JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meragukan kemanfaatan pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) pada sejumlah ormas keagamaan. Asal tahu saja sebelumnya Presiden Joko Widodo telah meneken aturan tersebut pada 30 Mei yang lalu.
Mulyanto khawatir pemberian prioritas IUPK kepada kepada ormas keagamaan membuat tata kelola dunia pertambangan semakin amburadul.
“Sekarang saja persoalan tambang illegal sudah seperti benang kusut. Belum lagi dugaan adanya beking aparat tinggi yang membuat berbagai kasus jalan di tempat. Sementara pembentukan Satgas Terpadu Tambang Ilegal sampai hari ini tidak ada kemajuan yang berarti, semua masih jadi PR yang harus diselesaikan,” kata Mulyanto yang dikutip Senin 3 Juni.
Mulyanto menilai presiden gagal menentukan skala prioritas kebijakan pengelolaan minerba. Menurutnya saat ini yang dibutuhkan adalah penguatan instrumen pengawasan pengelolaan tambang minerba bukan bagi-bagi izin.
"Saat ini saja dua orang mantan Dirjen Minerba jadi tersangka, bahkan terpidana. Dan sampai hari ini Dirjen Minerba belum ada yang definitive,
kata dia.
Artinya, kata Mulyanto, Pemerintah tidak serius mengelola pertambangan nasional. Pemerintah masih menjadikan IUPK sebagai komoditas transaksi politik dengan kelompok-kelompok tertentu.
“Saya sudah baca revisi PP Minerba yang baru saja ditandatangani Presiden. Memang tertulis, bahwa yang diberikan prioritas IUPK adalah “badan usaha” yang dimiliki ormas keagamaan," beber dia.
IUPK prioritas diberikan kepada badan usaha, bukan kepada Ormas Keagamaan itu sendiri. Secara regulasi-administrasi sepertinya dibenarkan dan masih sesuai dengan UU Minerba. Namun dalam sudut pandang politik, upaya ini sangat kentara motif untuk bagi-bagi kue ekonominya.
BACA JUGA:
Untuk itu Mulyanto bilang kinerja bada usaha tersebut nantinya perlu dipantau apakah benar-benar profesional dalam menjalankan RKAB tambangnya dengan baik, lalu berkontribusi bagi peningkatan penerimaan keuangan negara (PNBP).
"Atau menjadi sekedar badan usaha abal-abal, perusahaan ali-baba. Di depan Ormas keagamaan di dalamnya perusahaan yang itu-itu juga,” terang Mulyanto.
Mulyanto mengaku pesimis dengan kinerja badan usaha milik ormas nantinya.
"Ujung-ujungnya di lapangan, siapa yang sesungguhnya mengelola badan usaha tambang tersebut. Apakah benar-benar pemain baru profesioal atau pengusaha yang itu-itu juga, yakni penguasaha eks PKP2B atau afiliasinya. Termasuk juga jumlah saham sesungguhnya, berapa jumlah saham ormas tersebut secara rill. Apakah benar-benar menjadi saham pengendali atau sekedar nama saja,” pungkas Mulyanto.