JAKARTA - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah melakukan rapat Pleno dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk membahas mengenai Revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang saat ini sedang menjadi pembahasan di DPR RI.
Perwakilan PP Muhammadiyah, Syahrial Suandi menyoroti isi pasal 83A ayat 5 yang melarang badan usaha milik organisasi masayarakat (ormas) untuk bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya atau afiliasinya.
Syahrial berpendapat, hal ini dapat menyebabkan badan usaha milik ormas yang mengelola tambang tidak dapat memanfaatkan hauling road atau jalan angkut yang sebelumnya sudah ada.
"Konsekuensi dari ini adalah kami tidak bisa memanfaatkan jalan hauling umpamanya. Kami harus bikin jalan dari lokasi tambang ke pelabuhan," ujarnya, Rabu, 22 Januari.
Sementara itu jika lokasi tambang ke pelabuhan memiliki jarak sepanjang 70 km, maka badan usaha harus membangun sendiri jalannya dengan biaya yang tidak sedikit.
"Kalau lokasi tambang ke pelabuhan sampai 70 km katakanlah, maka untuk menbangun 1 km jalan hauling kurang lebih 1 juta dolar. Artinya itu beban di depan yang tidak mungkin kami bebankan," terang Syahrial.
Ia melanjutkan, pihaknya juga masih harus dibebankan dengan pembelian alat berat yang harganya tidak murah. Tidak hanya itu, badan usaha juga kemungkinan harus membangun pelabuhan sediri jika dilarang beerja sama dengan pemilik PKP2B sebelumnya.
"Ketiga, membangun pelabuhan, jetty-nya sendiri. Itu juga cukup besar," sambung dia.
BACA JUGA:
Lebih jauh Syahrial juga mempertanyakan prioritas yang diberikan kepada organisasi masyarakat untuk mengelola tambang. Ia meminta penjelasan terkait Kompensasi Data Informasi (KDI) yang diwajibkan kepada semua badan usaha
"Karena dikatakan skala priorotas, pertanyaannya, apakah KDI diberlakukan kepada kita di depan? Atau KDI mendpaat skala prioritas, baik dalam pembiayaannya, pembayarannya atau itu mungkin dilakukan setelah produksi sekian lama setelah dicicil? Karena ini beban tambang di depan yang tidak kecil nilainya," lanjut Syahrial.
Untuk itu ia meminta DPR untuk membahas secara detail atas revisi aturan yang akan dibahas oleh Balaeg.
"Karena dunia tambang itu investasinya cukup besar, tentu kemampu pengelolaan tambang itu menjadi proiritas yang perlu diperhatikan," tandas Syahrial.