JAKARTA - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah menyambut baik usulan pembangunan rumah berbasis komunitas. Menurutnya, usulan ini cocok dengan konsep gotong royong yang pemerintah usung untuk pembangunan rumah.
Usulan pembangunan rumah berbasis komunitas itu disampaikan oleh Lembaga Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Indonesia (LP P3I) atau lebih dikenal dengan nama The Housing and Urban Development (HUD) Institute Indonesia.
"Untuk itu, bagaimana kalau entitas struktur negara di tingkat bawah seperti Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) dapat difungsikan menjadi kelompok ekonomi masyarakat, termasuk untuk pembangunan rumah berbasis komunitas. Hal ini sesuai dengan konsep gotong royong," ujar Fahri dalam keterangan, Sabtu, 4 Januari.
Kehadiran RT dan RW pada setiap wilayah dapat difungsikan sebagai pendamping dalam pembangunan atau perbaikan rumah yang layak huni, lengkap dengan sanitasi dan pengelolaan sampahnya.
"Terutama di desa yang sudah banyak mempunyai rumah, namun belum layak huni karena tidak dilengkapi sanitasi. Untuk itu, peningkatan rumah menjadi layak huni yang sehat di desa-desa menjadi bagian dari Program Tiga Juta Rumah," paparnya.
Fahri menegaskan Kementerian PKP selalu terbuka dengan berbagai usulan untuk menyusun formula dalam penyediaan hunian layak bagi rakyat.
"Ujungnya kami akan susun aturannya yang komprehensif, supaya ini bisa menjadi inovasi dari Presiden Prabowo kepada rakyat bahwa jalan untuk mendapatkan hunian layak terbuka," kata dia.
Sementara itu, Dewan Pakar HUD Encep R. Marsadi mengatakan, perumahan berbasis komunitas digagas dan lahir dengan memperhatikan betapa besarnya peran masyarakat dalam penyediaan hunian.
"Bahkan bisa disebut rumah yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat sebagai penyumbang terbesar dalam penyediaan perumahan nasional, yakni sekitar 82,68 persen menurut data BPS 2022. Jika dibandingkan dengan perumahan yang dibangun swasta sebesar 10-17 persen dan yang dibangun pemerintah sebesar 5-10 persen," tuturnya.
Namun, dengan angka persentase yang besar tersebut, Encep menilai, terdapat banyak rumah yang belum memenuhi kriteria teknik seperti rumah tidak layak, berada di kawasan ilegal maupun kawasan kumuh dan tidak dilengkapi dengan sanitasi.
"Maka dari itu, dibutuhkan upaya pendampingan kepada masyarakat dari pemerintah," ungkap Enep.
EEncep pun menuturkan perumahan berbasis komunitas sudah ada yang berjalan dan berhasil diterapkan. Salah satunya adalah Perumahan Komunitas Penggembala Kerbau Rawa di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan
"Konsepnya lahan disediakan oleh masyarakat yang tergabung dalam komunitas dan desa, pembangunannya dibantu pemerintah lewat program BSPS," pungkas dia.