres 2014 yang belum ditunaikan hingga saat ini. Salah satunya, penuntasan mega skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara triliunan rupiah.

"Mari kita melawan lupa. Kita tagih janji Jokowi saat kampanye Pilpres 2014," ujar Sasmito dalam keterangan tertulisnya, Senin 19 April.

Menurutnya, tema besar kampanye Joko Widodo adalah pemberantasan korupsi. Dan korupsi terbesar dalam sejarah republik ini yakni mega skandal BLBI. Untuk itu, rakyat wajib mengingatkan pemerintahan Jokowi agar jangan melupakan janji.

Apalagi, sebenarnya, janji penuntasan serta penegakan BLBI Gate ini sudah didengungkan saat kampanye Pilpres 2014 lalu. Namun hingga kini, upaya menuntaskan skandal BLBI bernilai ratusan triliun ini ibarat jauh panggang dari api, bahkan terkesan kasus BLBI Gate ini sengaja dilupakan oleh pemerintahan ini.

Padahal, lanjut dia, sejumlah data tentang skandal ini sudah pernah dipaparkannya, termasuk di era Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Sayangnya, data-data tentang BLBI Gate ini diabaikan.

"Kita ingin tegaskan, kasus BLBI Gate memberatkan dan menjadi beban generasi yang akan datang," tuturnya.

Beratnya beban BLBI Gate ini sudah pernah disampaikan Wapres Jusuf Kalla. Saat berpidato di depan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Jusuf Kalla mengakui beban bunga obligasi rekap ex-BLBI puluhan triliun memberatkan keuangan negara.

Berdasarkan data, sampai dengan akhir periode presiden SBY berkuasa tahun 2014, dana APBN patut diduga Rp960 triliun uang negara yang 70 persen bersumber dari pajak yang disetor rakyat dari Sabang sampai Merauke disalahgunakan. Bahkan sebesar Rp600 triliun uang pajak rakyat ini dipakai membayar subsidi bunga obligasi rekap ex-BLBI.

"Saya blak-blakan menyampaikan ini. Justru bank pelat merah (Mandiri-red) sesungguhnya sejak diberi subsidi bunga obligasi rekap ex-BLBI adalah penjarah dana publik terbesar dengan mengantongi obligasi rekap fiktif Rp73 triliun," jelasnya.

Dengan bunga obligasi rekap ex-BLBI rata-rata 10 persen per tahun maka dana publik di salah satu bank rekap BUMN justru sukses membobol dana BLBI Gate fresh. Upaya pembobolan terlihat di era Direksi Mandiri Agus Martowardojo dan Pahala Mansury.

"Justru patut diduga, seharusnya keduanya diperiksa KPK. Sebab tahun 2010- 2012 yang lalu mereka sukses menjual obligasi rekapitalisasi pemerintah Rp56 triliun kepada Bank Inggris, Standard Chartered," terangnya.

Lebih lanjut, Sasmito kembali menagih komitmen pemerintah menuntaskan BLBI Gate ini.

Hal ini penting mengingat negara membutuhkan dana ratusan triliun rupiah untuk recovery ekonomi rakyat di tengah pandemi corona.

"Ayo kerja kerja keras dengan jujur, transparan dan akuntabel sesuai UU No 17 tahun 2003 bahwa  masyarakat berhak mengetahuinya  masalah tata kelola keuangan negara," terangnya.

Sasmito juga mengkritik langkah pemerintah melakukan sita terhadap beberapa aset yang diklaim milik negara. Padahal secara kasat mata ada aset pemerintah seperti BCA yang nilai mencapai Rp700 triliun.

"Saya sebagai warga negara yang masih peduli dengan kondisi ekonomi negeri yang sedang mengalami defisit besar, siap membantu demi kepentingan negara. Saya juga serius membantu pemerintah menuntaskan BLBI Gate dengan data-data yang dimiliki," pungkasnya.