Bagikan:

JAKARTA - PT PLN (Persero) menargetkan pengoptimalan energi terbarukan sebesar 35 persen pada 2034 dan porsi PLTU akan dikurangi dari 60 persen menjadi 45 persen.

Hal ini disampaikan Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi dalam diskusi "Listrik untuk Menopang Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen" dalam Indonesia Policy Dialogue, Jakarta, Rabu, 11 Desember. Menurutnya, saat ini pembangkitan listrik energi terbarukan PLN mencapai 13 persen.

Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan kapasitas untuk memastikan kebutuhan dan ketahanan energi guna mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen per tahun.

"Saat ini yang dibutuhkan tiga hal yakni bagaimana mencapai net zero emission, menjalankan amanat presiden untuk ketahanan energi, dan bagaimana memastikan keterjangkauan biaya listrik," ujar Evy, dikutip dari Antara.

Evy mengatakan, PLN berencana untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Namun, karena kedua energi ini butuh pembangunan dalam jangka panjang, dibutuhkan rencana jangka menengah melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG).

Menurut Evy, PLTG akan disesuaikan dengan target-target energi terbarukan, sambil diperkuat dengan pembangkit yang bisa cepat dibangun seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). PLN pun tengah melakukan tender untuk gasifikasi pembangkit-pembangkit tenaga BBM atau diesel.

"Kami juga sedang menyelesaikan beberapa pembangunan PLTS di Singkarak (Sumatera Barat) dan Saguling (Jawa Barat) masing-masing 60 megawatt (MW), dan Karangkates (Jawa Timur) sebesar 100MW," kata Evy.

Sementara itu, untuk pembangunan jangka panjang PLTA dan sistem transmisi, Evy menjelaskan, PLN sedang mencari potensi kerja sama pendanaan bertenor panjang dengan cost of fund yang rendah, serta penggunaan dana komersial.

Adapun Koordinator Perencanaan Pembangkit Tenaga Listrik Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Pramudya menyampaikan, pemerintah juga tengah menyesuaikan rencana jangka panjang Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) transisi energi. Saat ini RUKN dalam proses pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Untuk mencapai net zero emission, ke depan membutuhkan pembangkit sebesar 443 gigawatt (GW) di tahun 2030, mayoritas dari energi terbarukan," kata Pramudya.

Hal ini tidak lepas dari kebutuhan energi untuk menopang sektor industri, terutama kebijakan hilirisasi yang dicanangkan pemerintah guna mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Menurut Pramudya, hilirisasi juga menopang proses transisi energi.

"Hilirisasi nikel produknya adalah baterai yang menopang pengembangan Variable Renewable Energy seperti PLTS dan PLTB yang membutuhkan penyimpanan listrik di baterai," ujar Pramudya.

Menurutnya, rencana transisi energi telah dibahas sejak tahun 2021. Pemerintah dan pemangku kepentingan turut membahas bagaimana mengurangi porsi penggunaan energi fosil seperti batu bara sembari meningkatkan kapasitas energi terbarukan.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia Arthur Simatupang mendukung langkah pemerintah dan PLN. Ia menyebut, permintaan pasar pada pasokan energi terbarukan semakin besar.

"Ada beberapa perusahaan global yang tergabung dalam RE100 secara spesifik meminta saya memberikan tarif premium, tapi memberikan jaminan 100 persen pasokan listrik dari energi terbarukan," katanya.

Selain itu, Arthur juga melihat pengembangan energi terbarukan memanfaatkan potensi besar yang dimiliki Indonesia, menjadi peluang investasi, serta membuka lapangan pekerjaan.