Bagikan:

JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengungkapkan Indonesia membutuhkan investasi sebesar 1,1 triliun dolar AS untuk bisa merealisasikan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025–2060.

Yuliot merinci, investasi yang setara dengan 30 miliar dolar AS per tahun ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrijk sebesar 1 triliun dolar dan sebesar 104 miliar dolar untuk pembangunan transmisi.

"Dibutuhkan investasi sebesar 1,1 triliun dolar AS guna memenuhi kebutuhan pembangkit listrik sekitar 1 triliun dolar AS dan transmisi 104 miliar dolar AS,” ujar Yuliot dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XII DPR RI, Kamis, 23 Januari.

Dikatakan Yuliot, Kementerian ESDM memproyeksikan kebutuhan listrik per kapita akan naik secara signifikan, khususnya pertumbuhan pada periode lima tahun pertama (2025–2029), dengan kenaikan rata-rata mencapai 6,9 persen per tahun.

Proyeksi kenaikan konsumsi listrik tersebut diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen pada tahun 2029.

“Untuk penambahan suplai listrik, disiapkan dengan mengoptimalkan pembangkit berbasis EBT (energi baru terbarukan),” kata dia.

Ia menambahkan, kapasitas pembangkit listrik juga diproyeksikan akan mencapai 443 GW pada 2060, dengan rincian 79 persen dari kapasitas tersebut berasal dari energi baru terbarukan (EBT), dengan 42 persen dari 79 persen tersebut berasal dari Variable Renewable Energy (VRE), seperti tenaga surya dan angin yang didukung oleh teknologi penyimpanan energi.

Dalam RUKN hingga tahun 2024, Eks Wamen BKPM ini menyebut akan ada penambahan pembangkit RUKN sebesar 120 GW. Pengadaan pembangkit ini nantinya akan disediakan oleh PLN sebesar 71 GW, pemegang wilayah usaha (wilus) lainnya sebesar 28 GW, dan sisanya sebesar 21 GW yang fleksibel disediakan untuk PLN, pemegang wilus, dan pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri (IUPTLS) lainnya.

Dari sisi pengembangan transmisi, lanjut Yuliot, pemerintah akan mengembangkan teknologi smart grid dan integrasi sistem interkoneksi untuk meningkatkan efisiensi operasional. Pengembangan transmisi tersebut juga berfokus pada keandalan EBT.

“Akan dibangun transmisi backbone 500 kV dan 275 kV dan fishbone 150 kV. Selain itu, untuk antarpulau akan dilakukan interkoneksi,” kata Yuliot.

Rencana pengembangan tersebut mencakup interkoneksi utama seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga dan Sulawesi dengan implementasi bertahap hingga tahun 2045.

“Kami menyadari bahwa untuk mewujudkan mimpi besar bangsa ini, diperlukan dukungan semua pihak dalam upaya bersama menuju transisi energi berkelanjutan,” tandas Yuliot.